Polri, TNI Investigasi Penembakan oleh Tentara yang Tewaskan 3 Polisi
2020.04.13
Jayapura & Jakarta

Kepolisian Daerah Papua dan TNI pada Senin (13/4) menurunkan tim gabungan untuk menyelidiki penembakan oleh anggota Angkatan Darat yang menewaskan tiga polisi dan melukai dua lainnya di Kabupaten Mamberamo Raya, Papua.
Bentrok antara anggota TNI dan Polri terjadi di Kampung Kasonaweja pada Minggu pagi dipicu oleh kesalahpahaman antara oknum anggota Satgas Panrahwan Yonif 755/20/3-Kostrad dengan dua anggota Polres Mamberamo Raya, menurut keterangan Polda Papua dan Pendam XVII/Cenderawasih.
“Apa-apa yang sudah terjadi di lapangan ini karena miskomunikasi, tetapi bukan berarti selesai. Tindakan hukum tetap berjalan untuk kita menegakkan sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata Pangdam Cenderawasih, Mayjen Herman Asaribab dalam pernyataan tertulis.
Polda Papua memutuskan untuk menarik seluruh senjata milik anggotanya di Mamberamo Raya untuk mencegah aksi balas dendam.
“Semua yang memegang senjata kami tarik dan kami amankan, agar tidak ada aksi balasan,” kata Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw, melalui konfirmasi Juru Bicara Polda Papua, Kombes Ahmad Musthofa Kamal, kepada BenarNews.
Menurut anggota masyarakat setempat, bentrokan tersebut bermula ketika sekitar 20 anggota Polres Mamberamo Raya mendatangi Pospam Satgas 755 untuk menyelesaikan masalah pengeroyokan yang terjadi pada Bripda Petrus Douw, sehari sebelumnya.
Pengeroyokan diduga dilakukan oleh anggota TNI setelah seorang tukang ojek melapor bahwa Petrus Douw tidak membayar sewa sesuai dengan harga yang disepakati.
“Kita dengar polisi Douw bayar ojek Rp50 ribu. Sementara dia sudah sepakat sewa ojek itu Rp50 ribu per jam. Saat dia kembalikan (motornya), dia cuma kasih uang Rp50 ribu padahal dia pakai motor itu selama tiga jam. Karena tidak puas, tukang ojek lapor ke Pos Satgas,” cerita Albert, salah satu warga di Kampung Kasonaweja, kepada BenarNews.
Tiga orang anggota Polres Mamberamo Raya yakni Briptu Marcelino Rumaikewi, Bripda Yosias Dibangga dan Briptu Alexander Ndun meninggal dunia akibat luka tembak, menurut keterangan Polda. Dua anggota lainnya, Bripka Alva Titaley dan Brig. Robert Marien menderita luka-luka.
Kapendam Kolonel Eko Daryanto mengatakan, pihaknya bersama Polda Papua sedang menurunkan tim gabungan untuk melakukan penyelidikan di tempat kejadian perkara (TKP) dalam rangka mendapatkan keterangan serta fakta-fakta yang sebenarnya.
Kapolda dan Pangdam dijadwalkan berangkat ke Mamberamo Raya pada Senin (13/4) untuk melihat langsung lokasi kejadian serta berbicara dengan para anggota di satuan masing-masing.
Warga ketakutan
Warga Kampung Kasonaweja mengaku masih takut untuk beraktivitas di luar rumah pasca-insiden baku tembak TNI-Polri terjadi. Albert, seorang warga kampung, mengkhawatirkan adanya aksi balasan dari salah satu pihak dalam waktu yang tak terduga.
“Tapi siapa tahu? Ini kan bukan di kota yang bisa pantau aktivitas mereka setiap saat. Jadi kita pilih diam di rumah saja,” kata Albert kepada BenarNews.
Kapolda Papua mengatakan situasi di Kampung Kasonaweja saat ini telah kembali kondusif. Pihaknya juga telah mengimbau anggotanya untuk tenang dan tidak terhasut aksi balasan.
“Kami akan konsolidasi untuk menenangkan semua angota kami, prajurit kami, terutama perwira di lapangan untuk bisa menenangkan,” kata Kapolda Paulus, seraya menambahkan pihaknya juga meminta agar keluarga polisi di Mamberamo Raya untuk tidak keluar dari markas hingga perkara ini dituntaskan.
Tiga jenazah anggota Polres Mamberamo telah dievakuasi dengan menggunakan helikopter TNI Angkatan Darat untuk selanjutnya dilakukan upacara pemakaman di kampungnya masing-masing.
Dua korban luka telah dievakuasi dengan menggunakan pesawat Cesna Caravan seri CA-208 milik maskapai Sam Air untuk mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Papua di Jayapura.
Pimpinan sipil
Pengamat Militer Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Beni Sukadis, menilai pemerintah pusat perlu turun tangan untuk menjembatani gesekan yang masih terjadi antara TNI dengan Polri.
“Penengahnya cuma satu, pemimpin sipilnya; apakah itu Menteri Pertahanan atau Presiden. Karena ini bukan persoalan antar-institusi saja, melainkan kemaslahatan negara. Jadi urusannya pemerintah,” kata Beni saat dihubungi.
“Kalau kita sertakan tim independen TNI/Polri, (masalahnya) tidak akan selesai-selesai, karena ini terjadi terus,” tambah Beni.
Setidaknya telah terjadi 15 bentrokan dan perkelahian antara anggota TNI dengan Polri sepanjang September 2002 hingga Februari 2020.
Bentrokan terakhir TNI-Polri terjadi di Jalan Lintas Sumatra, titik Tarutung-Sipirok, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, pada akhir Februari 2020.
Keributan berawal dari mobil yang ditumpangi Komandan Kompi A Batalyon Infanteri 123 Rajawali melaju dengan arah berlawanan saat Kapolsek Pahae Jae AKP Ramot Soala Gogo Nababan bersama personelnya tengah mengurai kemacetan akibat kecelakaan lalu lintas.
Bentrokan berujung pada penyerangan Polsek Pahae Julu. Selain kantor polisi rusak, enam personel polisi dan satu warga sipil mengalami luka-luka akibat penyerangan tersebut.
Beni melihat bentrokan TNI-Polri pada level akar rumput ini menjadi sangat mengkhawatirkan, terlebih saat ini kondisi di Papua tengah mencekam akibat serangan kelompok separatis.
“Kita saja tidak solid bagaimana menghadapi musuh, apalagi musuhnya ini separatisme,” kata Beni.
Sementara itu, Sabtu lalu aparat mengatakan telah membunuh tiga orang anggota separatis yang bertanggung jawab terhadap tewasnya seorang pekerja tambang asal Selandia Baru dan terlukanya sejumlah pekerja Indonesia dalam sebuah penggerebekan Kamis dan Jumat lalu.