Protes dari aktivis lingkungan picu pemerintah batalkan ijin pelelangan pulau

Perusahaan pengelola Kepulauan Widi sebut telah bertemu pejabat pemerintah.
Pizaro Gozali Idrus
2022.12.14
Jakarta
Protes dari aktivis lingkungan picu pemerintah batalkan ijin pelelangan pulau Pemandangan Cagar Alam Widi di provinsi Maluku Utara.
[Foto: Sotheby’s Concierge Auctions]

Pemerintah pada Rabu (14/12) membatalkan izin perusahaan yang mengelola sekelompok pulau di wilayah Maluku Utara setelah reaksi keras dari para pecinta lingkungan yang mengecam perusahaan tersebut karena mencoba melelang hak untuk mengembangkan kepulauan itu.

“Kita dengar laporan dari Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) bahwa tidak benar ada pulau yang dijual. Kemendagri tidak pernah dan tidak akan melakukan itu,” ujar Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mohammad Mahfud MD dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, menanggapi kritik tentang potensi rusaknya Cagar Alam Widi seluas 25.000 hektar di Provinsi Maluku Utara.

Mahfud mengatakan, PT Leadership Islands Indonesia (LII), perusahaan yang berbasis di Bali, telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan pada 2015 untuk mengelola Cagar Alam Widi.

"Pemerintah akan membatalkan MoU tersebut karena isinya atau prosedurnya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dan isi MoU itu sendiri tidak pernah ditepati oleh PT LII. Jadi kita akan membatalkan itu," kata Mahfud.

Mahfud membuat keputusan itu setelah adanya laporan bahwa LII bekerja sama dengan Sotheby, rumah lelang yang didirikan di Inggris dan bermarkas di New York, dalam menarik investor untuk membeli hak pengembangan Kepulauan Widi yang mencakup lebih dari 100 pulau itu.  

Sebelumnya, situs Sotheby's Concierge Auctions mencantumkan Kepulauan Widi dalam daftar pulau yang mereka lelang. Pelelangan itu sejatinya akan berlangsung mulai 8 Desember.

Pada situs tersebut, PT LII menyebut sebagai pemegang hak pengelolaan selama 70 tahun atas pulau-pulau tersebut dan menjadi penjual dalam lelang itu.

"Hukum Indonesia tak mengizinkan kepemilikan privat atas kepulauan, tetapi saham dalam bisnis dengan hak pengembangan dapat dijual kepada siapa pun," tulis PT LII di situs Sotheby's Concierge Auctions.

Dalam keterangan pada 8 Desember lalu di situs resminya widireserve.com, PT LII mengatakan pihaknya berencana membangun kurang dari 0,005 persen dari wilayah dari kepulauan tersebut.

“Cagar Alam Widi adalah bagian dari keseluruhan ekosistem atol karang secara global dan memegang peranan yang penting, kita harus melakukan segala usaha untuk melindunginya bagi generasi yang akan datang. Inilah mengapa LII berkomitmen untuk hanya memanfaatkan kurang dari 0,005 persen dari luas wilayah Cagar Alamini menjadikan LII sebagai pengembang resor di pulau-pulau terpencil dengan tingkat kepadatan terendah di dunia,” ujar juru bicara PT LII Okki Soebagio.

Okki mengaku LII telah mengadakan beberapa pertemuan dengan pejabat senior pemerintah dalam dua pekan terakhir di antaranya pertemuan dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno dan Deputi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi.

"Dalam semua pertemuan LII telah mengklarifikasi kedudukan hukumnya, menunjukkan 30+ lisensi, izin, sertifikat dan rekomendasi untuk ditinjau dan rincian proses lelang, yaitu menjual sebagian saham di LII sebagai wadah penghimpunan investasi untuk konservasi dan pengembangan berkelanjutan Cagar Alam Widi," ucap Okki.

Momentum selamatkan pulau kecil

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut organisasi lingkungan WALHI Parid Ridwanuddin menggarisbawahi pembatalan kesepakatan ini harus menjadi momentum pemerintah Indonesia mengutamakan keselamatan pulau-pulau kecil dan masyarakat yang hidupnya bergantung pada sumber daya di gugusan pulau kecil, bukan membuka kembali investasi.

“Lebih jauh, bahwa hal ini harus dijadikan dasar untuk mengevaluasi dan mencabut seluruh proyek penanaman modal asing di seluruh pulau-pulau kecil di Indonesia,” ujar Parid kepada BenarNews.

Ia menambahkan bahwa pemerintah harus memprioritaskan keselamatan pulau-pulau kecil yang menghadapi dua permasalahan serius, yaitu tenggelam akibat kenaikan muka air laut karena krisis iklim dan krisis ekologis akibat maraknya industri ekstraktif, terutama pertambangan yang sejak lama telah diberikan izin oleh pemerintah.

“Wahana Lingkungan Hidup pada 2021 mencatat bahwa sebanyak 83 pulau kecil terluar dan 115 pulau kecil yang ada di perairan dalam Indonesia terancam tenggelam,” kata Parid.

“Kalau tidak viral, kita kecolongan”

Juru Kampanye Laut Greenpeace Afdillah Chudiel mengatakan penjualan Pulau Widi merupakan preseden buruk pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia.

“Kalau tidak viral, maka bisa jadi kita kecolongan. Kita punya ribuan pulau kecil yang kita tidak tahu pengelolaannya bagaimana,” ujar dia pada BenarNews.

Menurut Afdillah, memang benar banyak pulau kecil di Indonesia yang tidak berpenghuni. Namun bukan berarti pulau-pulau tersebut tidak mempunyai fungsi ekologis dan strategis.

Masyarakat pesisir juga mempunyai cara untuk memperlakukan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Misalnya ada pulau yang digunakan sebagai hunian, tempat pemijahan ikan ada juga yang khusus dilindungi.

“Pemerintah harusnya menghormati kearifan lokal masyarakat nelayan pesisir, tidak bisa serampangan. Ini preseden buruk, kenapa tiba-tiba ada izin untuk mengelola pulau,” ujar Afdillah.

“Pemerintah harus menempatkan keberlangsungan lingkungan di atas bisnis. Jangan korbankan ekologi hanya karena investasi,” ujar Afdillah.

Tempat warga mencari ikan

Sementara itu, Direktur WALHI Maluku Utara Faisal Ratuela mengatakan definisi ketiadaan penghuni menurut versi pemerintah terhadap Kepulauan Widi yang hanya disandarkan pada situasi masyarakat tidak menetap di pulau tersebut sebagai salah satu penyebab seringnya terjadi konflik masyarakat - pemerintah maupun pihak lainnya.

“Padahal, kendati tidak berpenghuni gugusan Kepulauan Widi telah menjadi penghidupan bagi masyarakat yang berada di pesisir semenanjung Gane, baik dalam aspek ekonomi, sosial dan bahkan yang paling penting adalah aspek tradisi dan budayanya,” ucap Faisal di Ternate saat dihubungi BenarNews.

Faisal berpendapat meskipun pulau tersebut tidak memiliki penduduk yang menetap, gugusan pulau tersebut masih terdapat rumah-rumah singgah masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan maupun yang berkebun di Kepulauan Widi.

“Ini yang tidak bisa dipisahkan kalau kita melihat Kepulauan Widi. Cara pandang menganggap Kepulauan Widi tak berpenghuni itu keliru. Masih bayak masyarakat di daratan yang memanfaatkan Kepulauan Widi untuk mencari ikan dan melakukan budidaya perikanan,” kata Faisal.

Nazarudin Latif berkontribusi dalam berita ini.

 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.