Perempuan Calon Pengebom Istana Negara Dihukum 7½ Tahun Penjara
2017.08.28
Jakarta

Dian Yulia Novi (28), perempuan yang berencana melancarkan aksi bom bunuh diri saat pergantian pasukan pengamanan presiden di depan Istana Negara pada akhir Desember 2016 akhirnya divonis 7 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Vonis dibacakan majelis hakim, Jumat pekan lalu, dalam persidangan yang tak dihadiri wartawan. Putusan terhadap Dian semestinya dibacakan pada pekan ini.
"Hakim mempercepat karena Dian akan melahirkan," kata Kamsi, seorang kuasa hukum terdakwa kepada BeritaBenar, Senin, 28 Agustus 2017, "saya juga kaget. Karena agenda Jumat itu sebenarnya pembelaan."
Dian saat ini memang tengah hamil tua. Dokter memprediksi Dian akan melahirkan pada 2 September mendatang.
Dalam pertimbangan putusannya, hakim Syafrudin Ainor Rafiek menilai bahwa Dian telah terbukti secara sah melakukan pemufakatan jahat dan percobaan tindak pidana terorisme.
Dalam persidangan pada 23 Agustus lalu, jaksa menuntut Dian untuk dihukum penjara selama sepuluh tahun.
"Bomnya sudah ada di rumah, kan? Hanya pelaksanaan yang belum," kata Syafrudin menjelaskan pertimbangannya, saat dihubungi BeritaBenar, Senin.
"Sehingga unsur pemufakatan jahat dan percobaan tindak pidana terorisme sudah terbukti secara sah dan meyakinkan. Karena kegagalan ada di luar kontrol mereka."
Selain Dian, majelis hakim dalam persidangan sama juga menjatuhkan hukuman terhadap Tutin Sugiarti, perempuan yang mengenalkan Dian dengan suaminya, Muhammad Nur Solikin (26), yang sebelumnya dirujuk oleh polisi sebagai Muhammad Nur Solihin.
Keduanya dikenalkan Tutin pada September 2016. Sebulan kemudian, Solikin dan Dian menikah secara muamalah atau jarak jauh dengan cara ijab kabul diwakilkan kepada wali hakim.
Dikutip dari berkas dakwaan, pernikahan ini bertujuan untuk melancarkan amaliyah, atau aksi teror yang telah dipendam Dian sejak masih bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia di Taiwan, medio 2015.
Tutin divonis 3,5 tahun penjara, lebih kecil dari tuntutan jaksa yang menginginkan dia dihukum selama lima tahun.
Atas vonis terhadap Dian dan Tutin itu, Kamsi mengaku dapat menerimanya.
“Sudah dikurangi. Kan (dalam pembelaan) juga berharap hukuman dikurangi," kata Kamsi.
Dian ditangkap aparat Detasemen Khusus Antiteror Mabes Polri di kamar kontrakannya di kawasan Bekasi, Jawa Barat, pada 10 Desember 2016 atau sehari sebelum rencana peledakan bom di depan Istana Negara. Di kamar yang sama, polisi menemukan bom panci yang siap diledakkan.
Dian Yulia Novi (kiri) dan suaminya Nur Solikin dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, 23 Agustus 2017. (Arie Firdaus/BeritaBenar)
Persidangan Solikin
Selain Dian dan Tutin, dalam persidangan 23 Agustus lalu, jaksa juga menuntut suami Dian, Muhammad Nur Solikin, 15 tahun penjara, dan terdakwa keempat, Agus Supriyadi, 8 tahun penjara.
Dalam rencana teror itu, Solikin, salah satu pemimpin sel kelompok militan di Solo, berperan sebagai pembuat bom. Instruksi pembuatan bom diakui Solikin didapatnya dari Bahrun Naim, warga negara Indonesia simpatisan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang kini berada di Suriah.
Bahrun pula yang disebut aparat kepolisian sebagai dalang beberapa aksi teror di Tanah Air, salah satunya penembakan dan bom bunuh diri di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, yang menewaskan delapan orang --termasuk empat pelaku-- pada 14 Januari 2016.
Sedangkan, Agus berperan sebagai penyewa mobil yang digunakan untuk membawa bom yang telah dibuat Solikin dari Solo ke Jakarta.
Solikin dan Agus ditangkap Densus 88 Mabes Polri pada hari yang sama dengan penangkapan Dian. Mereka berdua diamankan aparat Densus saat melintasi daerah Pondok Kopi di Jakarta Timur, seusai menyurvei wilayah seputaran Istana Negara.
Solikin dan Agus dijawalkan bakal membacakan pembelaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 6 September mendatang.
Hukuman tertinggi
Berdasar catatan pengamat terorisme dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), Adhe Bhakti, hukuman 7,5 tahun penjara terhadap Dian adalah vonis penjara tertinggi yang pernah dijatuhkan pengadilan terhadap perempuan yang terlibat dalam kasus terorisme.
"Tapi wajar jika melihat peran, keterlibatan, dan lokasi sasaran aksinya," kata Adhe kepada BeritaBenar.
Menurutnya, perempuan yang terlilit tindak pidana terorisme selama ini kerap kali hanya dijerat dengan pasal tentang bantuan atau kemudahan berupa menyembunyikan pelaku atau informasi tindak pidana terorisme.
Hal ini pernah menimpa Munfiatun, janda Noordin Muhammad Top, teroris yang ditengarai berada di balik serangkaian pemboman di Indonesia; atau Umi Delima alias Jumiatun, janda mendiang pimpinan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso.
Munfiatun yang ditangkap tak lama usai insiden ledakan bom di depan Kedutaan Besar Australia di kawasan Kuningan Jakarta Selatan pada tahun 2004 divonis tiga tahun penjara karena terbukti bersalah dengan menyembunyikan informasi keberadaan suaminya.
Sementara Jumiatun dikenai hukuman 2 tahun 3 bulan penjara dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Mei lalu.
"Ini (Vonis Dian) adalah yang pertama. Belum pernah ada yang setinggi ini," pungkas Adhe.