Gubernur Jateng Minta Maaf atas Penangkapan Warga Penolak Tambang Batu
2022.02.09
Klaten, Jawa tengah

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Rabu (9/2), meminta maaf dan menyatakan bertanggung jawab atas kericuhan yang berujung pada penahanan lebih dari 60 warga yang kini telah dibebaskan, yang menolak penambangan batu di daerah mereka yang akan digunakan sebagai material pembangunan waduk di Kabupaten Purworejo.
Ratusan aparat gabungan Kepolisian dan TNI yang diterjunkan untuk mengamankan proses pengukuran lahan di Desa Wadas pada Senin dan bentrok dengan warga yang berkumpul untuk menolak rencana penambangan batu andesit di tanah yang menurut mereka merupakan lahan penghidupan, kata kepolisian dan aktivis.
“Saya ingin menyampaikan minta maaf kepada masyarakat, wabil khusus masyarakat Purworejo, wabil khusus masyarakat Desa Wadas,” kata Ganjar dalam keterangan pers virtual.
“Karena kejadian kemarin mungkin ada yang betul-betul tidak nyaman. Saya minta maaf dan saya bertanggung jawab,” tambahnya.
Ganjar mengatakan dia, kepolisian, TNI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sepakat untuk membebaskan mereka yang ditangkap.
Akun Instagram Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia menyatakan bahwa pada Rabu (9/2) sekitar pukul 16.30 WIB sejumlah 67 orang, 13 diantaranya anak-anak, yang sempat ditahan Polres Purworejo sudah berhasil kembali ke Desa Wadas.
“Hal tersebut karena tuduhan-tuduhan kepada warga tidak terbukti, selain itu juga berkat penanganan tim kuasa hukum dan seruan tekanan solidaritas dari berbagai titik,” demikian pernyataan LBH melalui akunnya yang mengajak masyarakat untuk terus mendukung warga desa tersebut dalam melindungi lingkungan dan ruang hidup mereka.
Listrik yang sempat padam sehari sebelumnya juga sudah kembali menyala pada Rabu sore.
Menurut warga yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, kegiatan penambangan dikhawatirkan akan merusak lingkungan, terutama mengganggu sumber mata air yang mengairi lahan persawahan mereka.
Penambangan batuan andesit ini nantinya akan digunakan sebagai material utama pembangunan Waduk Bener, sekitar 11 kilometer dari lokasi penambangan batu andesit di Desa Wadas, yang merupakan proyek milik pemerintah yang menggunakan APBN.
Proyek ini dikerjakan oleh tiga BUMN sekaligus, yakni PT Brantas Abipraya, PT Pembangunan Perumahan, dan PT Waskita Karya. Proyek berlokasi di Kabupaten Purworejo yang berjarak.
Waduk ini adalah proyek strategis nasional pemerintah yang menjadi bagian dari program mendukung ketahanan pangan. Waduk Bener nantinya bisa menjadi sumber pengairan untuk 15.069 hektar lahan persawahan dan mengurangi banjir serta bisa dimanfaatkan sebagai salah satu sumber energi listrik, demikian kata Gubernur Ganjar.
Waduk akan memiliki tinggi 159 meter, panjang 543 meter, lebar bawah 290 meter, dan berada di Kawasan seluas 590 hektar dengan kapasitas tampungan air diperkirakan 100,94 juta meter kubik.
Perwakilan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Tengah menegaskan tak ada pengambilalihan paksa lahan milik warga dan mereka akan mendapat ganti rugi, demikian laporan media.
Walaupun demikian, Julian Dwi dari LBH Yogyakarta, mengatakan bahwa persoalannya tidak semudah itu.
“Persoalan tanah di Wadas itu tidak sesempit persoalan antara pemilik lahan, bukan pemilik lahan, tetapi tanah ini menjadi penghidupan dan bermanfaat sampai ke anak cucu nanti,” demikian Julian saat dihubungi BenarNews.
Julian mengatakan insiden pengukuran lahan di Wadas bermula dari masuknya ratusan aparat kepolisian ke Desa Wadas sejak Senin dan mendirikan tenda di Lapangan Kaliboto yang berlokasi di belakang kantor Polsek Bener.
Pada Senin malam, Desa Wadas mengalami pemadaman listrik.
Keesokan paginya, warga kesulitan berkomunikasi karena ada indikasi sinyal telepon dimatikan. Pada hari Selasa itu juga ratusan polisi bersenjata membawa anjing-anjing pelacak melakukan apel di Lapangan Kaliboto. Kemudian puuhan anggota tim pengukur dari kantor BPN Purworejo memasuki Desa Wadas dengan didampingi sekitar 250 petugas gabungan kepolisian dan TNI.
Kepolisian juga mencopoti poster-poster penolakan kegiatan penambangan. Siang harinya, mereka mengepung masjid dan mulai melakukan penangkapan terhadap warga, demikian menurut LBH Yogyakarta.
Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi dalam konferensi persnya mengatakan kehadiran mereka di lokasi atas permintaan BPN saat melakukan pengukuran terhadap tanah warga yang setuju atas proyek penambangan andesit di wilayah itu.
Dia menjelaskan, bahwa tidak ada penangkapan melainkan menurutnya itu adalah cara polisi untuk menghindari terjadinya benturan antara warga yang setuju dengan yang menolak pengukuran sehingga mereka harus mengamankan sejumlah orang ke kantor polisi.
Dalam keterangannya kepada wartawan pada Rabu pagi melalui zoom, Julian menyampaikan bahwa situasi di Desa Wadas masih belum normal. Warga masih belum berani keluar rumah karena masih merasa ketakutan dengan kejadian pada hari sebelumnya.
Selain itu, pihak kepolisian juga melakukan razia sampai ke rumah-rumah warga untuk melakukan pengecekan piranti komunikasi elektronik. Warga yang sebelumnya tergabung dalam grup-grup WhatsApp solidaritas Desa Wadas juga meninggalkan grup karena adanya razia tersebut.
Kuasa hukum juga kesulitan untuk bisa masuk ke Mapolres Purworejo karena mereka harus melakukan tes usap COVID-19 terlebih dulu untuk bisa masuk ke sana.
“Ini seperti standar ganda, kami harus melakukan [tes] swab, tetapi mereka tidak,” ujar Julian.
Sementara itu, puluhan orang yang menyebut diri mereka Aliansi Solidaritas untuk Wadas mendatangi Kepolisian Daerah (Polda) Istimewa Yogyakarta untuk menggelar aksi demonstrasi. Mereka mengecam tindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam insiden pengukuran lahan.
“Aksi kami yang dilakukan di Polda kali ini menjadi sesuatu yang penting untuk mengingatkan kembali kepada kepolisian untuk tidak melakukan tindakan yang represif,” ujar Era Hareva dari LBH Yogyakarta yang turut serta dalam demonstrasi pada Rabu siang itu.
Aksi juga dilakukan di temppat lain seperti di Kantor Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, Depok, Yogyakarta.
Belum ada informasi bagaimana pengaruh dari protes warga tersebut atas penambangan batu di wilayah mereka dan terhadap pembangunan Waduk Bener yang konstruksinya telah dimulai sejak tahun 2018, dan direncanakan rampung pada tahun 2023 itu.