Putusan MK Soal Calon Tunggal Disambut Beragam

Arie Firdaus
2015.10.01
Jakarta
151001_ID_PILKADA_620.jpg Pemohon Prinsipal Effendi Gazali mendengarkan hasil putusan di sidang permohonan uji materi UU Pilkada, 29 September 2015 di Gedung MK, Jakarta.
(Dok. Mahkamah Konstitusi RI)

Putusan Mahkamah Konstitusi pada hari Selasa yang membolehkan referendum bagi daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon mendapat reaksi beragam.

Dalam putusan itu, MK menyatakan Pilkada yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah dapat dilaksanakan jika telah diusahakan secara sungguh-sungguh terpenuhinya syarat paling sedikit dua pasangan calon.

Dengan putusan itu, daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon dapat menyatakan “setuju” atau “tidak setuju” dengan satu-satunya pasangan calon yang diajukan.

Garindra Sandino dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) menganggap putusan itu justru dapat berpotensi membingungkan masyarakat dan akhirnya dapat mendorong masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya.

"Metode seperti referendum itu adalah hal baru. Apa bisa dalam waktu singkat, metode itu bisa disosialisasikan dan dipahami masyarakat?" kata Garindra Sandino kepada BeritaBenar, Kamis 1 Oktober.

Metode itu, kata Garindra, bisa jadi justru kian memusingkan para pemilih. Apalagi, mereka sudah merasa tak punya alternatif lantaran Pilkada hanya diikuti satu pasangan calon.

"Ada masyarakat yang merasa tak punya calon. Akibatnya, mereka akhirnya memutuskan tak memilih," kata Garindra lagi.

Garindra juga menyatakan khawatir Pilkada dengan calon tunggal itu akan menyuburkan praktek politik uang menjelang pemilihan. Tak cuma dari calon tunggal yang ikut dalam pemilihan, tetapi juga dari kubu yang tak ingin calon tunggal tersebut terpilih.

"Mereka menggerakkan massa untuk menolak calon tunggal tersebut. Bisa menggunakan uang. Potensi itu bisa saja terjadi,” katanya.

Mencegah strategi ‘tak siap kalah’

Namun pengamat hukum tata negara menyatakan sepakat atas putusan MK tersebut. Dia meragukan akan ada penggalangan massa untuk menolak calon tungga.

"Tak sampai sejauh itu lah," kata Irman Putra Sidin kepada BeritaBenar.

Irman justru menilai putusan MK yang mempersilakan calon tunggal untuk mengikuti pemilihan itu bisa menjadi pelajaran berharga bagi partai-partai politik di daerah.

Menurut Irman, munculnya calon tunggal Pilkada sebenarnya disebabkan sikap tak siap kalah dari partai-partai. Mereka kemudian memilih strategi tak mencalonkan pasangan lain dengan harapan Pilkada ditunda.

"Sekarang, kan, rencana itu sudah tak bisa. Jadi, menurut saya itu bisa menjadi pelajaran bagi mereka yang tak siap kalah," kata Irman.

Pada bulan Agustus lalu, sejumlah warga Surabaya yang kesal karena Pilkada tanggal 9 Desember terancam ditunda hingga 2017 karena pasangan petahana Tri Rismaharini- Wishnu Sakti Buana -- yang diprediksi akan menang -- tidak memiliki lawan, membawa sepasang sapi ke kantor Komisi Pemilihan Umum Surabaya untuk “dicalonkan” sebagai lawan sebagai aksi protes.

Mereka menuding partai-partai lain berupaya menyabot Pilkada dan mengebiri hak konstitusional mereka untuk memilih dengan tidak mengajukan calon.

Namun pada tanggal 24 September lalu akhirnya pasangan petahana Walikota dan Wakil Walikota Surabaya itu sah mendapat lawan, yaitu pasangan Rasiyo-Lucy Kurniasari, sehingga Pilkada Surabaya tidak jadi ditunda.

Tak sejalan dengan tujuan efisiensi

Garindra Sandino dari KIPP juga mengatakan putusan MK itu juga tak sejalan dengan niat pemerintah yang ingin menghemat anggaran. Putusan MK mengatakan, jika dalam referendum mayoritas pemilih menolak sang calon, maka Pilkada digelar ulang pada 2017, waktu Pilkada serentak selanjutnya.

"Nah, itu memakan biaya lagi, kan? Padahal tujuan Pilkada serentak adalah efisiensi anggaran," ujar Garindra.

Namun pengamat hukum tata negara Irman beranggapan, jika kemudian hasil referendum menghasilkan Pilkada ulang pada 2017, menurutnya itu menunjukkan kedewasaan berpolitik masyarakat daerah bersangkutan.

"Kalau rakyat menghendaki itu, ya, terserah mereka. Apa yang diputuskan MK kemarin, bahwa daerah dengan calon tunggal tetap boleh menggelar Pilkada, sebenarnya adalah menyelamatkan hak rakyat juga. Mereka tak kehilangan hak pilih," tukasnya.

Meski begitu, Irman mengatakan, solusi agar calon tunggal tidak terjadi lagi adalah dengan merevisi UU Pilkada, khususnya tentang persyaratan pengajuan calon dari parpol.

"Mempermudah bisa menjadi solusinya," tambahnya.

Tak ingin menghilangkan hak rakyat

Dalam putusan yang dibacakan Selasa lalu, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Pilkada yang dimohonkan akademisi Effendi Gazali.

Salah satu poin putusannya menyebutkan bahwa Pilkada bisa dilaksanakan meski diikuti satu pasangan calon. Dalam UU Pilkada sebelumnya, disebutkan bahwa pemilihan hanya bisa digelar jika diikuti setidaknya dua pasangan calon.

Dengan begitu, tiga daerah yang memiliki calon tunggal yaitu Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Blitar, tetap bisa menggelar pemilihan saat Pilkada serentak pada 9 Desember mendatang.

"Demi menjamin terpenuhinya hak konstitusi warga negara, pemilihan kepala daerah harus tetap dilaksanakan meski terdapat satu calon," kata Hakim Konstitusi Suhartoyo seperti dilansir laman Mahkamah Agung.

Undang-Undang Pilkada yang mensyaratkan pemilihan baru bisa digelar jika diikuti dua pasangan, kata Suhartoyo menjadi masalah, karena aturan tersebut tak memerinci solusi jika syarat tak terpenuhi, sehingga ada kekosongan hukum.

Sedangkan akademisi Effendi Gazali, Pemohon Prinsipal uji materi itu, menyatakan puas dengan putusan para hakim konstitusi.

"Mulai sekarang, tak ada lagi ketidakpastian dan diskriminasi terhadap hak pilih rakyat," kata Effendi kepada BeritaBenar.

Secara terpisah, komisioner Komisi Pemilihan Umum Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan siap melaksanakan amanat Mahkamah Konstitusi dengan menggelar Pilkada di tiga daerah yang tadinya terancam batal.

"Kami sedang susun peraturan bagi daerah itu. Mudah-mudahan selesai pada Jumat sehingga kami bisa kirimkan ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk konsultasi," katanya kepada BeritaBenar.

Peraturan itu, kata Ferry, akan berisi soal tahapan, program, dan jadwal kampanye pasangan calon tunggal. Ferry menambahkan, komisi tak akan membuka pendaftaran untuk calon baru di tiga daerah yang memiliki calon tunggal.

"Terlalu mepet," tutupnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.