Mengenal Sosok Pelaku Bom Bunuh Diri di Surabaya
2018.05.17
Surabaya

Rumah kontrakan keluarga Tri Murtiono (50) di daerah Tambak Medokan Ayu VI Surabaya, Jawa Timur, masih terpasang garis polisi.
Di luar, petugas Polsek Rungkut dan Satpol PP Pemko Surabaya terlihat berjaga. Mereka menanyakan identitas siapa pun yang berhenti tak jauh dari rumah tersebut, termasuk awak media.
Parman (44), tetangga depan rumah mengatakan, rumah itu dikontrak Tri selama dua tahun sejak Februari 2018. Kepada aparat kampung, Tri mengaku memiliki usaha aluminium untuk pemasangan teralis, kanopi dan kusen.
Selama tinggal di Tambak Medokan Ayu, pergaulan Tri dan keluarga tak begitu akrab dengan warga. Meski begitu, Tri masih bersedia ikut ronda malam saat mendapat giliran. Begitu juga kerja bakti yang rutin dilakukan.
“Hari Minggu saat kejadian bom di gereja, Tri masih kerja bakti bersama kami di mushalla,” tutur Parman kepada BeritaBenar, Kamis, 17 Mei 2018.
“Setelah kejadian itu, dia mengaku ditelepon oleh istrinya dan tak pernah keluar lagi, hingga akhirnya terjadi peristiwa di Mapolrestabes itu.”
Tri bersama istrinya, Tri Ernawati (43), mengendarai sepeda motor. Putrinya yang berusia 8 tahun duduk di bagian depan. Dua putranya berusia 19 dan 15 tahun menggunakan sepeda motor lain.
Senin, 14 Mei 2018, keluarga ini datang ke Markas Polisi Resor Kota Besar (Mapolrestabes) Surabaya. Empat polisi memeriksa sebuah mobil di pintu gerbang. Kedua motor dihentikan polisi. Lalu, ledakan dari orang di atas dua motor yang ditumpangi keluarga Tri pun terjadi.
Hanya putrinya yang berusia 8 tahun selamat. Sedangkan, Tri bersama istri dan kedua putranya tewas di tempat, dengan tubuh hancur. Keluarga ini melancarkan bom bunuh diri, yang juga melukai empat polisi dan enam warga.
Tidak mencurigakan
Parman yang juga takmir mushalla mengaku selama ini tidak ada aktivitas mencurigakan di rumah Tri. Hanya saja, setiap membawa barang dalam kardus, Tri selalu terlihat hati-hati.
“Seluruh anaknya sekolah di tempat favorit di Surabaya. Kami tak menyangka, Beliau terlibat penyerangan itu,” ujar Parman.
Saat BeritaBenar mendatangi rumah orang tua Tri di kawasan Krukah Selatan Surabaya, tak ada seorang pun yang bersedia memberi keterangan.
Seorang perempuan di balik depan pintu rumah berujar, ”Maaf kami tidak bisa memberikan keterangan.”
Sementara di Banyuwangi, keluarga Puji Kuswati – istri dari Dita Apriyanto (kedua nama terakhir adalah suami istri yang mengajak keempat anak mereka melakukan pemboman tiga gereja di Surabaya), mengatakan masih shock dengan apa yang dialami Puji dan keluarganya.
Dita, Puji dan keempat anak mereka tewas dalam aksi bom bunuh diri yang merupakan aksi pertama kalinya dilakukan oleh keseluruhan anggota keluarga pada hari Minggu, 13 Mei itu. Dua belas jemaat gereja ikut tewas dalam serangan tersebut.
Menurut Rosiono, perwakilan keluarga orangtua Puji, meski sudah menikah, orang tua Puji yang berlatar belakang pengusaha jamu selalu membantu kebutuhan keluarga anak perempuannya itu.
“Rumah dibelikan, mobil juga dibelikan hingga tiga kali. Intinya, Puji dimanja keluarganya,” ujar Rosiono.
Memang diakuinya bahwa pernikahan Puji dan Dita tidak mendapat restu Koesni, sang ayah. Sejak menikah dengan Dita, Puji menjadi lebih tertutup.
"Suaminya memang kelihatan berbeda paham keyakinannya soal Islam,” kata Rosiono yang menambahkan pertemuan terakhir Puji dengan keluarga, terjadi pada Januari 2018.
Beberapa tetangga Dita mengatakan seolah tak percaya keluarga yang terlihat cukup dari segi ekonomi itu melancarkan aksi bom bunuh diri.
Hingga Kamis, jenazah ke-10 pelaku serangan bom bunuh diri belum diambil pihak keluarga untuk dikuburkan. Begitu juga dengan mayat tiga korban akibat ledakan, yang diduga tidak disengaja, di rumah susun di Sidoarjo, Minggu malam.
Menurut polisi, ketiga keluarga itu sering mengadakan pertemuan dan pengajian rutin. Kini, polisi masih memburu dua guru yang diduga mendoktrin mereka untuk melakukan serangan bunuh diri.
Total pelaku ditangkap
Kapolda Jawa Timur, Irjen. Pol. Machfud Arifin mengatakan sejak awal pekan ini, polisi telah menangkap 19 dan menembak mati empat terduga teroris di sejumlah lokasi berbeda di Jawa Timur.
“Pengembangan masih terus dilakukan tim kepolisian,” katanya kepada wartawan.
Ia mengimbau anggota jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang telah berbaiat kepada kelompok ISIS dan berada di balik sejumlah aksi teror di Indonesia termasuk di Surabaya itu, untuk menyerahkan diri.
Kendati masih terjadi rentetan penangkapan, kepolisian dan TNI akan bekerja sama untuk menjaga situasi tetap kondusif di Jawa Timur.
“Kami bersama menjaga pengamanan gereja dan lingkungan yang rawan," kata Machfud.
Penangkapan di Riau
Sementara itu, sehari setelah serangan terhadap Mapolda Riau yang menewaskan seorang polisi dan empat pelaku, Densus 88 Antiteror menangkap delapan terduga teroris di beberapa tempat.
"Dalam perkembangan kasus di Mapolda Riau, tim berhasil menangkap delapan orang," kata Kapolri Jendral Tito Karnavian di Pekanbaru.
Menurutnya, kelompok yang melakukan serangan itu masih ada kaitan dengan kerusuhan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, pekan lalu, yang menewaskan lima polisi dan seorang narapidana terorisme.
“Saya berani tunjuk hidung kalau mereka adalah kelompok JAD. Saya sudah mengamati pergerakan mereka selama empat tahun," tegasnya.