Polisi Klaim Kelompok Santoso Makin Terjepit
2016.02.11
Palu

Pasukan gabungan TNI dan Polri mengintensifkan operasi untuk mempersempit ruang gerak kelompok sipil bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di kawasan hutan pegunungan Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Kepala Operasi Tinombala, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Leo Bona Lubis mengungkapkan, aparat keamanan menyekat sejumlah titik masuk dan keluar di hutan pegunungan Poso sehingga kelompok pimpinan Santoso alias Abu Wardah semakin terjepit.
Penyekatan kian diintensifkan menyusul baku tembak antara polisi dan dua pria yang diduga kurir kelompok MIT di Desa Sanginora, Kecamatan Poso Pesisir Selatan 9 Februari lalu. Dalam insiden tersebut, seorang Brimob dan kedua pria itu tewas.
"Penyekatan sangat efektif untuk membuat mereka terjepit dalam hutan pegunungan Poso. Apalagi akses mereka untuk bergerak sudah semakin sulit,” terang Leo kepada BeritaBenar di Palu, 11 Februari 2016.
“Jalur mereka untuk mendapatkan logistik, telah kami tutup. Kami harapkan langkah ini membuahkan hasil sehingga bisa segera menangkap mereka semuanya hidup atau mati."
Leo menambahkan pihaknya juga menutup akses bagi simpatisan MIT yang mungkin hendak masuk untuk memberikan dukungan logistik kepada Santoso Cs.
"Di pintu masuk Poso mulai dari arah Sigi, Parigi Moutong, dan Tojo Unauna sudah kami sekat dengan razia setiap hari. Jadi sangat sulit untuk simpatisan mereka masuk ke Poso," tegasnya.
Dia optimis dapat menangkap hidup atau mati kelompok Santoso – yang diperkirakan hanya tersisa sekitar 28 orang lagi – termasuk dua warga negara Cina etnis Uighur dan tiga perempuan dari Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Mereka semakin terjepit. Bukan tidak mungkin, target kami selama operasi ini bisa menangkap Santoso dan pengikutnya hidup atau mati," tegas Leo, yang juga Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Sulteng.
Keyakinan Leo untuk menangkap sisa kelompok yang diklaim telah terafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) didukung dengan adanya bantuan 2.000 personel pasukan elit TNI terdiri dari kesatuan Kopassus, Kostrad, dan Marinir.
"Bantuan pasukan yang diberikan kepada kami di Poso tidak lain untuk mempercepat penangkapan kelompok itu. Dengan adanya bantuan itu, kami sangat yakin kelompok tersebut bisa tertangkap segera," imbuh Leo.
LPS-HAM Pesimis
Direktur Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPS-HAM) Sulawesi Tengah, Moh Affandi pesimis jika Operasi Tinombala - yang digelar sejak 9 Januari 2016 melanjutkan Operasi Camar Maleo - akan dapat menangkap Santoso dan seluruh pengikutnya. Apalagi sisa waktu bagi pelaksanaan Operasi Tinombala hanya tinggal 30 hari lagi.
"Saya tidak yakin Polda bisa menangkap mereka semua dengan waktu begitu singkat. Tahun lalu saja ketika Operasi Camar Maleo yang juga melibatkan ribuan personel dengan waktu cukup lama, aparat tidak bisa menangkap Santoso Cs," tandas Affandi kepada BeritaBenar saat dimintai tanggapan atas klaim polisi.
Menurut dia, dari pengalaman saat Operasi Camar Maleo I, II, III, hingga IV, petugas keamanan hanya menggunakan pola standar yaitu patroli, razia, dan pengejaran jika terjadi kontak senjata. Padahal seharusnya pola yang harus dilakukan aparat adalah mempertajam jaringan intelijen.
"Operasi tahun lalu bagaimana mau berhasil kalau informasi intelijen tidak akurat. Begitu juga operasi Tinombala ini, sama saja dan tak ada yang diubah polanya. Coba kalau informasi intelijen dipertajam, pasti dengan mudah menangkap Santoso dan kawan-kawannya," tegas Affandi.
Bantuan dana dari ISIS
Kepala Kepolisian Daerah (Kapoda) Sulawesi Tengah, Brigadir Jendral Polisi (Brigjen Pol) Idham Aziz yang diwawancara terpisah menyebutkan, kelompok MIT sejak setahun terakhir diyakini mendapatkan kucuran dana dari ISIS.
Hal itu menurutnya diketahui dari beberapa bukti yang ditemukan pasca baku tembak akhir 2015 lalu.
"Dalam satu gubuk di markas mereka, tim menemukan bukti permintaan kelompok MIT kepada ISIS. Dalam tulisan itu, mereka minta dana dan perlengkapan perang seperti senjata, amunisi, bahan peledak, dan lain sebagainya. Itu membuktikan kalau kelompok MIT sebelumnya sudah mendapat bantuan dari ISIS," tutur Idham.
Ketika ditanya bagaimana proses bantuan dana masuk dan jumlahnya, Idham tidak mau menjelaskan secara rinci karena masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.
"Soal itu kami belum bisa ekspos karena proses penyelidikan masih berjalan. Yang jelas kami bisa pastikan mereka dapat bantuan dana dari ISIS. Apalagi sebelumnya mereka sudah berbaiat setia kepada ISIS," ujarnya.
Tetapi sumber lain menyebutkan bahwa bantuan dana dari ISIS yang masuk kepada Santoso dipasok melalui beberapa kurir yang bekerja untuk kelompok MIT.
Selama Operasi Camar Maleo tahun lalu, aparat melumpuhkan 24 anak buah Santoso, dimana tujuh di antaranya tewas dan 17 lagi sedang dalam proses hukum. Sedangkan dari pasukan keamanan, dua polisi dan seorang anggota TNI tewas serta empat polisi luka-luka.