Jokowi Rombak Kabinet, Antara Harapan dan Kecewa
2016.07.27
Jakarta

Keputusan Presiden Joko “Jokowi” Widodo merombak kabinet untuk kedua kalinya dalam dua tahun pemerintahannya, Rabu, 27 Juli 2016, disambut antara harapan dan kekecewaan.
Adanya harapan baru karena masuknya Direktur Pelaksana Bank Dunia, Sri Mulyani Indrawati yang ditunjuk jadi Menteri Keuangan sehingga diyakini akan memperkuat tim ekonomi.
Perempuan yang pernah dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia tahun 2006 itu menggantikan Bambang Brodjonegoro, yang menduduki jabatan Menteri Perencanaan Pembangunan dan Kepala Bappenas.
Sedangkan kekecewaan publik terlihat dengan ditunjuknya Jenderal (Purn) Wiranto jadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) untuk menggantikan Luhut Binsar Pandjaitan, yang digeser sebagai Menko Bidang Kemaritiman.
Pakar ekonomi dari Bank BCA, David Sumual mengatakan track record Sri Mulyani tak diragukan lagi karena dia bisa menahan dampak krisis global di Indonesia pada 2008 yang ketika itu juga menjabat Pelaksana Tugas Menteri Koordinator Perekonomian di era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Kembalinya Sri Mulyani dianggap hal positif terhadap pasar. Tercatat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Rabu, menguat hingga level 5.300. Sementara Rupiah pada perdagangan Spot Exchange Rate di pasar Asia, bergerak menguat 58 poin atau 0,44 persen ke Rp13.117 per USD. Rupiah bergerak di kisaran Rp13.107-13.167 per USD.
"Ini reaksi positif dari reshuffle kabinet. Ada confidence dari market pada Indonesia. Ada harapan besar," ujar David seraya menambahkan dalam kreadibilitas reformasi birokrasi dan berkompetensi untuk menghadapi tekanan politik maupun ekonomi.
Sebanyak delapan menteri terdepak dari kabinet. Mereka adalah Menko Kemaritiman Rizal Ramli, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dan Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan.
Selanjutnya ialah Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Djafar; Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi; Menteri Perindustrian, Saleh Husin dan Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan.
Pakar politik dari Center For Strategic and International Studies (CSIS), Tobias Basuki mengatakan, perombakan kali ini karena adanya pemenuhan akomodasi konsolidasi partai di tengah pemerintahan Jokowi – JK (Jusuf Kalla).
Jokowi mengakomudir jabatan menteri untuk Partai Golkar yaitu Erlangga Hartanto sebagai Menteri Perindustrian dan Arman Abnur dari PAN (Partai Amanat Nasisonal) menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Golkar dan PAN sudah menyatakan dukungan mereka kepada pemerintahan Jokowi.
“Ini menarik karena beberapa menteri dikenal cukup bagus diganti yang sementara orang yang belum tahu rekam jejaknya masuk dalam kabinet,” ujar Tobias kepada BeritaBenar.
“Ini lebih karena banyak persinggungan kepentingan sehingga mereka jadi mengalah untuk mengakomodasi konsolidasi politik kabinet.”
Sesuatu yang negatif
Menurut Tobias, penunjukan Wiranto bisa dianggap sesuatu yang negatif karena dia dikenal sebagai tokoh yang pernah terlibat pelanggaran HAM.
“Ini jadi permasalahan sendiri nantinya,” katanya.
Wiranto pernah didakwa oleh pengadilan PBB menyangkut kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Timur tahun 1999, tapi selalu dibantah Ketua Umum Partai Hanura itu.
Ketua Setara Institute, Hendardi menyatakan penunjukan Wiranto sebagai Menko Polhukam mengindikasikan bahwa Jokowi sama sekali tidak mempertimbangkan isu penuntasan pelanggaran HAM masa lalu sebagai variabel yang berpengaruh.
“Kehadiran Wiranto dalam kabinet hanya akan mempertebal impunitas pelanggaran HAM karena sulit bagi Wiranto memprakarsai penuntasan pelanggaran HAM berat, sementara dia diduga terkait dengan peristiwa-peristiwa itu,” ujar Hendardi dalam pernyataan pers yang diterima BeritaBenar.
Dia menambahkan janji Jokowi yang tertuang dalam Nawacita besar kemungkinan akan menemui jalan buntu.
“Sekarang rakyat pasti memahami bahwa isu HAM hanya menjadi komoditas politik Jokowi untuk menundukkan lawan politik saat berkontes dalam Pilpres 2014 dan akan berulang pada Pilpres 2019,” katanya.
Tantangan global
Dalam sambutannya di halaman Istana Merdeka Jakarta, Jokowi menjelaskan bahwa perombakan kabinet dilakukan untuk menghadapi tantangan global seperti masalah kemiskinan, kesenjangan ekonomi, perekonomian dunia yang sedang melambat, dan lapangan kerja.
"Saya tekankan, perombakan Kabinet Kerja adalah penguatan kinerja pemerintahan. Kabinet yang bekerja cepat dalam tim yang solid dan kompak, kabinet yang bekerja untuk rakyat memberikan manfaat yang nyata dan dirasakan oleh rakyat,” ujarnya.
"Saya menyadari bahwa tantangan-tantangan terus berubah dan membutuhkan kecepatan kita dalam bertindak, dalam memutuskan. Kita harus bertindak yang langsung dirasakan rakyat, yang dinikmati rakyat dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang," tegas Jokowi.
Empat menteri digeser:
1. Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
2. Bambang Brodjonegoro sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan dan Kepala Bappenas
3. Sofyan Djalil sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang
4. Thomas Trikasih Lembong sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Sembilan menteri baru:
1. Wiranto sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
2. Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan
3. Eko Putro Sanjoyo sebagai Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
4. Budi Karya Sumadi sebagai Menteri Perhubungan
5. Muhajir Effendi sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
6. Enggartiasto Lukita sebagai Menteri Perdagangan
7. Airlangga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian
8. Archandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
9. Asman Abnur sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi