Pekerja Asing Marak, Aturan Bebas Visa Diminta Dievaluasi
2016.12.28
Jakarta

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah mengevaluasi kebijakan bebas visa karena berpotensi disalahgunakan oleh warga asing untuk bekerja di Indonesia.
"Kalau perlu dihentikan karena menimbulkan keresahan di tengah masyarakat," tegas Wakil Ketua Komisi IX DPR yang membidangi masalah Ketenagakerjaan, Saleh Partaonan Daulay kepada BeritaBenar, Rabu, 28 Desember 2016.
Saleh merujuk pada penangkapan tenaga kerja asing ilegal di sejumlah daerah dalam beberapa waktu terakhir. Mereka masuk dan bekerja sebagai buruh kasar dengan memanfaatkan fasilitas bebas visa yang diberikan pemerintah.
Padahal jika merujuk pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 35 tahun 2015, tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia wajib memiliki keahlian. Artinya, perusahaan tak diperkenankan mempekerjakan tenaga kerja asing sebagai buruh kasar.
"Masalahnya, pemerintah belum mampu mengawasi itu," kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 yang ditandatangani 2 Maret lalu, memang memberikan kebebasan kepada 169 negara dari kewajiban memiliki visa untuk kunjungan selama 30 hari di Indonesia.
Pendapat sama dikatakan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Junimart Girsang yang mengurusi masalah hukum, hak asasi manusia, dan keamanan di Komisi III DPR.
"Harus dievaluasi (bebas visa)," tegasnya, “meskipun dari informasi yang kami kumpulkan, ada juga yang masuk ke Indonesia melalui ‘jalan tikus’, tak memakai fasilitas bebas visa."
Hal itu ditemukan Junimart saat mengunjungi Kepulauan Riau, beberapa waktu lalu.
Junimart menambahkan, ia dan politikus di Komisi III berencana memanggil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly beserta Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F. Sompie.
"Kami ingin tahu bagaimana mereka menyikapi masalah ini," tegasnya, tanpa merinci waktu panggilan tersebut.
Penangkapan berulang
Masalah bebas visa ini mencuat setelah aparat keamanan dan imigrasi berulang kali menangkap pekerja-pekerja ilegal, khususnya dari China.
Bulan lalu, petugas imigrasi menangkap empat warga China di Bogor, Jawa Barat setelah ketahuan membuka lahan pertanian seluas empat hektare untuk menanam cabai.
Menurut petugas, mereka masuk ke Indonesia menggunakan visa kunjungan wisata.
Pada bulan yang sama, petugas Imigrasi Kelas II Meulaboh, Aceh Barat, menangkap empat warga China dan seorang warga Malaysia setelah kedapatan bekerja sebagai tukang las di lokasi penambangan emas.
Pembenahan
Menurut data Kementerian Tenaga Kerja hingga November lalu, tercatat 74.183 tenaga kerja asing di Indonesia, atau naik dari tahun sebelumnya, yaitu 69.025 orang.
China tercatat sebagai penyumbang tenaga kerja terbanyak, yaitu 21.271. Disusul Jepang dan Korea Selatan, masing-masing 12.490 dan 8.424 orang.
Perihal pelanggaran, warga China juga menjadi jawara. Berdasarkan data Ditjen Imigrasi, dari total 329 pelanggaran imigrasi yang telah diusut, 126 di antaranya melibatkan warga China.
Pengamat politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti berharap pemerintah serius menangani masalah tenaga kerja ilegal. Ia mendukung rencana evaluasi fasilitas bebas visa, salah satunya dengan meninjau ulang negara-negara yang mendapat keistimewaan tersebut.
"Ini masalah kedaulatan. Apalagi jika (tenaga kerja asing) datang tanpa melalui aturan yang berlaku dan dibiarkan," kata Ray kepada BeritaBenar.
Tapi pengamat tenaga kerja dari Universitas Airlangga Hadi Subhan menyoroti pentingnya pembenahan pengawasan, ketimbang evaluasi kebijakan bebas visa.
Menurutnya, aturan ketenagakerjaan telah jelas mengatur tenaga kerja asing yang diperbolehkan adalah mereka memiliki keahlian, bukan tenaga kerja kasar.
"Persoalannya adalah pengawasan. Tidak seimbang jumlah pengawas dengan perusahaan yang ada," kata Hadi.
Sebagai contoh jumlah perusahaan di Jawa Timur yang mencapai 40 ribu, tapi hanya diawasi 200 orang.
Tak ada komentar dari Kementerian Tenaga Kerja terkait masalah ini. Telepon dan pesan pendek kepada Menteri Hanif Dhakiri dan Direktur Pengawasan dan Pembinaan Maruli Hasoloan tak berbalas.
Tapi beberapa waktu lalu, kementerian sempat menyatakan, munculnya tenaga kerja ilegal memang konsekuensi dari diberlakukannya kebijakan bebas visa.
Genjot pariwisata
Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengatakan tak menutup kemungkinan evaluasi kebijakan bebas visa yang diberlakukan sebelumnya.
"Pasti ada evaluasi mana yang membahayakan, mana yang tidak produktif, mana yang harus ditutup," katanya seperti dikutip dari laman Sekretaris Kabinet.
Kebijakan bebas visa juga diharapkan menggenjot pariwisata. Pada tahun 2019 mendatang, pemerintah menargetkan 20 juta turis mancanegara berkunjung ke Indonesia.
Namun Ketua MPR, Zulkifli Hasan, mengatakan kebijakan tersebut belum terbukti meningkatkan jumlah wisatawan ke Indonesia.
"Ternyata bebas visa tidak menentukan kenaikan jumlah turis," katanya seperti dikutip dari kantor berita Antara.
Sampai kini, kunjungan turis ke Indonesia masih kalah dibanding Thailand, Malaysia, atau Singapura.
Hingga Oktober lalu, kunjungan wisatawan ke Indonesia tercatat 9,4 juta orang. Untuk periode sama, Thailand bahkan mencatat 27 juta turis.
Malaysia mencatat 17,6 juta kunjungan turis hingga Agustus 2016. Sedangkan Singapura dari Januari hingga September mencatat kunjungan wisatawan 12 juta orang.
Jokowi membantah isu yang menyebutkan 10 hingga 20 juta warga negara China bekerja di Indonesia karena menurut dia, jumlah mereka 21.000 orang.
Dia membandingkan tenaga kerja Indonesia di Malaysia lebih dari 2 juta, di Arab Saudi juga lebih dari 1 juta, di Hongkong 150 ribu, dan di Taiwan 200 ribu.
“Mereka juga diam-diam saja. Kenapa 21 ribu, kita ribut kayak ada angin puting beliung saja,” ujar Jokowi.