Pemerintah Diminta Tegas Atasi Pekerja Asing Ilegal
2018.09.11
Jakarta
Pengamat dan aktivis buruh mendesak pemerintah agar bersikap tegas mengadang masuknya tenaga kerja asing ilegal, terutama dari China, ke Indonesia.
Desakan itu disampaikan menyusul berulangnya penangkapan terhadap pekerja asing di sejumlah tempat di Indonesia. Yang terakhir adalah penangkapan terhadap puluhan warga China yang bekerja dengan hanya memanfaatkan visa wisata, di Jawa Timur.
"Pengawasan selama ini sangat lemah," kata pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga Surabaya, Hadi Subhan, kepada BeritaBenar, Selasa, 11 September 2018.
Dia mencontohkan pengawasan tenaga kerja di Jawa Timur. Dengan jumlah perusahaan yang mencapai 40 ribu, pengawasan hanya dilakukan sekitar 300 petugas.
"Bagaimana mungkin bisa?" terang Hadi.
"Ditambah pengawasan yang sekarang ditarik dari tingkat kabupaten ke tingkat provinsi, sehingga membuat petugas makin jauh dari fakta di lapangan."
Hal tak jauh berbeda disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.
"Pemerintah seharusnya dapat menata dan menindak tegas karena bisa mengancam keberadaan pekerja lokal, terutama jika yang direkrut adalah pekerja kasar," ujarnya.
Salah satu wujudnya, tambah Said, adalah dengan mencabut keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang pekerja asing.
Beleid yang ditandatangani Presiden Joko "Jokowi" Widodo, April lalu itu dimaksudkan pemerintah sebagai usaha meningkatkan investasi dan perbaikan ekonomi nasional.
Salah satu poinnya ialah pemberi kerja dapat mempekerjakan tenaga kerja asing dengan mengajukan permohonan pengesahan rancangan penggunaan tenaga kerja asing paling lama dua hari setelah mereka mulai bekerja, andaikata terdapat pekerjaan yang bersifat darurat.
Ketentuan ihwal darurat inilah yang kemudian dinilai sejumlah kalangan menjadi celah masuknya pekerja asing.
"Alih-alih investasi, tenaga kerja asing justru menyerbu Indonesia," ujar Said.
Penangkapan di Surabaya
Masalah pekerja asing ilegal kembali menyeruak setelah Kantor Imigrasi Kelas I Tanjung Perak Surabaya mengamankan 53 tenaga kerja asing ilegal dari sejumlah negara, Senin lalu.
Pekerja ilegal terbanyak berasal dari China dengan jumlah mencapai 41 orang. Adapula warga negara India berjumlah empat orang; dua warga Taiwan, Malaysia, dan Amerika Serikat; serta masing-masing seorang warga Bangladesh dan Belanda.
"Mereka diamankan karena izin visa yang dimiliki adalah wisata," kata Kepala Kantor Imigrasi Romi Yudianto, seperti dilansir laman Detik.com.
Romi mencontohkan salah seorang warga negara Tiongkok berinisial LM yang bekerja sebagai teknisi di gudang pabrik papan selancar.
Padahal, lanjutnya, pekerja asing yang diperbolehkan bekerja di Indonesia adalah yang memiliki keterampilan ahli.
Sementara itu, para pekerja lokal sempat mengepung kontainer tempat pekerja China di lokasi proyek PLTU Jawa-7 di Kabupaten Serang, Banten, Minggu, menyusul bentrokan yang dipicu pemukulan seorang pekerja setempat oleh dua tenaga kerja asing.
“Awalnya dari becanda, saling ejek, maka dipukulkan karyawan lokal, protes dan marah-marah,” kata Kapolres Serang Kota, AKBP Komarudin, seperti dikutip dari laman CNN Indonesia.
Dia menambahkan dua pelaku pemukulan yang merupakan pekerja asal China sempat diamankan polisi untuk pemeriksaan, sedangkan korban mengalami luka memar.
Isu politik
Permasalahan pekerja kasar asing, terutama asal Tiongkok, beberapa kali dipakai partai oposisi untuk menyerang pemerintahan Jokowi, terutama mendekati pemilihan umum tahun depan.
Wakil Ketua Partai Gerindra, Fery Juliantono, pada April lalu, misalnya sempat menyebut penerbitan Perpres 20 Tahun 2018 sebagai siasat lancung untuk memfasilitasi masuknya tenaga kerja asal China.
"Itu adalah kapitalisme China terhadap Indonesia," ujar Feri, kala itu.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Hanif Dhakiri, menyangkal kalau pekerja China meresahkan. Ia membandingkan proporsional tenaga kerja China tersebut dengan pekerja Indonesia di Hong Kong
"Masih proporsional jika dibandingkan penduduk Indonesia yang mencapai 263 juta," katanya kepada wartawan, 7 Agustus lalu.
"Di Hong Kong saja, jumlah TKI (Tenaga Kerja Indonesia) mencapai 160 ribu."
Jumlah itu lebih besar dari keseluruhan jumlah tenaga kerja asing di Indonesia yang mencapai sekitar 126 ribu per Maret 2018, seperti data yang dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi.
Jumlah pekerja asing tahun ini lebih besar dari tahun sebelumnya yang berjumlah 85.974 orang. Sebanyak 24 ribu di antaranya berasal dari China.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko berharap masalah pekerja asing tak dipakai sebagai alat untuk kepentingan politik.
Dia juga meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi dengan isu tersebut dan menegaskan data pemerintah tidak seperti digembar-gemborkan.
Mengenai penangkapan pekerja kasar asing, Hanif Dhakiri menyangkal pemerintah melindungi mereka.
"Ya, itu masuknya pelanggaran. Ya, harus ditindak untuk melindungi tenaga kerja kita," katanya.
Investasi China
Penangkapan pekerja asing, seperti di Surabaya, bukan kali pertama.
Pada Agustus lalu, sebuah perusahaan di kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, menjadi ramai setelah disebut banyak mempekerjakan warga China.
Adapula sepuluh warga negara Tiongkok yang diamankan di Bogor, Jawa Barat, karena bekerja dengan visa wisata pada bulan yang sama.
Menurut peneliti Ketenagakerjaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Devi Asiati, meningkatnya jumlah pekerja asal China, baik legal dan ilegal, dipicu banyaknya investasi negara Tirai Bambu itu ke Indonesia.
Pada 2016, menurut Devi, investasi China di Indonesia tercatat sebesar USD2,6 miliar. Meski begitu, jumlah ini masih lebih rendah dari Singapura yang mencapai USD9,17 miliar dan Jepang yang sejumlah USD5,4 miliar.
"Investasi China lebih banyak di bidang sumber daya alam seperti tambang, minyak dan gas, serta perkebunan," kata Devi.