Serangan Pemberontak Papua Memantik Pertanyaan Manfaat Proyek Infrastruktur

Ahmad Syamsudin & Victor Mambor
2018.12.07
Jakarta & Jayapura
181207-ID-Papua-update-1000.jpg Anggota TNI dan Polri membawa jenazah korban pembunuhan oleh kelompok pemberontak separatis saat tiba di Timika, Papua, 7 Desember 2018.
AFP

Presiden Joko “Jokowi” Widodo sering mengatakan bahwa Papua telah lama diabaikan, dan membangun infrastruktur untuk menghubungkan kawasan hutan jadi cara memenangkan hati dan pikiran orang Papua.

Tapi, kini muncul pertanyaan setelah pemberontak separatis Papua merdeka menyerang para pekerja yang membangun jalan dan jembatan sebagai bagian dari proyek Jalan Raya Trans-Papua di pedalaman kabupaten Nduga pada 2 Desember lalu.

Pimpinan TNI menyatakan bahwa serangan terhadap para pekerja dan pos militer pada hari berikutnya menewaskan sedikitnya 20 orang, termasuk seorang tentara.

Meskipun rinciannya masih belum jelas, pembunuhan tersebut merupakan serangan paling mematikan tunggal yang dilancarkan para pemberontak selama bertahun-tahun, kata para pengamat.

"Saya tidak yakin kalau Jokowi bertanya pada orang Papua Barat apa yang mereka inginkan, itu adalah kesalahan," kata Damien Kingsbury, profesor di Universitas Deakin Australia yang ahli dalam politik dan keamanan di Asia Tenggara.

“Kalau dia (Jokowi) melakukan itu, mereka mungkin akan menjawab bahwa mereka tidak ingin lingkungan mereka dirusak oleh jalan dan jembatan baru, atau masuknya orang luar,” katanya kepada BeritaBenar.

Kingsbury menyatakan pendekatan Jokowi terhadap Papua telah gagal setelah pemerintah mengingkari janjinya untuk membuka Papua bagi orang luar, termasuk wartawan asing.

Sebelumnya, Jokowi pernah berjanji untuk membuka akses bagi wartawan asing ke Papua. Tetapi, nyatanya wartawan asing tetap dibatasi dan sering dicurigai aparat keamanan bila sudah berada di Papua.

Trans-Papua yang membentang lebih 4.300 kilometer dari Sorong ke Merauke ditargetkan selesai pada 2019. Ini ialah bagian dari program pemerintahan Jokowi untuk meningkatkan infrastruktur di Papua, di mana jaringan jalan terbatas.

Jokowi telah mengunjungi Papua setidaknya delapan kali sejak menjabat sebagai presiden pada 2014, satu indikasi bahwa ia memperhatikan provinsi paling timur Indonesia itu.

Dia juga telah berulang kali mengatakan bahwa infrastruktur yang lebih baik akan membuat harga-harga barang lebih terjangkau di Papua.

"Sementara perhatiannya dihargai, Jokowi juga dituduh memiliki sikap yang buruk terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kekerasan di kawasan itu," tulis Arie Ruhyanto, peneliti doktoral di University of Birmingham, dalam artikel di Conversation.com, Rabu.

“Jokowi juga fokus pada pengembangan keamanan, mengerahkan ribuan tentara tambahan ke wilayah itu. Meski ditujukan untuk memperkuat pertahanan nasional, ada kekhawatiran sedang berlangsung pelanggaran hak asasi manusia di kawasan itu,” tambahnya.

Pemberontak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat yang dipimpin Egianus Kogoya saat memberikan pernyataan di pedalaman hutan Papua, Januari 2018. (Dok. TPNPB)
Pemberontak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat yang dipimpin Egianus Kogoya saat memberikan pernyataan di pedalaman hutan Papua, Januari 2018. (Dok. TPNPB)

Tolak proyek pemerintah

Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Sebby Sanbom menegaskan bahwa kelompok separatis itu menolak proyek infrastruktur pemerintah.

“Serangan ini adalah pesan kepada pemerintah kolonial Indonesia bahwa kami berperang untuk kemerdekaan Republik Papua Barat. Kami tidak meminta jalan Trans-Papua dan juga pembangunan lain,” katanya kepada BeritaBenar melalui telepon, Rabu.

Sebby menyebutkan, para korban tewas itu dalam kontak senjata dan “mereka bukan warga sipil, tetapi anggota TNI dari Denzipur.”

“Panglima Daerah TPNPB Makodap III Ndugama, Egianus Kogeya adalah orang yang bertanggung jawab dalam penyerangan itu,” katanya.

Dalam wawancara dengan laman Jawa Pos, Kamis, Sebby mengklaim kelompok itu memiliki 29 komando regional dengan 2,500 personel, yang disebutnya sebagai gerilyawan separatis “berkelas dunia.”

“Mereka (TNI) mungkin lebih banyak jumlah personel, tapi alam bersama kami. Hutan bersama kami, lembah bersama kami, dan kami tidak akan menyerah,” katanya seperti dilansir Jawa Pos.

Kingsbury mengatakan serangan seperti dilakukan 2 Desember tidak sulit untuk dilakukan.

"Tidak sulit bagi para pemberontak mendapatkan senjata, bahkan dengan anggota pasukan keamanan yang berkontribusi pada pasar gelap dalam penjualan mereka," katanya.

"Serangan seperti ini membutuhkan perencanaan minimal."

Kingsbury mengatakan kelompok yang bertanggung jawab dalam serangan itu tampaknya adalah faksi yang memotivasikan diri yang mendukung TPNPB, tetapi tidak di bawah arahan atau kontrol pimpinan sipil gerakan Papua merdeka di luar negeri.

Sebagai tanggapan atas pembunuhan itu, pihak berwenang telah mengirim lebih 300 polisi dan tentara ke Nduga untuk memburu para pelaku.

Jokowi juga telah berjanji untuk melanjutkan proyek infrastruktur di Papua meskipun ada kemunduran.

“Kita juga tidak akan pernah takut. Dan ini malah membuat tekad kita kian membara untuk melanjutkan tugas besar kita membangun tanah Papua,” kata Jokowi dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Rabu lalu.

Ia menambahkan, “tidak ada tempat untuk kelompok-kelompok kriminal bersenjata seperti ini di tanah Papua maupun di seluruh pelosok tanah air.”

Khawatir

Ada kekhawatiran kalau aparat keamanan akan bertindak secara tak proporsional merespon kasus pembunuhan itu sehingga dapat menyebabkan lebih banyak pelanggaran HAM di Papua, kata para analis.

"Setiap operasi keamanan dan penegakan hukum harus dilakukan secara proporsional dan tidak boleh menyebabkan korban warga sipil," kata Al Araf, Direktur Eksekutif Imparsial.

Menurutnya, fokus pada ekonomi, tapi mengabaikan masalah lain adalah pendekatan yang salah.

"Kesenjangan ekonomi bukan satu-satunya faktor, ada juga aspek historis, pelanggaran HAM yang tidak pernah diselesaikan dan marginalisasi orang asli Papua," katanya kepada BeritaBenar.

“Pembangunan penting, tapi pemerintah perlu mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif dan memberi orang Papua peran utama untuk menemukan solusi,” tambahnya.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono menyatakan, rakyat Papua mendukung pembangunan Trans-Papua dan pekerjaan telah diselesaikan 72 persen.

“Proyek ini telah dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat. Warga mendukungnya dan bahkan memberi tahu kami bahwa mereka akan menjamin keamanan,” katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.