Sebanyak 36 Pengungsi Rohingya yang Diselamatkan Akhir Tahun Lalu Kabur dari Kamp Aceh

Pengungsi diduga kabur menuju Malaysia dengan perantara sindikat perdagangan orang.
Tria Dianti
2022.02.08
Jakarta
Sebanyak 36 Pengungsi Rohingya yang Diselamatkan Akhir Tahun Lalu Kabur dari Kamp Aceh Para perempuan Rohingya di kamp penampungan di Desa Meunasah Mee di Lhokseumawe, Aceh, 20 Januari 2022.
AFP

Lebih dari sepertiga pengungsi Rohingya yang diselamatkan dari lepas pantai di Aceh Utara pada Desember tahun lalu, telah melarikan diri dari kamp karantina, memicu kekhawatiran mereka dikelabui sindikat perdagangan orang, demikian pejabat setempat melaporkan.

Marzuki, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Pengungsi Rohingya Kota Lhokseumawe mengatakan hingga pekan ini, tercatat telah ada 36 pengungsi yang melarikan diri dari tenda pengungsian secara bertahap sejak pertengahan Januari 2022.

“Tidak sekaligus 36 pengungsi langsung semua melarikan diri. Tidak. Satu persatu mereka itu lari. Mereka lari dari pintu belakang dengan cara dibobol, dalam sebulan setengah ini sudah lima kali mereka melarikan diri,” kata Marzuki kepada BenarNews melalui sambungan telepon, Selasa (8/2).

Ia merinci pelarian pertama terekam pada 18 Januari 2022 sebanyak 8 orang, pelarian kedua pada 30 Januari sebanyak 4 orang, lalu pada 31 Januari sebanyak 9 orang. Pada 1 Februari sebanyak 8 orang dan terakhir pada pekan lalu sebanyak 7 orang.

“Dari 36 yang kabur, 35 merupakan perempuan dan 1 laki-laki,” katanya.

Marzuki belum bisa memastikan ke mana kaburnya puluhan pengungsi itu, namun menduga mereka diming-imingi oleh sindikat perdagangan orang untuk diseberangkan ke tujuan asal mereka ke Malaysia.

“Kita tidak mengharapkan kedatangan mereka. Tujuan mereka memang bukan kemari tapi ke Malaysia, tapi kita tidak tahu persis ke mana mereka pergi,” kata Marzuki.

Pejabat setempat juga telah membentuk satuan tugas (Satgas) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) khususnya untuk menangani persoalan pengungsi Rohingnya, kata Marzuki. Dugaannya, sindikat ini melibatkan warga negara Indonesia.

“Ada orang-orang yang menjadi penghubung. Oleh karenanya masyarakat agar diimbau tidak ikut-ikutan dalam hal sindikat ini karena berpotensi untuk terlibat dalam tindak kriminal dan pelanggaran hukum,” katanya.

Reza Maulana, Ketua Yayasan Geutanyoe Aceh, sebuah lembaga kemanusiaan menyayangkan peristiwa ini terus berulang terjadi. Seharusnya, ujar dia, pihak terkait seperti badan pengungsi PBB (UNHCR) bisa lebih cepat untuk mengambil langkah untuk proses penempatan mungkin bisa mencegah.

“Agar peristiwa ini tidak terulang lagi, maka kita harus berpikir komprehensif, stakeholder yang berhubungan dengan mereka harus lebih responsif dan lebih cepat, khususnya UNHCR agar lebih cepat mendata mereka, mengurusi resettlement country, sehingga ada progressnya yang jelas,” kata Reza ketika dihubungi.

Ia mengatakan pengungsi Rohingya pada dasarnya memiliki hak untuk berpindah dan memiliki mobilitas yang sama dengan manusia lainnya.

“Pada prinsipnya mereka bukan tahanan dan punya hak untuk keluar. Terkadang karena ga punya peraturan yang cukup kuat dalam hal pengungsi di Indonesia jadi mereka sering dimanfaatkan oleh jaringan smuggler untuk melakukan human traficking,” kata Reza.

Reza mengatakan, umumnya jaringan ini mengirim para pengungsi melalui jalur Medan di Sumatra Utara untuk menuju ke Malaysia. Malaysia menjadi tujuan pengungsi Rohingya karena komunitas Rohingya dalam jumlah besar berada di sana.

“Pengungsi cenderung menuju tempat yang banyak komunitas mereka berada. Dari 13.000 pengungsi di Indonesia, sekitar 60 persen merupakan pengungsi Afghanistan. Maka pengungsi Afghan di manapun inginnya pergi ke Indonesia untuk transit. Sementara mayoritas pengungsi Rohingya ada di Malaysia, jadi tujuan mereka inginnya ke Malaysia,” tukas Reza.

Para pengungsi Rohingya belajar di kamp pengungsi di Desa Meunasah Mee di Lhokseumawe, Aceh, 18 Januari 2022. (AFP)
Para pengungsi Rohingya belajar di kamp pengungsi di Desa Meunasah Mee di Lhokseumawe, Aceh, 18 Januari 2022. (AFP)

Jalur tak biasa

Juru Bicara UNHCR di Indonesia, Mitra Salima Suryono mengakui adanya beberapa pengungsi yang meninggalkan tempat penampungan meskipun telah ada penjagaan dari petugas keamanan.

“Staf UNHCR dan mitra kerja kami telah berulang kali memberikan konseling kepada para pengungsi, mengenai risiko yang dapat mereka temui apabila mereka bepergian secara tidak teratur (ireguler),” kata Mitra kepada BenarNews.

Ia menjelaskan, pengungsi memang sering menempuh jalur yang berisiko karena tidak adanya opsi bepergian yang legal bagi mereka untuk berkumpul dengan keluarganya. Menurutnya, sebagian besar pengungsi memiliki keluarga inti di negara-negara tetangga lainnya.

“Bahwa wanita, anak-anak dan pria yang rentan seperti mereka tetap menempuh perjalanan yang berbahaya tersebut, bahkan dengan mengetahui risiko yang dapat mereka hadapi, sekali lagi menggarisbawahi pentingnya jalur alternatif yang aman dan sesuai hukum,” kata dia.

Pihaknya berjanji akan terus melanjutkan koordinasi dan diskusi dengan pihak otoritas yang relevan serta mitra kerja UNHCR untuk memastikan penjagaan selalu ada di lapangan.

“Hal yang terpenting bagi kami adalah memastikan agar para pengungsi memperoleh kehidupan yang berwibawa hingga solusi jangka panjang dapat ditemukan bagi mereka,” katanya.

Untuk jangka panjang, UNHCR berharap bahwa negara-negara di kawasan ini dapat melebarkan akses jalur yang legal, termasuk skema untuk penyatuan keluarga, pendidikan dan mobilitas tenaga kerja.

Sementara itu, Marzuki di Aceh menambahkan, pasca-kaburnya puluhan pengungsi, pihaknya telah memperketat pengamanan di sekitar lokasi pengungsi tinggal antara lain adanya penjagaan pihak TNI - Polri dan Satgas TPPO.

“Kami juga telah memasang empat unit CCTV dan beberapa lampu sorot yang mengarah ke lokasi rawannya mereka kabur,” lanjutnya.

Pada akhir Desember tahun lalu, sekitar 105 pengungsi, sebagian besarnya merupakan anak-anak, terdampar di perairan Aceh Utara karena mesin kapal mengalami kerusakan dan diselamatkan nelayan setempat.

Marzuki mengatakan, tiga pengungsi kembali datang ke Aceh Utara melalui jalur darat selang dua minggu dari kedatangan ratusan pengungsi Rohingya itu. Dengan kaburnya 36 orang, sisa pengungsi Rohingya yang tinggal ditambung di kamp pengungsian di Lhokseumawe saat ini berjumlah 72 orang.

Merujuk data Badan PBB yang menangani pengungsi UNHCR, setidaknya 665 pengungsi Rohingya berlindung di Indonesia per Oktober 2021. Mereka tersebar di enam kota, salah satunya Jakarta. Dari keseluruhan angka tersebut, 62 persen laki-laki, 38 persen perempuan, dan sisanya anak-anak dan bayi.

Indonesia bukan menjadi negara tujuan para pengungsi, sebut laporan UNHCR. Mereka menjadikan Indonesia sebagai persinggahan sebelum berangkat ke negara ketiga seperti Malaysia atau Australia.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.