Pengantar Logistik Kelompok MIT Ditangkap

Aktivis pegiat HAM menyatakan ada banyak simpatisan MIT yang terus mendukung keberadaan kelompok militan itu.
Keisyah Aprilia
2019.02.14
Jakarta
190214_ID_Poso_1000.jpg Polisi memperlihatkan barang bukti milik kelompok MIT yang disita saat operasi di Poso, Sulawesi Tengah, dalam jumpa pers di Mapolda setempat, beberapa waktu lalu.
Keisyah Aprilia/BeritaBenar

Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) membenarkan telah menangkap seorang pria yang diduga jadi pengantar logistik untuk kelompok bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Meski tidak menyebutkan identitasnya, Polda mengakui, kalau penangkapan dilakukan aparat yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala pada pekan lalu.

“Iya ada. Saat ini masih diperiksa lebih lanjut,” kata Kepala Unit Penerangan Masyarakat Polda Sulteng, Kompol Sugeng dikonfirmasi BeritaBenar dari Jakarta, Kamis, 14 Februari 2019.

Menurutnya, dari hasil pemeriksaan sementara diketahui kalau simpatisan itu bekerja sebagai kurir atau pengantar logistik.

“Jadi kurir logistik untuk kelompok itu. Dia bawa beras, mie instansi, dan lainnya. Semua sudah disita,” terang Sugeng.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, kurir tersebut berinisial A alias M (29) yang berasal dari Kabupaten Poso.

Dia diketahui telah lama menjadi simpatisan MIT, tapi baru tertangkap setelah menjadi kurir Ali Kalora, kata sumber aparat keamanan yang menolak disebutkan namanya.

Ali Kalora adalah pimpinan MIT, kelompok militan yang menyatakan dukungan kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), setelah pimpinan sebelumnya, Santoso alias Abu Wardah tewas ditembak pasukan TNI, Juli 2016.

Laporan intelijen

Direktur Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPS _HAM) Sulteng, Mohammad Affandi menyebutkan, dalam laporan intelijen 2018 yang diperolehnya, ada banyak simpatisan MIT yang mendukung kelompok itu di hutan dan pegunungan Poso, Parigi Moutong, dan Sigi.

“Sebelumnya kan sudah dilaporkan intelijen untuk antisipasi simpatisan. Nah, ini sudah muncul,” katanya menanggapi penangkapan kurir tersebut.

Oleh karena itu, tambahnya, pengawasan sejumlah jalur perlu diperketat sehingga tak ada lagi pengiriman logistik kepada militan MIT.

“Bentuk dukungannya macam-macam. Salah satunya sebagai kurir logistik. Sebelumnya kan juga pernah ditangkap kurir lain,” ungkap Affandi.

Ia menyebutkan, dengan jumlah personel Satgas yang melakukan operasi saat ini terus berkurang dibanding sebelumnya, pasti akan dimanfaatkan dengan baik oleh pendukung MIT untuk beraktivitas.

“Kalau ketat tidak mungkin kecolongan. Sekarang benar-benar dimanfaatkan mereka. Buktinya ini salah satu kurir ditangkap,” tegas Affandi.

“Bisa jadi masih ada simpatisan lain akan bermunculan. Kalau ditangkap prestasi, kalau tidak kan percuma operasi ini diperpanjang lagi.”

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hery Murwono menyatakan Operasi Tinombala yang digelar sejak Januari 2016 kembali diperpanjang tiga bulan ke depan untuk memburu 14 militan MIT.

Indikasi pengikut baru

Selain menangkap kurir, Polri juga menyataka, ada seorang pengikut baru yang diduga telah bergabung dengan MIT, yaitu anak kandung Ali Kalora yang belum diketahui identitasnya.

“Ini masih kami identifikasi,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo dalam siaran persnya di Jakarta.

Dia menyebutkan, anak kandung Ali Kalora belum diketahui dengan jelas apakah datang sendiri untuk bergabung atau melalui perekrutan MIT.

“Identitasnya juga masih terus diselidiki, termasuk caranya bergabung. Apakah inisiatif sendiri, kita belum tahu,” imbuhnya.

Pasukan gabungan yang dilibatkan dalam Satgas Tinombala masih memburu Ali Kalora bersama para pengikutnya yang diperkirakan berjumlah 14 orang.

Sebelumnya, pakar dan peneliti Terorisme Asia Tenggara, Sidney Jones menyebutkan, sulit "menghabisi" sisa-sisa anggota MIT.

Ali Kalora dan pengikutnya, menurutnya, bisa bertahan karena dukungan dari jaringan lebih luas, terlebih setelah empat militan baru bergabung padahal sebelumnya polisi menyatakan jumlah mereka hanya tersisa 10 orang.

“Kelompok ini betul-betul ada, bukan rekayasa. Kalau Operasi Tinombala perlu begitu besar itu soal lain. Yang perlu lebih banyak perhatian adalah anggota MIT yang masih ditahan,” ujarnya kepada BeritaBenar, Januari lalu.

Sebelumnya Polri telah mengultimatum kelompok Ali Kalora supaya menyerahkan diri sebelum tanggal 29 Januari 2019.

Ultimatum itu, salah satunya ditulis dalam selebaran yang disebar melalui udara dan darat di wilayah pegunungan biru, Sulawesi Tengah, yang disinyalir sebagai tempat persembunyian mereka.

Ali Kalora dan kelompoknya kembali menjadi sorotan publik setelah memenggal seorang warga di Desa Salubanga, Sausu, Parigi Moutong, pada 31 Desember lalu.

Aksi itu diduga untuk memancing aparat mendatangi lokasi karena keesokan harinya, mereka menembaki polisi yang hendak mengevakuasi korban sehingga dua aparat mengalami luka tembak.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.