Pakar: Persaingan Pilkada Calon Parpol dan Independen Bakal Sengit

Tia Asmara
2016.06.03
Jakarta
160603_ID_regionalelection_1000a.jpg Mengenakan kostum dedaunan untuk membangkitkan kesadaran akan lingkungan, laki-laki ini menunjukkan tanda tinta di jarinya setelah memberikan suara dalam Pilkada di Surabaya, 9 Desember 2015.
AFP

Potensi persaingan antara kandidat partai politik (parpol) dan independen (perseorangan) yang bertarung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada Februari tahun depan diperkirakan bakal sengit, terutama di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dan Aceh.

Deputi Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Agustiati mengatakan, Jumat, 3 Juni 2016, bahwa syarat basis dukungan untuk pasangan calon yaitu jumlah kursi DPRD untuk kandidat parpol dan bukan jumlah penduduk bagi calon independen, memungkinkan akan banyak calon perseorangan muncul.

“Hal ini memudahkan calon dari jalur independen karena syarat pasangan calon paling sedikit 6,5 persen dan paling banyak 10 persen dari daftar pemilih tetap (DPT),” katanya, merujuk pada Undang-Undang (UU) Pilkada hasil revisi yang disahkan DPR, Kamis, 2 Juni 2016.

Dia menambahkan bahwa dalam UU Pilkada sebelumnya, untuk mengumpulkan dukungan KTP, basisnya jumlah penduduk. Misalnya kalau jumlah penduduk di suatu daerah 7 juta jiwa, maka KTP yang harus dikumpulkan sebanyak 7,5 persen.

“Nah sekarang syarat itu dipermudah, tidak berdasarkan jumlah penduduk melainkan DPT,” jelasnya kepada BeritaBenar.

Hal senada disampaikan pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro. Menurutnya, persaingan sengit berpotensi terjadi di kota besar karena banyak calon baik dari parpol maupun perseorangan yang mampu jadi lawan tanding setara.

“Kota besar seperti DKI Jakarta tidak tertutup kemungkinan kontestasi calon-calon cukup sengit,” ujarnya.

Jakarta dan Aceh

Seperti diketahui bahwa Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, telah menyatakan maju dalam Pilkada 2017 melalui jalur independen. Beberapa bakal calon lain seperti politisi Yusril Ihza Mahendra dan pengusaha Sandiaga Uno tampaknya akan maju melalui parpol.

Ada juga Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang disebut-sebut bakal diusung oleh PDI Perjuangan dan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin akan dicalonkan Partai Gerindra untuk membendung Ahok yang makin populer setelah menolak pencalonan melalui parpol.

Selain DKI Jakarta, pertarungan seru antara calon parpol dan independen diperkirakan terjadi di Aceh. Gubernur saat ini Zaini Abdullah sudah menyatakan bakal maju melalui jalur independen. Sedangkan Wakil Gubernur Muzakir Manaf akan maju sebagai calon gubernur dari Partai Aceh yang dipimpinnya. Keduanya adalah mantan tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Selain mereka, bekas Menteri Pertahanan GAM, Zakaria Saman, sudah menyatakan bakal maju melalui jalur independen. Beberapa nama lain seperti pejabat Kementerian Dalam Negeri Tarmizi Karim, Ketua Partai Golkar Aceh Teuku Muhammad Nurlif, serta mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menyatakan akan maju melalui jalur parpol.

Selain kedua daerah tersebut, menurut Siti Zuhro berdasarkan pengalaman Pilkada serentak tahun 2015, tak banyak calon maju melalui jalur independen.

“Sehingga kompetisi antara calon parpol dan perseorangan tampaknya tak mengalami perubahan yang signifikan (di daerah-daerah selain DKI Jakarta dan Aceh),” ujarnya.

Selain DKI Jakarta dan Aceh, terdapat lima provinsi lain, 76 kabupaten dan 18 kota akan melaksanakan Pilkada serentak yang digelar pada 15 Februari 2017 untuk memilih gubernur, bupati dan walikota.

Revisi Hasil UU

Menurut Siti, kontestasi Pilkada 2017 relatif sama dengan sebelumnya karena payung hukum dan peraturannya sama. “UU Pilkada hasil revisi dilakukan secara parsial. Belum menyentuh substansi proses konsolidasi demokrasi lokal,” ujarnya.

UU Pilkada tersebut, lanjut dia, tak ada hal baru kecuali pasal tentang penguatan peran Bawaslu. “UU memberikan kewenangan tambahan pada Bawaslu untuk mengeksekusi hal-hal terkait masalah administrasi hukum,” katanya.

Khorunnisa menambahkan dalam revisi UU Pilkada tidak membahas masalah inti yang sering dialami petugas di lapangan.

“Revisi UU Pilkada hanya memutuskan persyaratan perseorangan dan Parpol. Masalah penting tidak tersentuh seperti selisih margin yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK),” ujarnya.

Selain itu, masalah politik uang yang mengizinkan petugas mendiskualifikasi pasangan calon juga tidak mendetail. “Petugas di daerah untuk mengawasi itu juga dikhawatirkan tidak memiliki kapasitas terkait masalah hukum, ditakutkan akan subyektif,” katanya.

Persiapan

Komisioner KPU Pusat, Hadar Nafis Gumay, mengatakan pihaknya terus mempersiapkan tahapan Pilkada serentak agar berjalan sesuai rencana. “Kami sedang mempersiapkan Naskah Persiapan Hibah Daerah (NPHD). Dokumen resmi kepastian ketersediaan dana sudah siap,” katanya.

Selain itu, tambahnya, penetapan syarat dukungan untuk pasangan calon perseorangan sudah dilaksanakan di semua daerah. “Pembukaan pendaftaran pemantau juga sudah dimulai. Kini kami sedang bersiap membentuk penyelenggara adhoc tingkat kecamatan dan desa, PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) dan PPS (Panitia Pemungutan Suara),” jelas Hadar.

Dia mengakui sejumlah masalah baru muncul seiring disahkan revisi UU Pilkada. Salah satunya, menyesuaikan peraturan pelaksana yang harus mengikuti perubahan UU.

“Dalam satu bulan ke depan kami disibukkan untuk membuat dan mengubah Peraturan Komisi Pemilihan Umum,” pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.