Pengungsi Sri Lanka di Aceh Akan Ditarik ke Laut
2016.06.16
Banda Aceh

Sebanyak 44 pengungsi Sri Lanka, termasuk perempuan dan anak-anak, dibiarkan tetap berada dalam kapal meskipun sudah kandas di pinggir pantai Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, sejak Selasa, 14 Juni 2016 lalu.
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Aceh, Inspektur Jenderal Polisi Husein Hamidi ketika meninjau lokasi puluhan imigran etnis Tamil itu, Kamis, menyatakan setelah mesin kapal selesai diperbaiki, mereka akan ditarik ke tengah laut.
“Setelah kapalnya bagus, makanan cukup, BBM (bahan bakar minyak) cukup, akan kita berangkatkan mereka untuk berlayar kembali ke kampung halamannya yaitu Sri Lanka,” ujar Husein kepada wartawan.
Bagaimana caranya? dia menyebutkan akan dibantu TNI Angkatan Laut atau memakai kapal tug boat untuk menarik kapal berbendera India yang membawa puluhan migran etnis Tamil dengan tujuan awal hendak ke Australia ke tengah laut.
“Sekarang menunggu air naik. Nanti digeser. Mereka dipandu ke perbatasan. Mereka kita arahkan untuk pulang ke kampungnya,” jelas Husein.
Untuk mengeruk pasir yang menimbun kapal, sebuah bekho telah dikerahkan ke lokasi. Namun, belum diketahui kapan pengerukan dilakukan untuk mengeluarkan kapal yang kandas di pantai.
Kepala Kantor Imigrasi Banda Aceh, Herry Sudiarto menjelaskan kapal akan diarahkan ke perairan internasional. “Intinya keluar dari wilayah Indonesia,” katanya.
“Tak ada rencana (dibawa ke darat). Tetap di atas kapal. Sama saja ditampung di darat dengan di kapal. Lebih enak di kapal, mereka sudah bisa beradaptasi,” tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa pengungsi itu terdampar di perairan Aceh pada Sabtu pekan lalu setelah kapal mengalami kerusakan mesin. Setelah sempat diperbaiki dan dipandu ke tengah laut pada Minggu sore, kapal itu kembali lagi ke perairan Aceh.
Akibat ombak besar dan angin kencang yang melanda perairan Samudera Hindia telah membuat kapal besi berukuran 17 x 5 meter diterjang ombak ke pinggir pantai, Selasa. Meski sudah tiga hari di bibir pantai, para pengungsi tidak diizinkan turun ke daratan.
Bantu makanan
Sejauh ini, bantuan makanan dan air bersih tetap disalurkan kepada para migran etnis Tamil itu. Petugas juga membagikan nasi bungkus kepada pengungsi untuk makan siang. Untuk bisa naik ke dalam kapal harus menggunakan tangga kayu yang disandarkan ke badan kapal.
Ketika ditanya kenapa tidak melibatkan Komisioner Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) dalam penanganan para migran itu, Husein menjawab, “Pemerintah Provinsi Aceh membantu dalam rangka kemanusiaan. Kita membantu BBM, membantu makanan, membantu kesehatan.”
Menyangkut pendataan, dia menjawab, hal itu sudah dilakukan petugas imigrasi. Pada Kamis, sejumlah petugas Imigrasi naik ke kapal. Mereka tampak mendata pengungsi dan memotret mereka satu per satu.
“Ini berkaitan orang asing, ya Imigrasi. Mengecek, karena mereka tidak ada kelengkapan sama sekali, tidak ada surat-surat, tidak ada dokumen, jadi tetap dalam pengawasan imigrasi,” kata Husein.
Seorang petugas UNHCR dan beberapa staf Organisasi Internasional untuk Migran (IOM) sejak dua hari lalu sudah berada di lokasi. Mereka tak berbuat apa-apa karena tidak ada akses. Mereka hanya memantau proses penanganan yang dilakukan otoritas Indonesia.
Petugas Imigrasi sedang mendata pengungsi Tamil, Sri Lanka, di atas kapal yang kandas di pantai Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, 16 Juni 2016. (Nurdin Hasan/BeritaBenar)
Desakan Amnesty
Direktur Amnesty Internasional untuk kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, Josef Benedict dalam pernyataan yang diperoleh BeritaBenar, Kamis, mendesak Pemerintah Indonesia mengizinkan pencari suaka Tamil, termasuk seorang wanita hamil dan sembilan anak-anak, turun ke darat dan bertemu petugas UNHCR.
“Orang-orang ini telah mengalami perjalanan panjang dan sulit. Sekarang mereka telah mencapai tanah di Aceh, mereka harus diizinkan turun dan bertemu pejabat UNHCR," kata Benedict.
Seharusnya, tambah dia, pihak berwenang Indonesia memberikan kesempatan kepada UNHCR untuk menginterview para pengungsi untuk memastikan kebenaran klaim akan identitas mereka.
"Pengungsi dan pencari suaka sering bepergian tanpa dokumen identitas, seperti sering dokumen-dokumen sulit mendapatkannya atau hilang selama perjalanan. Ini tidak ada konsekuensi bagi hak orang-orang untuk mencari suaka. UNHCR harus diizinkan segera mendaftarkan mereka," tegasnya.
Menurut pernyataan itu, kapal itu mengarungi lautan dari India setelah sebelumnya para pengungsi melarikan diri dari Sri Lanka, tempat dimana minoritas Tamil mengalami kekerasan dari pasukan pemerintah pada masa lalu.
"Kami menyerukan Pemerintah Indonesia mengadopsi pendekatan yang konsisten dalam kasus ini. Tahun lalu, Indonesia mendapat banyak pujian karena menerima para pengungsi dan migran yang sangat dibutuhkan selama boat krisis Andaman Sea. Ini akan menjadi kuburan ketidakadilan jika orang mencari perlindungan internasional akan hak mereka untuk mencari suaka diabaikan di Indonesia, " kata Benedict.
Seperti diketahui tahun 2015, ribuan pengungsi etnis Rohingya, Myanmar, dan pencari kerja Bangladesh diselamatkan di Aceh setelah mereka terombang-ambing berbulan-bulan di laut.
Sebagian besar pengungsi Rohingya telah melarikan diri ke Malaysia setelah ditampung di Aceh. Jumlah mereka yang tersisa di pengampungan di Aceh hanya sekitar 250 orang lain. Sedangkan warga Bangladesh sudah dipulangkan ke negaranya.