Filipina, Indonesia dan Malaysia Setuju Tingkatkan Perlawanan Menumpas Terorisme

Pertemuan yang diselenggarakan oleh menteri luar negeri Filipina dimaksudkan untuk memperkuat tindakan terpadu melawan militan-militan di kawasan.
Felipe Villamor
2017.06.22
Manila
170622-trilateral-620.jpg Menteri Luar Negeri Filipina Alan Peter Cayetano (tengah) berbicara saat memberikan pernyataan bersama Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi (kiri), dan Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman sesudah pertemuan trilateral mengenai keamanan wilayah di Manila, 22 Juni, 2017.
AFP

Filipina, Indonesia, dan Malaysia pada Kamis, 22 Juni 2017 sepakat untuk berkoordinasi erat untuk menghentikan arus perpindahan senjata dan pejuang militan yang melintasi perbatasan ketiga negara, di tengah kepungan fatal oleh kelompok militan Islam di kota Marawi di selatan Filipina dan militan asing yang terinspirasi oleh Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Pertemuan yang diselenggarakan oleh Menteri Luar Negeri Filipina Alan Peter Cayetano dan dihadiri oleh rekan-rekan sejawatnya dari Indonesia dan Malaysia, dimaksudkan untuk memperkuat tindakan terpadu melawan militan-militan di kawasan.

Pertemuan itu terjadi di tengah kondisi kota Marawi yang dikepung oleh kelompok militan Abu Sayyaf dan Maute, yang didukung oleh ISIS dan telah terlibat dalam pertempuran sengit dengan militer Filipina sejak 23 Mei.

Pihak berwenang mengatakan bahwa militan-militan Filipina, yang dipimpin oleh ketua kelompok Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon, mendapat dukungan dari militan-militan asal Indonesia, Malaysia, Singapura dan Timur Tengah. Aksi mereka tersebut meningkatkan kekhawatiran bahwa ISIS telah menetapkan pendiriannya membentuk sebuah pusat basis regional di Filipina selatan yang bergolak, yang selama beberapa dekade terakhir telah menjadi basis bagi para pemberontak Muslim yang brutal.

Cayetano, bersama rekan-rekan sejawatnya dari Indonesia, Retno Marsudi, dan dari Malaysia, Anifah Aman, telah sepakat untuk meningkatkan kerja sama “untuk mengatasi ancaman bersama terorisme dan ekstremisme kekerasan yang dihadapi oleh kawasan ini,” menurut pernyataan bersama yang dikeluarkan pada akhir perundingan tingkat tinggi ini.

Polisi dan militer dari masing-masing negara akan bekerja lebih erat untuk berbagi informasi intelijen demi menggagalkan “ancaman-ancaman yang nyata, potensial dan dapat segera terjadi,” ujar pernyataan tersebut.

Mereka juga sepakat untuk membendung aliran dana terorisme, melawan propaganda dan mengatasi kondisi-kondisi mendasar seperti kemiskinan, narkoba, kriminalitas dan ketimpangan sosial yang menyulut timbulnya ekstremisme.

Melawan propaganda, pendanaan

Para menteri luar negeri mengatakan bahwa mereka juga akan bekerja sama untuk menekan propaganda teroris di dunia maya dan mencegah arus perpindahan senjata dan manusia yang melintasi perbatasan yang mudah ditembus oleh para militan yang berniat menimbulkan kekacauan.

Ketiganya juga sepakat untuk “mengadakan pelatihan khusus militer dan penegakan hukum”,  sementara narasi ekstremis harus diimbangi melalui "keterlibatan masyarakat" di mana pemimpin-pemimpin agama setempat diharapkan untuk memainkan peran.

Cayetano mengatakan hal ini adalah untuk meningkatkan kerjasama trilateral demi menghentikan "para ekstremis membangun basis operasional di kawasan Asia Tenggara."

Pada hari Kamis, komando keamanan di bagian timur Sabah di Malaysia menempatkan Hapilon dan pemimpin kelompok Lanao Negara Islam, Abdullah Maute, di antara 18 penjahat yang paling dicari yang mungkin memasuki wilayah Sabah dari Marawi.

Komando Keamanan Sabah Timur (ESSCOM) mengatakan bahwa mereka telah mendapat peringatan bahwa keduanya telah kabur dari Marawi dan berpotensi menggunakan Sabah sebagai titik transit atau tempat persembunyian.

"Sejak serangan di kota Marawi, kami khawatir mereka akan memasuki wilayah kami dengan menyamar sebagai imigran gelap atau nelayan," ujar kepala komando Wan Abdul Bari Wan Abdul Khalid.

Komitmen Jakarta

Presiden Rodrigo Duterte telah menetapkan seluruh wilayah selatan Mindanao sebagai wilyah darurat militer, dalam upayanya untuk mengalahkan militan. Hal ini adalah krisis terbesar dalam pemerintahannya yang telah berjalan satu tahun.

Dia secara terbuka mengakui bahwa pasukan keamanan Filipina mungkin telah meremehkan kekuatan senjata kaum pemberontak. Duterte juga telah membiarkan menteri pertahanannya untuk meminta bantuan intelijen penting dari Amerika Serikat, yang merupakan sekutu militer terlama Filipina dan pernah dia kecam sebelumnya ketika dia bergerak mendekat ke China dan Rusia demi menjalin hubungan yang lebih erat.

Pada Rabu malam, presiden Indonesia Joko Widodo berbicara dengan Duterte melalui telepon  untuk membahas krisis di Marawi, dan keduanya sepakat bahwa ada "kebutuhan untuk meningkatkan kerja sama demi mengatasi ancaman yang ditimbulkan oleh terorisme dan ekstremisme yang keras," ujar juru bicara kepresidenan Ernesto Abella pada hari Kamis.

Dia mengatakan kedua presiden juga membahas pentingnya pertemuan trilateral, dengan Widodo menegaskan “komitmennya untuk mendukung Filipina dalam melawan terorisme, termasuk memulihkan perdamaian dan stabilitas di Filipina Selatan."

"Presiden [Duterte] juga menyambut baik komitmen presiden Indonesia dan menekankan tekad kuat pemerintah Filipina untuk bekerja lebih erat dengan Indonesia dan negara-negara dengan pemikiran sepaham untuk mengatasi masalah-masalah ini,”

Abella mengatakan pertempuran yang terjadi sejauh ini telah mengakibatkan 276 militan, 67 tentara dan polisi serta 26 warga sipil terbunuh. Menurut beberapa pejabat setempat, beberapa warga sipil dengan jumlah yang kurang lebih sama, yang berada di pusat-pusat evakuasi, telah meninggal dunia karena sakit.

Lebih dari 1.600 warga sipil yang terjebak dalam pertempuran telah dievakuasi namun masih ada warga-warga setempat lain dengan jumlah tidak dapat dipastikan yang masih berada di wilayah peperangan. Mereka tidak dapat melarikan diri dan mulai menderita kelaparan.

Tuntas sebelum Idul Fitri?

Pasukan-pasukan yang diterjunkan melaporkan adanya “peningkatan pembakaran yang disengaja oleh para pemberontak di beberapa wilayah di kota ini,” ujar Abella.

Pihak militer mengatakan bahwa orang-orang bersenjata tersebut telah terpojok di wilayah seluas kurang lebih 20 persen dari wilayah kota Marawi, namun mereka telah memperkuat perlawanan dengan menggunakan penembak jitu, bom, dan granat berpeluncur roket dari "titik pandang" yang tetap berada dalam kendali mereka.

"Tambahkan ini dengan penggunaan bahan-bahan yang mudah terbakar serta alat pembakar lainnya," ujar Abella, sambil menambahkan bahwa para militan tersebut juga menahan warga-warga sipil dan menggunakan mereka sebagai perisai saat mereka bersembunyi di daerah-daerah termasuk di masjid.

Pemerintah Filipina telah mengatakan tujuan mereka adalah untuk menyelesaikan pertempuran sebelum perayaan Idul Fitri yang menandai akhir bulan suci Ramadan di awal minggu depan.


Colin Forsythe di Kota Kinabalu, Malaysia, ikut berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.