Pemerintah Maksimalkan Peran Media Sosial Lawan Terorisme

Tria Dianti
2016.02.24
Jakarta
160224_ID_Medsos-1000 Seorang warga sedang membuka Facebook di warung internet di Jakarta, 2 Februari 2012. Indonesia akan memaksimalkan peran media sosial untuk melawan pengaruh paham radikalisme dan terorisme.
AFP

Pemerintah akan memaksimalkan peran media sosial untuk membendung pengaruh paham radikalisme dan terorisme. Hal itu ditempuh seiring maraknya perekrutan pendukung kelompok terorisme dengan memanfaatkan media sosial.

Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki, menyebutkan bahwa Indonesia mengajak semua perusahaan media sosial, terutama Facebook dan Twitter, untuk ikut bersama memerangi terorisme dan radikalisme melalui pesan perdamaian dan toleransi.

“Jika dilihat ISIS memang kerap kali menggunakan sosial media untuk merekrut anak muda bergabung dalam jaringan tersebut. Saya kira hal yang sama mestinya juga kita lakukan untuk memproteksi anak muda kita dari propaganda mereka,” ujarnya usai jumpa pers di Kantor Staf Kepresidenan, Rabu, 24 Februari 2016.

ISIS adalah kelompok Negara Islam Irak dan Suriah. Meski dilabel sebagai kelompok teroris, tapi sebagian warga mendukungnya. Belasan simpatisan ISIS sudah dijebloskan ke penjara dan puluhan lainnya sedang dalam proses hukum. Malah, 329 warga Indonesia diperkirakan telah berada di Suriah untuk bergabung dengan ISIS.

Teten menambahkan bahwa Presiden Joko Widodo, saat bertemu CEO Facebook Mark Zuckerberg di Amerika Serikat dua pekan lalu, menyampaikan harapannya agar Facebook dapat membendung paham-paham radikalisme dan terorisme dengan memperkuat pesan perdamaian dunia.

Begitupun saat bertemu CEO Twitter, Jack Dorsey, Jokowi mengakui peran penting Twitter dalam demokrasi digital yang dapat menyebarkan berbagai nilai positif bagi masyarakat.

Presiden berharap Twitter dapat meningkatkan kerjasama dengan Indonesia dalam menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan seperti tanggap bencana dan menguatkan penyebaran pesan toleransi, moderasi, dan perdamaian.

Menurut Teten, ajakan Jokowi itu disambut baik oleh para bos perusahaan media sosial itu. “Akan tetapi diperlukan pembahasan lebih lanjut lagi. Belum bisa saya katakan sekarang,” ujarnya.

Meski didesak bagaimana sebenarnya langkah konkret yang dilakukan pemerintah untuk membendung paham radikalisme dan terorisme bagi masyarakat, terutama generasi muda, Teten enggan menjelaskannya.

Twitter sendiri pada 5 Februari melalui cuitannya mengatakan telah membekukan lebih dari 125.000 akun yang mengancam atau mempromosikan terorisme dalam situs media sosial tersebut. Sebagian besar dari akun tersebut adalah pendukung ISIS.

Perlu dukungan masyarakat

Pemerintah dilihat belum maksimal dalam membendung paham aliran garis keras melalui media sosial.

Teuku Farhan, seorang ahli teknologi informasi di Aceh menyebutkan, dari 80 juta pengguna internet di Indonesia, paling banyak pengakses media sosial, khususnya Facebook. Selain itu, media sosial tak ada filter, sehingga sangat potensial digunakan kelompok radikal untuk memengaruhi paham mereka.

“Malah, postingan kelompok radikal di media sosial sering dikutip dan menjadi berita di media mainstream. Dengan begitu secara tidak langsung media mainstream telah ikut menjadi bagian dari kampanye mereka,” ujar Farhan dalam sebuah diskusi di Banda Aceh, 18 Desember lalu.

Teten membenarkan bahwa penggunaan pesan di sosial media sangat digemari di masyarakat. Untuk itu, kata dia, perlu ada dukungan dari seluruh komponen masyarakat untuk melawan radikalisme.

“Pentingnya itu, menyebarkan nilai tentang pemahaman toleransi dan moderat tidak bisa dari satu tempat. Harus dari berbagai penjuru. Nah yang kita imbau bagaimana pesantren, tokoh ulama, gereja dan komunitas-komunitas lain ambil bagian dalam menyebarkan nilai-nilai toleransi melalui sosial media,” ujarnya.

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib menyebutkan, perang melawan terorisme melalui media sosial akan efektif jika masyarakat aktif menggunakan dan menyebarkan pemikiran deradikalisme di media sosial.

“Ini bukan tugas aparat keamanan dan pemerintahan saja, namun juga masyarakat,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Selama ini, ujarnya, teknologi siber sangat efektif dalam menyampaikan ide melalui Instagram, Facebook dan Twitter. Ini mengakibatkan perebutan pengaruh terhadap supporter dan viewer yang melihat pesan disampaikan.

“Jika mereka menyebarkan isu melenceng, kita harus lawan dengan ide pesan moral damai. Ini harus digerakkan oleh masyarakat itu sendiri,” tutur Ridlwan.

Dia menambahkan gerakan dukungan seperti memberi hashtag masih sangat minim dan belum terkordinasi dengan baik.

Dia berharap pemerintah membuat satuan tugas (satgas) khusus untuk memonitor media sosial.

“Facebook kita gunakan sebagai medianya, sementara satgas akan bertugas sebagai penggerak dukungan masyarakat melawan terorisme,” ujarnya.

Satgas itu juga bertugas untuk mengantisipasi pesan radikal di media sosial sehingga bisa mencegah perekrutan anggota ISIS.

“Status dan pesan yang berisi ajakan itu diblok atau dihapus,” saran Ridlwan.

Cinta buatan sendiri

Tapi pakar teknologi informasi dari Institut Teknologi Bandung, Onno Purbo yang dihubungi BeritaBenar, mengatakan untuk mengamankan Indonesia dari pengaruh paham terorisme, sebaiknya pemerintah membuat server dan jaringan telekomunikasi hasil karya anak bangsa.

Saat ini, server di Indonesia masih tergantung pada beberapa negara. “Facebook dan Twitter milik Amerika. Jadi kita tidak bisa memantau. Di sana, badan intelijen ada NSA, CIA dan FBI yang kita tidak tahu dalamnya seperti apa,” ujarnya.

Onno menambahkan kendala lain yang dihadapi Indonesia adalah kurangnya sumber daya manusia dan dana. Jumlah mahasiswa teknik di Indonesia hanya 9 persen dari total mahasiswa yang mencapai 2,5 juta mahasiswa.

“Orang berkeahlian IT sudah berkurang. Yang pintar bekerja untuk luar negeri karena mereka tidak dihargai di negeri sendiri. Pendidikan komputer saja sudah dihapuskan di sekolah,” ujarnya.

Onno mengaku siap membantu jika diminta pemerintah untuk membangun jaringan teknologi dalam melawan pengaruh terorisme di Indonesia.

“Bikin aplikasi itu gampang, di situs coding.com terdapat 6.000 programmer yang siap membantu,” katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.