Pemerintah evakuasi empat warga Indonesia dari Gaza
2023.11.03
Jakarta

Kementerian Luar Negeri pada Jumat (3/11) berhasil mengevakuasi empat dari sepuluh warga negara Indonesia yang berada di Jalur Gaza, Palestina.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan warga Indonesia yang dievakuasi bernama Abdillah Onim yang bertugas sebagai relawan di Gaza dan istrinya warga Palestina serta ketiga anaknya.
Retno mengatakan Onim dan keluarganya dijemput tim Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Mesir di Rafah, kota di selatan Palestina yang berbatasan dengan Mesir, pada Jumat dini hari waktu Indonesia.
"Alhamdulillah, puji syukur. Pada tanggal 2 November sekitar pukul 19.00 waktu Mesir atau sekitar pukul 00.00 pada 3 November WIB, empat warga Indonesia dan seorang istrinya telah berhasil dievakuasi dari Gaza dan sudah tiba di Rafah," kata Retno.
Retno mengaku evakuasi Onim dan keluarga berlangsung sulit, bahkan sempat dua kali dibatalkan akibat pertempuran bersenjata yang tiba-tiba meletus dan sambungan komunikasi yang tidak stabil.
"Pada 1 November, WNI (Onim dan keluarga) sudah berusaha menuju Rafah tetapi harus kembali karena situasi sangat tidak kondusif di sepanjang jalan terjadi serangan-serangan,” ujar Retno.
"Yang lebih menyulitkan dari proses evakuasi ini adalah karena komunikasi selalu on and off. Sambungan komunikasi kadang dapat digunakan dan kadang dalam banyak waktu tidak dapat digunakan."
Saat dihubungi BenarNews pada 13 Oktober, Onim memang telah mengutarakan hasrat untuk dievakuasi oleh Kementerian Luar Negeri. Dia yang telah menetap 12 tahun di Gaza mengaku khawatir akan keselamatan keluarganya di wilayah tersebut.
Dia juga mengatakan tidak bisa menjalankan tugas sebagai relawan akibat militer Israel terus-terusan melancarkan serangan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal menambahkan bahwa pemerintah juga akan mengirimkan bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina pada Sabtu pagi (4/11).
Hanya saja Iqbal tak merinci bentuk bantuan yang akan dikirim oleh pemerintah. Ia hanya mengatakan bantuan tidak akan berupa bahan bakar, penyulingan air, dan tabung oksigen yang dikategorikan memiliki penggunaan ganda (dual uses).
"Bantuan dari Indonesia sudah dikumpulkan. Insya Allah besok akan ada pelepasan pesawat yang sudah confirm dua pesawat," kata Iqbal seraya menambahkan bahwa bantuan akan dilepas langsung oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo.
"Dual uses itu dipersulit masuknya. Jadi ketimbang mengirimkan sesuatu yang mubazir dari awal, sebelum berangkat kita sudah pastikan itu barang-barang yang bisa masuk ke Gaza."
Israel Defence Force (IDF) lewat akun X pada Kamis sempat merilis percakapan antara salah seorang warga Gaza yang menjabat manajer Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara dan wakil komandan Hamas di Jabalia Barat yang menarasikan bahwa Hamas berupaya mengambil bahan bakar dari pusat kesehatan tersebut – Hamas belakangan menyangkal percakapan tersebut.
Menurut Iqbal, bantuan dari Indonesia tersebut akan dikirim ke Bandar Udara El Arish di Mesir lalu diupayakan ke wilayah Palestina melalui Rafah dengan bantuan Bulan Sabit Merah Mesir.
Pemerintah Israel memang hanya mengizinkan tiga lembaga untuk menyalurkan bantuan ke wilayah Gaza, yakni Bulan Sabit Merah Mesir, Palang Merah Internasional (ICRC), dan Badan PBB yang mengurusi pengungsi UNRWA.
"Targetnya adalah tidak menyalurkan langsung ke Gaza. Kita realistis bahwa kita mengantarkannya ke airport El Arish, kemudian diserah terimakan kepada Bulan Sabit Merah Mesir. Bulan Sabit Merah Mesir selanjutnya yang akan membawa ke Gaza dan menyerahterimakan ke ICRC dan UNRWA," ujar Iqbal.
Sejak serangan mendadak yang dilakukan oleh kelompok militan Palestina Hamas ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober yang menewaskan ribuan warga di Israel serta menculik setidaknya 200 orang lainnya, dan kemudian pemerintah Israel membalas dengan seruan perang terhadap Hamas, ribuan orang telah tewas sebagian besar adalah warga sipil, di kedua pihak.
Pada Jumat, PBB mengatakan di Israel, di mana sejauh ini 1.400 orang telah terbunuh, dan di Gaza, di mana lebih dari 9.000 warga Palestina tewas - menurut otoritas yang dikuasai Hamas, 70 persen dari total korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Pemerintah Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel sebagai bentuk kecaman atas pendudukan Israel di wilayah Palestina. Berbagai demonstrasi telah dilakukan di berbagai kota di Indonesia untuk memberikan dukungan terhadap Palestina dalam perang Israel-Hamas ini.
Rumah sakit dalam kondisi darurat
Menyusul evakuasi terhadap Onim dan ketiga anaknya, kini tersisa enam warga negara Indonesia lain di Gaza yakni Muhammad Husein dan dua anaknya yang berada di Gaza Selatan dan tiga relawan Medical Emergency Rescue Committee (Mer-C) di Gaza Utara.
Salah seorang relawan Mer-C Fikri Rofiul Haq mengatakan, dia dan kedua rekan lain yang bertugas di Rumah Sakit Indonesia mengatakan akan bertahan di Gaza dan tidak ikut proses evakuasi Kementerian Luar Negeri.
"Saya dan dua orang lain akan menetap di Gaza untuk membantu warga di sini, terutama suplai makanan dan bantuan," kata Fikri kepada BenarNews.
Fikri menyebut Rumah Sakit Indonesia di Gaza kini berada dalam kondisi darurat dan terancam tidak bisa memberikan layanan kesehatan akibat bahan bakar untuk generator listrik menipis, tersisa untuk dua hari ke depan.
"Kalau (serangan) terus terjadi, pihak RS Indonesia bisa krisis. Kami sekarang hanya punya satu generator yang enggak tahu juga sampai kapan (bisa digunakan)," kata Fikri.
"Sekarang, listrik hanya menyala di bagian IGD (instalasi gawat darurat) dan beberapa ruangan saja. Sedangkan rumah sakit ini merupakan titik tumpu bagi warga yang terluka karena semua dibawa ke sini."
Rumah Sakit Indonesia merupakan pusat kesehatan terbesar kedua di Gaza yang diresmikan oleh Mantan Presiden Jusuf Kalla pada 2016. Gedung empat lantai degan 110 tempat tidur tersebut dibangun dengan biaya yang seluruhnya dikumpulkan dari donasi masyarakat Indonesia yang mencapai US$8 juta (Rp125 miliar).
Pengamat Timur Tengah dan pendiri situs berita terkait Timur Tengah Albalad.co, Faisal Assegaf, menilai upaya mengirim bantuan ke Palestina lewat Rafah memang menjadi pilihan rasional bagi pemerintah Indonesia.
"Itu jalur yang paling memungkinkan. Itu pun masih tergantung kebaikan hati Israel karena bantuan yang dikirim pasti akan diperiksa ketat," ujar Faisal kepada BenarNews.
Pengamat Hubungan Internasional Universitas Paramadina Reza Widyarsa menambahkan, pemerintah memang hanya bisa mengandalkan lembaga internasional untuk menyalurkan bantuan ke Palestina, mengingat Israel mengatur ketat perihal penyaluran bantuan ke wilayah Palestina.
"Langkah Kementerian Luar Negeri sudah tepat. Daripada tidak bisa masuk, ya, lebih baik meminta bantuan lembaga tersebut," pungkas Reza kepada BenarNews.