Sulteng Daerah Paling Rawan Politik Uang
2015.09.10

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Tengah, Ratna Dewi Pettalolo menyebutkan, secara nasional, Bawaslu menetapkan Sulteng sebagai urutan pertama yang rawan politik uang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tanggal 9 Desember mendatang.
Fakta ini berdasarkan Indeks Kerawanan Pilkada (IKP) 2015 yang disusun Bawaslu untuk mengantisipasi berbagai pelanggaran dalam Pilkada Serentak di seluruh Indonesia.
IKP yang diperoleh melalui metode gabungan kualitatif dan kuantitatif tersebut memuat lima aspek kerawanan. Yaitu, aspek profesionalisme penyelenggara, politik uang, akses pengawasan, partisipasi masyarakat, dan aspek keamanan daerah.
"IKP juga memiliki target yakni adanya potret potensi pelanggaran serta rekomendasi strategi pengawasan dalam Pilkada berdasarkan indeks," papar Ratna kepada BeritaBenar Rabu 9 September.
“Sehingga, ada upaya pencegahan dini terhadap potensi kerawanan Pilkada,” tambah Ratna.
Sebab, melalui IKP sudah ditemukan masalah yang dihadapi sehingga wilayah pengawasan perlu diperkuat.
Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi yang akan mengadakan Pilkada di semua level pemerintahan. Oleh karena itu, potensi sengketa dan konflik cukup besar dibandingkan di mayoritas provinsi lain.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pilkada di Sulteng diikuti dua pasangan calon yang akan bertarung di Pemilihan Gubernur. Selain itu, Pemilihan Wali Kota diikuti oleh empat pasangan calon.
Sementara Pemilihan Bupati diikuti oleh 29 pasangan calon. Jumlah itu tersebar di tujuh kabupaten di Sulteng. Sehingga total peserta Pilkada di daerah itu sebanyak 35 pasangan calon.
Penghitungan suara berpotensi memicu kekerasan
Sementara itu pengamat Politik Universitas Tadulako Palu, Darwis, menyebut bahwa saat kampanye dan penghitungan suara adalah masa paling rawan konflik. Ketidakpuasan para pendukung calon bisa memicu terjadinya konflik kekerasan antarpendukung maupun terhadap pihak penyelanggara.
"Ini sangat besar potensinya untuk memicu konflik. Seperti di Kabupaten Tolitoli itu kan sudah terjadi," katanya kepada BeritaBenar, merujuk kepada kasus pengeroyokan terhadap Ketua KPU Tolitoli Hambali Mansyur oleh massa pendukung salah satu calon Agustus lalu.
Kemungkinan lain adalah setelah ditetapkan sebagai calon, seorang kandidat tiba-tiba menjadi tersangka. Ini bisa dianggap sebagai upaya kriminalisasi calon dan menimbulkan kemarahan pendukungnya.
Dia juga mengingatkan, perlunya diwaspadai konflik antar aktor politik. Sebab bila itu terjadi, akan menjadi embrio konflik dari para pendukung calon.
Ia juga menilai, partai politik ada yang tidak melakukan desentralisasi calonnya. Buktinya ada beberapa kasus yang justru berbeda calon dari daerah dengan pusat.
"Ini akan menjadi sumber konflik. Pusat sebenarnya tidak bertanggung jawab, padahal partai yang ada di daerah yang paling mengetahui kondisi daerahnya," jelas Darwis.
Tidak heran, tambahnya, akhir-akhir ini masyarakat sudah tidak asing dengan mendengar istilah mahar politik yang begitu mahal. Karena adanya istilah mahar yang mahal itu, akibatnya proses pencalonan seseorang lebih rumit, karena harus mengeluarkan biaya yang sangat besar.
Enam daerah di Sulteng paling rawan konflik
Sementara itu berdasarkan peta kerawanan konflik Pilkada, Tolitoli masuk sebagai salah satu kabupaten yang rawan konflik bersama Palu, Poso, Sigi, Banggai, dan Donggala. Pengamanan di keenam daerah tersebut lebih ketat.
"Perbedaanya dijumlah personel. Enam daerah itu juga dianggap rawan berdasarkan hasil intelejen kami dan beberapa kasus terdahulu," ujar Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng, AKBP Hari Suprapto kepada BeritaBenar, Selasa.
Hari menambahkan, Polda sendiri telah menurunkan sebanyak 8.024 personel untuk mengamankan jalannya Pilkada di seluruh Sulteng.
Jumlah itu, lanjutnya, belum termasuk personel yang diturunkan oleh masing-masing Polsek dan Polres di kabupaten dan kota.
Sementara itu, pasca kasus pengeroyokan terhadap Ketua KPU Kabupaten Tolitoli Hambali Mansyur tanggal 25 Agustus lalu, kepolisian juga telah memberikan pengamanan melekat kepada seluruh komisioner KPU di Sulteng.
"Personel yang disiapkan telah kami ploting untuk pengamanan, mulai dari pengamanan di seluruh kantor KPU dan ploting personel untuk mengawal perindividu komisoner KPU. Selain itu, seluruh pasangan calon peserta Pilkada juga kita berikan pengamanan yang melekat," kata Hari.
Kasus pengeroyokan itu dilakukan oleh massa pendukung salah satu pasangan calon, yang menuntut agar pasangan calon bupati dan wakil bupati saingan didiskualifikasi.
Kepada BeritaBenar Ketua KPU Sulteng Sahran Raden menyatakan sangat terbantu dengan adanya pengamanan melekat yang diberikan Polda kepada seluruh komisioner KPU.
"Sekarang kan kami tidak perlu harus segan lagi. Karena sudah ada pengawalan melekat," imbuhnya.
Sementara itu Polres Tolitoli menetapkan lima orang pelaku sebagai tersangka pengeroyokan. Mereka terbukti berdasarkan saksi dan hasil rekaman video saat terjadi aksi pengeroyokan di halaman kantor KPUD tersebut.
"Mereka sudah ditahan, sedangkan penyidik tengah menyelesaikan berkas untuk dilimpahkan ke kejaksaan," kata Kapolres Tolitoli, AKBP Christ Reinhard Pusung saat dihubungi melalui telepon oleh BeritaBenar hari Selasa.
Aksi pengeroyokan massa ini merupakan aksi kekerasan pertama menjelang Pilkada Serentak tahun ini.
Sebelumnya Kementrian Dalam Negeri mengatakan, secara nasional dari 269 daerah yang mengadakan Pilkada tahun ini, Maluku, Papua dan NTT merupakan daerah paling rawan konflik kekerasan.