Jokowi Anggarkan Sekitar 13 % RAPBN untuk COVID-19, Pemulihan Ekonomi
2020.08.14
Jakarta

Pemerintah melanjutkan komitmennya untuk memulihkan ekonomi nasional dengan kembali mengalokasikan anggaran khusus untuk penanganan pandemi COVID-19 pada tahun depan, demikian pidato tahunan Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Jumat (14/8).
Sebanyak Rp356,5 triliun atau sekitar 13 persen dari Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang berjumlah Rp2.747,5 triliun akan dialokasikan untuk penanggulangan COVID-19 dan pemulihan ekonomi, mencakup penelitian dan pengadaan vaksin antivirus, perlindungan sosial untuk masyarakat, pemulihan pariwisata, ketahanan pangan, hingga insentif untuk pekerja dan pelaku usaha.
“Rancangan kebijakan APBN 2021 diarahkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19,” kata Jokowi di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8).
Dalam pidato jelang Hari Kemerdekaan ke-75 Indonesia, Jokowi mengumumkan rencana pendapatan negara sebesar Rp1.776,4 triliun dan total belanja negara Rp2.747,5 triliun. Sementara angka defisit dipatok sebesar Rp971,2 triliun atau setara 5,5 persen dari produk domestik bruto.
Proyeksi pendapatan pada tahun ini tercatat lebih rendah dibandingkan pada tahun lalu yang dipasang sebesar Rp2.221,5 triliun, namun proyeksi belanjanya lebih tinggi dari Rp2.528,8 yang dipatok tahun lalu.
Alokasi belanja tertinggi adalah untuk transfer daerah dan dana desa sebesar Rp796,3 triliun, pendidikan sebesar Rp549,5 triliun, dan infrastruktur sebesar Rp414 triliun.
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 4,5 persen sampai 5,5 persen dengan inflasi diharapkan tetap terjadi pada level 3 persen demi mendukung daya beli masyarakat.
“Ketidakpastian global maupun domestik masih akan terjadi. Program pemulihan ekonomi akan terus dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang,” kata Jokowi.
“RAPBN harus mengantisipasi ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia, volatilitas harga komoditas, serta perkembangan tatanan sosial ekonomi dan geopolitik,” tambahnya.
Di samping itu, Jokowi turut mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menjadikan pandemi sebagai momentum pembenahan diri dan bertransformasi dalam melakukan strategi besar di semua bidang dari ekonomi, kesehatan, pendidikan, hingga pemerintahan.
Jokowi menargetkan pada 25 tahun ke depan, atau saat republik genap berusia seabad, Indonesia bisa bangkit dari status negara “menengah ke atas” menjadi maju.
“Saatnya kita bajak momentum krisis untuk melakukan lompatan-lompatan besar,” ucapnya.
Kinerja perekonomian Indonesia terpukul sangat dalam pada kuartal II/2020 dengan posisi mencapai minus 5,2 persen atau makin terkontraksi dari posisi kuartal I/2020 dengan minus 2,97 persen akibat pandemi COVID-19.
Turunnya produk domestik bruto (PDB) Indonesia turut dikontribusi oleh rendahnya tingkat ekspor ke negara-negara dengan pangsa pasar terbesar seperti Amerika Serikat dan Cina pada periode waktu yang sama, sebut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Cina merupakan pangsa ekspor terbesar Indonesia dengan porsi mencapai 20,82 persen, disusul Amerika Serikat dengan 11,42 persen. Pada kuartal I/2020, kinerja ekspor Indonesia ke Cina tercatat turun hingga 6,8 persen.
“Ibarat komputer, perekonomian semua negara saat ini sedang macet, sedang hang,” kata mantan pengusaha tersebut. “Semua negara harus menjalani proses mati komputer sesaat, harus melakukan re-start, harus melakukan re-booting.”
Masih perlu stimulus
Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai patokan defisit anggaran dalam RAPBN 2021 yang mencapai 5,5 persen adalah terlalu kecil.
Piter menganggap pemerintah masih terlalu berhati-hati dalam menetapkan pelebaran defisit di tengah kondisi ekonomi yang belum pasti.
“Masih perlu berbagai stimulus. Sementara penerimaan pajak belum bisa dipaksa meningkat karena dunia usaha belum sepenuhnya pulih,” kata Piter.
Kendati demikian, Piter melihat program yang dibuat pemerintah untuk memulihkan ekonomi nasional sudah relatif baik namun tetap mendorong agar realisasinya dipercepat.
Berbeda dengan Piter, peneliti Institute for Development of Economics (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai pemerintah terlalu optimistis dan ambisius di dalam menyusun rencana keuangan untuk tahun depan.
Bhima mengganggap angka yang dipatok pemerintah tersebut tidak disesuaikan dengan kondisi ekonomi saat ini yang sangat rentan mengalami resesi.
“Apa bisa dari resesi (minus 5,32 persen) loncat menjadi 4,5 persen?” kata Bhima.
Di sisi lain, realisasi penyaluran paket stimulus untuk membantu pemulihan ekonomi masih sangat rendah. “Asumsi ini masih terlihat pemerintah overshoot atau over-optimistis,” tukasnya.
Kementerian Keuangan menyebutkan, hingga akhir Juli 2020, realisasi anggaran untuk penanganan COVID-19 melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) baru mencapai 19 persen atau sekitar Rp136 triliun dari total yang dianggarkan sebesar Rp695 triliun.
Pada Jumat, Satuan Tugas COVID-19 melaporkan penambahan 2.307 kasus terkonfirmasi COVID-19 sehingga total keseluruhannya menjadi 135.123. Sementara angka kematian menembus 6.021 dengan penambahan 53 orang dalam 24 jam terakhir.
Tolak RUU Cipta Kerja
Berbarengan dengan pidato kenegaraan Jokowi, ratusan mahasiswa dan buruh melakukan aksi unjuk rasa menentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang rencananya akan segera disahkan oleh dewan legislatif.
Seperti yang dilaporkan AntaraNews, massa berkumpul di depan Jalan Gerbang Pemuda atau di depan Gedung TVRI lantaran akses menuju Kompleks Parlemen Senayan ditutup oleh barikade kepolisian.
Jelang sore, massa memaksa untuk memasuki area depan Gedung DPR dengan membuka pembatas jalan. Demonstran juga sempat melakukan aksi bakar ban di depan Gedung TVRI agar tuntutan mereka untuk membuka akses dikabulkan aparat.
Ketua Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih mengatakan aksi demonstrasi mereka hari ini dilatari karena tidak sepakat dengan pasal-pasal di dalam RUU Cipta Kerja yang justru mengikis hak-hak pekerja.
“Ancaman hubungan kerja kontrak dan outsourcing seumur hidup, upah murah, minimnya hak cuti akan menjadi semakin nyata,” kata Jumisih dalam keterangan persnya.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Achmad Taufan Damanik dalam diskusi daring, Kamis, juga menyebut kehadiran RUU Cipta Kerja banyak menimbulkan kekecewaan dari masyarakat karena dianggap tergesa-gesa dan menutup ruang partisipasi untuk publik.
“Setelah kami kaji baik-baik, kami merekomendasikan kepada Presiden dan DPR agar tak melanjutkan pembahasan,” kata Taufan.
Pemerintah, di sisi lain, menganggap RUU Cipta Kerja adalah solusi terbaik untuk meningkatkan daya saing pekerja dan usaha Indonesia di tingkat global.
Dalam pidatonya, Jokowi turut mendorong upaya penciptaan lapangan kerja. Salah satunya dengan penyederhanaan regulasi perizinan yang merupakan salah satu klaster dalam RUU Cipta Kerja.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan bahwa DPR akan terus melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja dengan cermat, hati-hati dan transparan.
“Yang terpenting adalah mengutamakan kesinambungan kepentingan nasional, baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang,” kata Puan dalam pidato pembukaan masa sidang di Gedung DPR, Jumat.