Aktivis Sebut Biaya Politik Suburkan Korupsi di Daerah

Sepanjang bulan ini, KPK menetapkan empat kepala daerah sebagai tersangka sehingga menambah daftar pejabat negara yang terjerat kasus korupsi.
Rina Chadijah
2017.09.28
Jakarta
170928_ID_KPK_1000.jpg Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan (kiri) didampingi juru bicara KPK Febri Diansyah menggelar jumpa pers di Jakarta, 28 September 2017.
Rina Chadijah/BeritaBenar

Besarnya biaya yang dikeluarkan para kandidat saat maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan politik dinasti, telah menyuburkan praktik korupsi di sejumlah daerah, kata aktivis dan pengamat politik.

“Sebenarnya itu bukan hal baru. Alasan biaya politik yang tinggi juga mendorong kepala daerah terjebak melakukan korupsi,” kata peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Febri Hendri kepada BeritaBenar, Kamis, 28 September 2017.

Sedangkan pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menyatakan politik dinasti yang dibangun dari generasi ke generasi juga menyuburkan praktik korupsi.

“Salah satu hal yang dituntut dalam reformasi kan menghilangkan praktik nepotisme, karena itu harus dibendung bagaimana praktik ini tidak lagi terjadi,” ujarnya.

Keduanya dimintai tanggapan menyusul ditangkapnya dan ditetapkan dua bupati dan dua walikota sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebulan terakhir karena diduga terlibat korupsi.

Kasus terbaru, KPK menetapkan Rita Widyasari, Bupati Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur, sebagai tersangka kasus dugaan suap pemberian izin perkebunan dan gratifikasi.

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, menyatakan, Rita diduga menerima suap lebih Rp12 miliar terkait pemberian izin untuk pembukaan lahan perkebunan sawit dan menerima gratifikasi atas jabatannya sebagai bupati.

"HS (Dirut PT SGP) memberikan sejumlah uang Rp6 miliar ke RIW sebagai bupati terkait pemberian izin," ungkap Basaria dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

"Gratifikasi berkaitan jabatan uang sebesar 775 ribu dolar AS atau Rp 6,97 miliar terkait sejumlah proyek selama jabatan tersangka," tambahnya.

Rita diketahui telah jadi Bupati Kutai Kertanegara dua periode.

Dia berencana maju menjadi Gubernur Kalimantan Timur dalam Pilkada 2018, mengikuti jejak mendiang ayahnya, Syaukani Hasan Rais, yang terjerat kasus korupsi pembebasan lahan Bandara Loa Kulu, Kalimantan Timur pada 2006.

Hasil kajian ICW mendapatkan untuk maju sebagai bupati atau walikota, seorang calon mengeluarkan biaya minimal Rp20 miliar.

Ray menilai, revisi Undang-Undang Pemilu yang telah dibahas DPR dapat memasukkan pasal pencegahan politik dinasti untuk mencegah rusaknya tatanan demokrasi.

“Ini seolah dibiarkan terjadi. Masyarakat juga yang merasa telah mengenal kandidat sebelumnya, seperti juga membiarkan praktik raja-raja kecil semacam itu,” ujar Ray yang disepakati oleh Febri.

“Aturan yang ada membuka celah terjadi dinasti politik yang amat sangat dekat dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata Febri.

Tambah daftar

Sepanjang bulan ini, KPK menetapkan empat kepala daerah sebagai tersangka, menambah daftar pejabat negara yang terjerat kasus korupsi.

ICW mencatat sebanyak 198 kepala daerah harus berurusan dengan KPK sejak lembaga anti-rasuah itu dibentuk tahun 2002.

Pada 22 September lalu, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap TB Iman Ariyadi, Walikota Cilegon di Banten karena diduga menerima suap Rp1,5 miliar terkait perizinan kawasan industri.

Sama seperti Rita, ayah Iman - Aat Syafaat - menjadi terpidana korupsi dermaga trestle Kubangsari di Cilegon pada 2012, saat menjabat walikota setempat.

Sepekan sebelumnya, KPK juga menangkap tangan Eddy Rumpoko, Walikota Batu, Jawa Timur, atas dugaan menerima suap Rp500 juta sebagai fee proyek senilai Rp5,26 miliar.

Pada 13 September lalu, KPK juga menangkap tangan Bupati Batubara, Sumatera Utara, OK Arya Zulkarnain karena diduga menerima suap proyek infrastruktur.

Sebelumnya akhir Agustus lalu, KPK juga melakukan OTT terhadap Walikota Tegal, Jawa Tengah, Siti Masitha Soeparno alias Bunda Sitha, karena diduga menerima suap Rp5,1 miliar.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan kasus korupsi yang melilit kepala daerah adalah kasus individu yang tidak ada kaitan dengan pelaksanaan Pilkada langsung.

“Pihak yang harusnya disalahkan adalah individu terkait. Tindak korupsi tidak dilakukan seorang diri, namun beberapa pihak terlibat di dalamnya. Ada bawahannya yang salah memberitahu, pihak ketiga juga (membujuk),” katanya seperti dilansir setkab.go.id.

Menurutnya, sistem Pilkada langsung sudah bagus karena memilih figur yang dikenal dan dipilih langsung oleh rakyat. Mengenai intregeritas kepala daerah, itu dikembalikan kepada masyarakat pemilih.

“Tinggal bagaimana rakyat memilih calon yang dinilai berintegritas dan memiliki rekam jejak baik,” ujarnya.

Pansus terus bergerak

Di tengah gencarnya KPK mengusut korupsi, DPR juga melanjutkan upaya pemeriksaan terhadap lembaga itu, dengan memperpanjang kinerja Pansus KPK.

Malah rapat dengar pendapat pimpinan KPK dengan Komisi III DPR pada 26 September lalu tampak seperti “sidang terhadap KPK”.

Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Taufiqulhadi mendesak agar KPK memenuhi panggilan Pansus.

KPK sendiri menyatakan belum akan memenuhi panggilan karena hingga kini keabsahan Pansus Hak Angket KPK masih digugat di Mahkamah Konstitusi.

“Kalau mereka tidak bersalah kenapa musti takut, mustinya ya datang saja, supaya lebih jelas. Upaya yang kita lakukan juga untuk menguatkan kinerja KPK,” kata Taufiqulhadi kepada Beritabenar.

Sementara itu Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam beberapa kesempatan mengatakan bahwa ia tidak akan membiarkan pelemahan KPK.

“Perlu saya tegaskan bahwa saya tidak akan membiarkan KPK diperlemah. Oleh sebab itu kita harus sama-sama menjaga KPK,” kata Jokowi di sela peresmian jalan tol Jombang-Mojokerto di Jawa Timur awal bulan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.