Perempuan Simpatisan ISIS Divonis Dua Tahun Delapan Bulan Penjara
2019.02.06
Jakarta

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu, 6 Februari 2019, menjatuhkan hukuman 2 tahun 8 bulan penjara kepada Dita Siska Millenia (18 tahun), perempuan simpatisan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Ia dianggap terbukti melakukan pemufakatan jahat dan percobaan perbantuan tindak pidana terorisme tak lama setelah kerusuhan pecah di rumah tahanan (Rutan) Markas Komando (Mako) Brimob Kelapa Dua di Depok, Jawa Barat, pada Mei 2018.
"Setelah mendapatkan kabar kerusuhan di grup perpesanan WhatsApp, terdakwa bersama Siska Nur Azizah mendatangi Mako Brimob dengan tujuan membantu ikhwan (tahanan kasus terorisme) di sana," kata hakim ketua Jootje Sampaleng saat membaca amar putusan.
"Siska Nur Azizah juga membawa gunting untuk berjaga-jaga, sehingga majelis berkesimpulan dakwaan tepenuhi secara sah dan meyakinkan."
Siska Nur Azizah (21) kini masih menjalani persidangan di pengadilan yang sama, atas tuduhan sama, melakukan pemufakatan jahat dan percobaan perbantuan tindak pidana terorisme seperti termaktub di Pasal 15 junto 7 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dita Siska dan Siska Nur Azizah ditangkap polisi pada 12 Mei 2018 atau dua hari usai kerusuhan di rutan yang menampung 155 orang tersebut tuntas dipadamkan, tatkala hendak menunaikan salat subuh di sebuah musala tak jauh dari Mako Brimob.
Kerusuhan selama lebih dari 40 jam sejak 8 Mei 2018 tersebut menewaskan lima polisi dan seorang tahanan kasus terorisme.
Dalam pernyataan pada Juli lalu, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, anak buahnya memang telah menangkap delapan orang --termasuk Dita Siska dan Siska Nur Azizah-- yang dikatakan berniat menyerang anggota kepolisian usai insiden Mako Brimob itu.
Seorang lainnya telah dinyatakan tewas, yakni Tendi Sumarno. Ia ditembak usai menusuk Brigadir Kepala Marhum Frence di salah satu pos penjagaan Mako Brimob pada Kamis malam, 10 Mei 2018.
Total, Detasemen Khusus Antiteror 88 Mabes Polri menangkap sekitar 350 orang terduga teroris usai kerusuhan Mako Brimob.
Sangkal niat menyerang
Vonis majelis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menginginkan Dita dihukum 3 ½ tahun penjara.
Atas putusan ini, Dita lewat kuasa hukumnya Kamsi belum menentukan sikap, apakah akan menganjukan banding atau menerima vonis pengadilan.
"Masih pikir-pikir," kata Kamsi kepada BeritaBenar.
Dalam berkas pembelaan berjumlah tiga halaman yang dibacakan pada persidangan sebelumnya, Dita menyangkal berniat menyerang polisi, memanfaatkan momentum kerusuhan di Mako Brimob.
"Yang ada sebenarnya, saya ingin mencari informasi tentang kebenaran pemindahan narapidana terorisme ke Nusakambangan. Untuk memenuhi penasaran saya yang saat itu terkendala akses informasi yang valid," katanya.
Maka, ia pun menilai jerat dugaan pemufakatan jahat dan percobaan perbantuan tindak pidana terorisme sebagai perihal yang mengada-ada.
"Apa yang saya lakukan tidak menyebabkan suasana teror sedikitpun. Jika saya berniat melakukan teror, tentunya saya sudah melakukan perlawanan kepada aparat saat penangkapan," tambahnya.
"Namun karena kami lugu dan memang baik-baik saja, tidak ada niat jahat sedikit pun, maka saya ikuti arahan polisi yang ternyata malah menjerumuskan kami ke dalam tindak pidana terorisme."
Dipengaruhi Aman Abdurrahman
Sebelumnya dalam dakwaan, jaksa menyebut bahwa Dita berbaiat atau menyatakan sumpah setia kepada Abu Bakar al-Baghdadi dan ISIS, pada 2016.
Disebutkan bahwa ketertarikannya dimulai setelah membaca sejumlah buku dan tulisan dukungan terahdap ISIS yang bertebaran di internet, salah satunya Millah Ibrahim yang ditulis terpidana mati kasus terorisme Aman Abdurrahman.
"Ia tidak pernah mengikuti pengajian offline," kata pengamat Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR) Adhe Bhakti kepada BeritaBenar, November lalu.
Aman divonis mati, Juni tahun lalu, setelah terbukti terlibat dan mendorong sejumlah aksi teror di tanah air, seperti serangan bom di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, pada Januari 2016 dan aksi bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Mei 2017.
Dita bukan perempuan pertama yang dijatuhi hukuman sehubungan dengan terorisme di Indonesia. Pada Agustus 2017, Dian Yulia Novi (28) dihukum 7 ½ tahun penjara atas dakwaan mempersiapkan diri sebagai pembom bunuh diri di Istana Presiden Jakarta pada Desember 2018, walaupun rencana tersebut gagal.
Dua orang perempuan bersama keluarga mereka termasuk anak-anak mereka ikut menjadi pembom bunuh diri di Surabaya pada Mei 2018 menargetkan tiga gereja dan sebuah markas polisi di kota itu.