Densus 88 Tangkap Tiga Terduga Teroris di Yogyakarta

Polisi mengatakan delapan terduga teroris yang ditangkap di Papua minggu lalu tidak menyasar wilayah itu sebagai target aksi teror.
Kusumasari Ayuningtyas
2019.12.19
Yogyakarta
191219_ID_terror_1000.jpg Polisi menggiring terduga teroris dalam acara konferensi pers di Jakarta, 17 Mei 2019.
AFP

Pasukan Detasemen Khusus (Densus 88) Antiteror Mabes Polri menangkap tiga terduga teroris di dua lokasi terpisah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kepala Bidang Humas Polda DIY Kombes Pol. Yulianto membenarkan ada penangkapan tersebut dalam dua hari terakhir, tapi enggan menyebutkan secara detil.

“Iya, Polda DIY hanya memback-up kegiatan yang dilakukan Densus 88, statemen saya itu saja,” ujarnya ketika dikonfirmasi BeritaBenar, Kamis, 19 Desember 2019.

Yulianto juga tak bersedia menyebutkan jumlah terduga teroris yang ditangkap Densus karena menurutnya ada kemungkinan bertambah sebab Densus 88 masih melakukan pendalaman.

Namun menurut sumber warga di lokasi penangkapan, tim Densus 88 menangkap dua terduga teroris berinisial FJ dan FA di Yogyakarta yang merupakan pasangan suami istri serta seorang lagi, MZ, ditangkap di Kabupaten Sleman.

Petrus Yuniarto, Ketua RT RT 01 RW 01, Bintaran Kulon, Wirogunan, Mergangsan, Yogyakarta, kepada wartawan menyatakan seorang warganya FJ dan istrinya, FA, ditangkap Densus 88.

“Sepertinya penangkapan FJ tidak dilakukan di rumah, mungkin di tempat lain,” ujar Petrus, seraya menyebutkan dia tidak tahu dimana dan kapan FJ ditangkap.

Aparat yang memakai rompi dan bersenjata, tambahnya, melakukan penggeledahan terhadap rumah FJ, Rabu sekitar pukul 16.00 WIB. Saat penggeledahan dilakukan, di rumah itu hanya ada FA.

Dalam penggeledahan selama satu jam, polisi menyita barang-barang milik FJ berupa telepon genggam, antena HP, kawat lilitan, buku-buku dan buku tabungan.

"Setelah penggeledahan ada barang-barang bukti dibawa, yang perempuan (FA) juga ikut dibawa dengan alasan tersendiri dari pihak aparat," jelasnya.

Menurut Petrus, FJ merupakan pendatang dari Surabaya dan kemudian menempati rumahnya setelah menikah dengan FA yang merupakan warga asli setempat.

Sedangkan penangkapan MZ (58) dilakukan Densus 88 di Desa Tegaltirto, Kecamatan Berbah, Sleman, Rabu.

Bambang Wahyu Pamilih, seorang tokoh masyarakat yang diminta pihak kepolisian untuk ikut menyaksikan penggeledahan rumah MZ mengaku tidak tahu pasti jam berapa penangkapan dilakukan.

“Penangkapannya sepertinya bukan di rumahnya, karena kami tak tahu apa-apa soal itu,” ujar Bambang yang rumahnya satu kompleks dengan rumah ditinggali MZ bersama istri dan anak-anaknya.

Bambang menambahkan tidak ada benda mencurigakan yang ditemukan polisi di rumah MZ, tapi hanya menyita buku dan flashdisk.

Menurut Bambang, selama ini MZ sering mengisi ceramah di masjid desa dan tempat lain serta tidak ada yang bersifat ekstrem.

"Ceramahnya wajar-wajar saja. Hari Jumat, Pak MZ sering mengisi khotbah di masjid,” katanya.

Juru bicara Mabes Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono ketika dihubungi BeritaBenar mengaku bahwa pihaknya masih menunggu informasi lengkap dari Densus 88 terkait penangkapan di DIY.

“Sampai sekarang kita masih belum tahu beritanya, masih menunggu dari Densus,” ujarnya.

Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh, Al Chaidar meyakini pasangan suami istri yang ditangkap di Yogyakarta terafiliasi dengan jaringan teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) – kelompok yang selama ini dituding polisi berada di balik serangkaian aksi teror di Indonesia.

“Itu memang ada jaringan JAD juga di Jogja. Kalau suami istri biasanya JAD karena hanya JAD yang sudah merestui tentang familial terrorism atau famillial suicide terrorism, sementara JI (Jemaah Islamiyah) dan yang lainnya tidak menyetujui,” ujar Al Chaidar kepada BeritaBenar.

Bukan wilayah target teror

Sementara itu, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol. Asep Adi Saputra mengatakan hasil pemeriksaan sementara terhadap delapan terduga teroris yang ditangkap di Papua pada pekan lalu diketahui hanya menjadikan daerah paling timur Indonesia sebagai upaya memperluas wilayah perjuangan dan bukan sebagai target aksi teror.

“Mereka mengatakan bahwa Papua merupakan daerah yang mereka katakan sebagai perluasan perjuangan, karena mereka merasa terdesak dari berbagai daerah oleh aparat keamanan,” ujar Asep kepada wartawan di Jakarta.

Menurutnya, Polri tidak menemukan ada indikasi jika para terduga teroris itu ingin menjadikan Papua sebagai wilayah target untuk melancarkan aksi teror.

"Seperti contoh beberapa waktu lalu ada penegakan hukum di Lampung, mereka lari ke Papua. Setelah ke Papua mereka aksi di Bekasi. Jadi tidak ada sama sekali mereka melakukan itu untuk di Papua," katanya.

“Mereka juga bukan anggota JAD Papua, melainkan dari jaringan JAD di wilayah Lampung dan Medan yang melarikan diri ke Papua.”

Al Chaidar juga meyakini Papua bukan sasaran serangan jaringan JAD, tapi keberadaan mereka di sana untuk mengumpulkan dana.

“Tidak ada rencana serangan menurut saya, karena mereka hanya pekerja migran dan mereka berdagang di sana, mendapatkan pendanaan dari jaringan tetapi itu tidak cukup,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.