Pelaku Bom Gereja Samarinda Divonis Penjara Seumur Hidup

Majelis hakim mengabulkan kompensasi sebesar Rp237 juta untuk para korban dan keluarga korban bom Gereja Oikumene.
Arie Firdaus
2017.09.25
Jakarta
170925_ID_militant_1000.jpg Juhanda, terdakwa pelempar bom ke Gereja Oikumene di Samarinda, Kalimantan Timur, tersenyum setelah divonis penjara seumur hidup di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, 25 September 2017.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Juhanda, alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia (32) melemparkan senyum kepada hadirin setelah mendengar vonis penjara seumur hidup terhadap dirinya yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Rabu, 25 September 2017.

Laki-laki yang telah berbaiat kepada kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tersebut didakwa bersalah atas aksi melempar bom ke Gereja Oikumene Sengkotek di Samarinda, Kalimantan Timur, yang menewaskan seorang balita dan melukai tiga lainnya.

"Yang memberatkan, terdakwa (Juhanda) tidak menyesali perbuatannya dan merupakan residivisi kasus bom buku," kata Hakim Surung Simanjuntak mengacu pada aksi pengiriman paket berisi bom ke beberapa tokoh di Jakarta pada 2011.

Juhanda juga adalah residivis serangan bom di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong di Tangerang, Banten, pada 2011. Ia dijatuhi hukuman 3,5 tahun penjara tahun 2012 dan bebas pada 2014.

"Ledakan itu juga merusakkan beberapa sepeda motor dan menimbulkan korban, salah satunya balita berusia 2,5 tahun. Sehingga tindak pidana seperti yang didakwakan terpenuhi secara sah dan meyakinkan, tambah hakim Surung, yang menilai Juhanda terbukti melanggar Pasal 15 juncto 6 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Hukuman terhadap Juhanda menjadi vonis penjara seumur hidup pertama pada tingkat pengadilan negeri untuk terdakwa tindak pidana terorisme sejak 2006.

Vonis seumur hidup sebelumnya dijatuhkan Pengadilan Negeri Ambon kepada Abdullah Umamity, yang terlibat serangan teror berupa pelemparan granat terhadap angkutan umum, penembakan pos keamanan di markas Satuan Brimob Polri di Seram Barat, dan penyerangan warga Wamkana di Pulau Buru pada 2005.

Atas putusan seumur hidup itu, Tri Saupa Angkawijaya selaku kuasa hukum Juhanda mengaku akan mempertimbangkannya, apakah mengajukan banding atau menerima.

"Pikir-pikir dulu. Kami diskusikan dengan tim," kata Tri.

Besaran hukuman majelis hakim itu serupa dengan tuntutan jaksa yang sebelumnya menginginkan Juhanda dipenjara seumur hidup.

Maka, seperti dikatakan jaksa Yuhana Nurhisyam seusai persidangan, "Kami puas."

"Sudah sejak lama enggak ada (vonis seumur hidup). Meski kompensasi hanya dikabulkan sebagian," tambahnya.

Kompensasi dikabulkan

Selain meminta hukuman penjara, jaksa dalam tuntutannya memang juga memohon kompensasi senilai total Rp1,4 miliar untuk para korban dan keluarga korban bom Gereja Oikumene melalui Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Namun dalam putusannya, majelis hakim hanya mengabulkan kurang dari setengah nilai yang dimohonkan, yaitu sebesar Rp237 juta.

Koreksi nilai kompensasi itu diputus hakim setelah menilai bahwa perhitungan kerugian seharusnya melampirkan bukti, semisal tanda terima bea perawatan atau perbaikan kendaraan yang rusak.

"Harus melampirkan kerugian yang nyata, yang disahkan pejabat berwenang karena LPSK bukan lembaga audit," kata hakim Surung.

Estimasi kompensasi sebelumnya disampaikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), merujuk pada perhitungan masing-masing korban dan keluarga korban.

Kendati nominal kompensasi berkurang dari yang diajukan, juru bicara LPSK, Lili Pintauli Siregar, tetap mengapresiasi putusan majelis hakim itu.

"Kami tidak melihat nilainya," kata Lili kepada BeritaBenar.

"Kami melihat bahwa majelis hakim telah mengakomodir kerugian materil dan non-materil korban teror. Sehingga ke depan, korban terorisme tak ragu-ragu menuntut kompensasi."

Merujuk pada putusan hakim, dana kompensasi akan dibayarkan pemerintah melalui Kementerian Keuangan.

Lili menjamin, lembaganya akan terus mendampingi para korban dan keluarga korban hingga dana tersebut dicairkan pemerintah.

"Tapi menunggu putusan berkekuatan hukum tetap dulu," imbuhnya.

Para terdakwa kasus bom Samarinda (dari kiri ke kanan) Rahmad, Ahmad Dani, Joko Sugito, dan Supriyadi, meninggalkan ruangan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, 25 September 2017, usai persidangan. (Arie Firdaus/BeritaBenar)

Vonis empat terdakwa lain

Selain Juhanda, Pengadilan Negeri Jakarta Timur juga menghukum empat terdakwa lain yang terlibat dalam bom gereja yang menewaskan Intan Olivia Banjarnahor (2,5) dan melukai tiga balita lain, pada 13 November 2016 lalu.

Mereka adalah Joko Sugito yang dihukum tujuh tahun penjara; Ahmad Dani alias Dani dan Rahmad yang divonis masing-masing 6 tahun 8 bulan penjara; serta Supriyadi yang diganjar enam tahun penjara.

Vonis-vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang meminta Joko, Ahmad Dani, dan Rahmad dihukum masing-masing 10 tahun penjara, dan sembilan thaun penjara untuk Supriyadi.

"Supriyadi sempat melarang agar tak ada bahan peledak di sekitar Masjid Mujahidin, sehingga dituntut lebih rendah," kata jaksa Maya Sari saat persidangan bulan lalu, mengacu pada masjid yang digunakan kelompok tersebut merencanakan aksi mereka.

Joko mendapat hukuman paling berat karena ia yang menginstruksikan pembuatan bom itu disamping ia adalah pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) wilayah Kalimantan, organisasi militan yang berafiliasi dengan ISIS, yang ditengarai berada di balik serangkaian serangan teroris di Indonesia dua tahun belakangan ini.

"Bahkan dalam pembuatan bom, terdakwa (Joko) memperlihatkan video cara membuat bom," kata hakim Surung.

"Alasan bahwa dia tidak mengetahui waktu peledakan bom tidak melepaskan tanggung jawab sehingga unsur pemufakatan jahat tetap terpenuhi."

Para terdakwa ditangkap aparat Densus 88 Mabes Polri pada 13 November tahun lalu, tak lama setelah bom meledak di depan Gereja Oikumene.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.