Konflik Iringi Pemilihan Pimpinan Baru KPK
2019.09.13
Jakarta

Kekisruhan internal mengiringi pemilihan lima pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diputuskan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jumat dini hari, 13 September 2019.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dan salah seorang Penasihat KPK Muhammad Tsani mengundurkan diri dari jabatan masing-masing pada Jumat pagi, disusul kabar niatan serupa dari sejumlah pegawai lain komisi antirasuah tersebut.
"Saudara-saudara yang terkasih dalam nama Tuhan yang mengasihi kita semua, izinkan saya bersama ini menyampaikan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK terhitung Senin, 16 September 2019," kata Saut dalam surat elektronik pengunduran diri yang disebar kepada seluruh pegawai KPK.
Saut tak memerinci alasan mendetail pengunduran dirinya dalam surat tersebut, tetapi berharap pegawai KPK tetap berjuang, terutama dalam mengawal kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Novel Baswedan.
Hingga kini, polisi belum berhasil menangkap pelaku penyiraman air keras pada 11 April 2017 yang mengakibatkan mata kiri Novel tidak bisa melihat.
"Tetaplah semangat menjaga Indonesia dari Timur sampai Barat, seperti yang sering saya ucapkan berkali-kali di depan kepala daerah. Kita hadir untuk menjaga orang baik agar tetap baik," lanjut Saut.
Gejolak di tubuh KPK memang kian mengencang menjelang pemilihan pimpinan baru yang bakal mulai bekerja pada 21 Desember mendatang.
Firli Bahuri, Kepala Polda Sumatra Selatan, ditetapkan oleh Komisi Hukum DPR sebagai Ketua KPK periode 2019-2023 usai mendapatkan suara terbanyak dalam prosesi uji kelayakan dan pemungutan suara yang dilakukan maraton sejak Kamis siang hingga Jumat dini hari.
Pemilihan Firli ini banyak menuai kecaman karena yang bersangkutan dalam penugasan sebelumnya pernah diduga menyalahi kode etik KPK.
Dalam konferensi pers sehari sebelumnya, Saut dan Tsani mengungkapkan pelanggaran yang dilakukan Firli yakni menemui sejumlah pihak yang tengah diselidiki KPK dalam dugaan korupsi, seperti Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bahrullah Akbar.
Kesimpulan itu didapat Direktorat Pengawas Internal KPK usai merampungkan pemeriksaan terhadap mantan Deputi Penindakan KPK tersebut sejak 21 September 2018.
Dalam argumen kala diuji materi, Firli berdalih pertemuan dengan pihak yang tengah diselidiki kala bertugas di KPK merupakan perihal wajar karena tidak membahas kasus sama sekali.
BeritaBenar mencoba menghubungi Saut Sitomorang untuk mengonfirmasi alasan pengunduran dirinya --termasuk kemungkinan dipicu terpilihnya Firli sebagai pimpinan baru, namun tak beroleh balasan.
Empat pimpinan lain yang dipilih menemani Firli adalah salah seorang komisioner KPK saat ini Alexander Marwata (53 suara), hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Nawawi Pomolango (50), advokat Lili Pintauli Siregar (44), dan akademisi Nurul Ghufron (51).
Sangkal gembosi KPK
Dalam keterangannya, Jokowi menyangkal pemerintah tengah menggembosi KPK, termasuk dengan menyetujui usulan revisi Undang-undang KPK yang disorongkan DPR.
Ia mengatakan telah menolak sejumlah poin usulan parlemen yang diajukan kepadanya meski secara umum pemerintah menyetujui pembahasan revisi UU KPK dengan anggota dewan yang akan habis masa jabatannya akhir bulan ini.
"Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi inisiatif DPR yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK," kata Jokowi.
Beberapa ketidaksetujuan Jokowi, antara lain, tentang perlunya izin pihak luar untuk penyadapan.
Menurutnya, izin penyadapan itu hanya perlu didapat dari internal KPK yakni Dewan Pengawas. Rencana pembentukan Dewan Pengawas ini sendiri ditentang aktivis dan pengamat antikorupsi.
Adapula penolakan tentang keharusan penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan, keperluan KPK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk penuntutan, dan pengalihan kewenangan pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari KPK.
Sementara itu, pimpinan KPK bersama para pegawainya menggelar jumpa pers, Jumat malam, untuk menyerahkan mandat pengelolaan lembaga antikorupsi itu kepada Presiden Jokowi.
"Setelah kami mempertimbangkan situasi yang semakin genting, maka kami pimpinan sebagai penanggung jawab KPK dengan berat hati, kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK ke Bapak Presiden," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo.
Pimpinan KPK, tambahnya, menunggu respons Presiden Jokowi apakah mereka masih diberikan kepercayaan untuk memimpin KPK hingga akhir Desember atau tidak.
"Mudah-mudahan kami diajak Bapak Presiden untuk menjawab kegelisahan ini. Jadi demikian yang kami sampaikan semoga Bapak Presiden segera mengambil langkah penyelamatan," katanya.
Menurut Agus, KPK tengah diserang, khususnya terkait tidak dilibatkannya lembaga itu dalam diskusi revisi UU KPK baik oleh pemerintah maupun DPR.
Respons pegiat antikorupsi
Menanggapi susunan pimpinan baru KPK dan persetujuan Jokowi atas pembahasan revisi UU KPK di DPR, Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti menyebut itu sebagai langkah awal matinya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Tamat karena KPK menuju desain sebagai KPK yang berpura-pura ada pemberantasan korupsi," katanya kepada BeritaBenar.
"Presiden seharusnya mengambil posisi menolak revisi karena sejatinya rancangannya tidak berbeda jauh dari yang diajukan 2017, saat presiden ketika itu menolak."
Senada pernyataan aktivis Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana yang menilai terpilihnya Firli sebagai ketua KPK dan pembahasan RUU KPK sebagai pengingkaran terhadap semangat berdemokrasi Indonesia.
"Ini adalah pengkhianatan terhadap mimpi soal demokrasi Indonesia yang sehat, yang diamanatkan reformasi," katanya.
Menurut Kurnia, pegiat antikorupsi dan masyarakat sipil telah menyuarakan pemilihan pimpinan KPK yang bersih, tapi tak pernah didengar presiden maupun DPR dan malah keduanya melanjutkan pembahasan revisi UU KPK.
"Dengan kondisi seperti ini, pemberantasan korupsi kian jauh dari harapan awal yakni menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme)," ujarnya.
Pasca pengumuman kepemimpinan baru KPK, kerusuhan sempat terjadi di Gedung KPK, ketika massa yang menamakan dirinya Himpunan Aktivis Indonesia yang mendukung revisi UU KPK, membakar sejumlah karangan bunga dan merusak spanduk yang berisi penolakan akan upaya pelemahan KPK.
Protes juga terjadi di daerah lain, seperti di Sumatra Barat dimana Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) menggelar unjuk rasa di bundaran depan Gedung DPRD provinsi itu.
"Kita sedang dirundung duka. Pimpinan KPK yang terpilih tidak memiliki semangat untuk pemberantasan korupsi," kata Rifai, koordinator aksi.
Protes juga disuarakan ratusan mahasiswa dan dosen dari Universitas Andalas Padang dengan membubuhkan tanda tangan di spanduk besar dan berorasi silih berganti.
Koordinator aksi, Doko menyatakan sejak disetujui draf RUU KPK oleh semua fraksi DPR, upaya pelemahan KPK semakin terlihat.
"Jika revisi dilakukan akan langsung berdampak pada lemahnya KPK dan kemungkinan akan hilangnya lembaga pemberantasan korupsi," pungkas Doko.
M.Sulthan Azzam di Padang, Sumatra Barat, turut berkontribusi dalam artikel ini.