Dituduh Bergabung dengan JAD, 2 Polwan Terancam 20 Tahun Penjara

Keduanya menjadi polwan pertama yang ditangkap atas tuduhan pidana terorisme.
Arie Firdaus
2020.07.08
Jakarta
200708_ID_Terrorism_1000.jpg Polisi meledakkan bahan-bahan pembuat bom yang disita dari seorang tersangka teroris anggota Jemaah Ansharut Daulah (JAD) jaringan yang telah berafiliasi dengan kelompok ekstrem ISIS, di Sibolga, Sumatra Utara, pada 14 Maret 2019.
AFP

Dua polisi wanita yang telah dipecat kepolisian, didakwa bergabung dan terlibat dalam kelompok militan yang mendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dalam pembukaan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Rabu (8/6).

Jaksa penuntut umum mengatakan dalam dakwaannya Nesti Ode Samili (23) dan Rini Ilyas (22), berpartisipasi di sejumlah pengajian kelompok ekstremis pro-ISIS di Ternate, Maluku Utara, dan aktif dalam pengajian daring via aplikasi pesan instan Telegram.

Keduanya terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara bila terbukti bersalah melakukan pemufakatan jahat menurut Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Pada 4 Mei 2019, Rini menghubungi Nesti via telegram dan mengatakan bahwa dirinya mantap untuk keluar dari Polri dan hijrah karena tidak sesuai dengan pemahaman yang dimiliki," kata jaksa Annisa Resti dalam persidangan yang dilaksanakan secara jarak jauh karena wabah COVID-19.

"Terdakwa mengetahui bahwa Daulah Islamiyah atau ISIS adalah kelompok terlarang di Indonesia, tapi tetap mengikutinya. Sehingga perbuatan terdakwa diancam pidana menurut Pasal 15 juncto 7 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” tambah jaksa Annisa.

Surat dakwaan tidak meyebutkan nama kelompok teroris pengikut ISIS yang diikuti oleh kedua terdakwa.

Lewat proses taaruf (perkenalan sebelum menikah sesuai syariat Islam), Nesti menikah dengan anggota kelompok ekstremis yakni Galang Jiwa Pradana di Ternate pada Agustus 2019, demikian ditulis dalam dakwaan.

Kepada Galang pula, Nesti pernah mengatakan bahwa dirinya ingin seperti Rini yang meninggalkan kepolisian dan hijrah, kata jaksa.

"Terdakwa Rini juga pernah bertanya kepada Nesti, apakah ingin melakukan taaruf, lalu diiyakan terdakwa Nesti," kata Annisa.

Keberadaan Galang hingga kini belum diketahui, setelah berpamitan pada September 2019 untuk melakukan amaliyah - istilah kaum ekstremis untuk aksi teror - di Sumatra.

"Terdakwa Nesti pernah mengatakan bahwa motivasinya menikah dengan Galang karena ingin hijrah menyempurnakan iman dan menambah pemahanan terkait daulah (negara Islam)," kata jaksa

Terkait dakwaan ini, baik Rini maupun Nesti tidak berkomentar. Lewat kuasa hukum, kedua perempuan yang berkenalan sejak 2016 usai ditugaskan di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Maluku Utara itu juga tidak mengajukan pembelaan (eksepsi) atas dakwaan jaksa penuntut.

Sidang lanjutan akan digelar pada Rabu pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang diajukan jaksa.

Pernah ditangkap

Merujuk dakwaan, Rini yang merupakan junior Nesti di kepolisian berkenalan terlebih dahulu dengan ajaran ekstremis, sekitar 2018.

Ia kemudian mengenalkannya kepada Nesti, salah satunya dengan memberi akses kepada grup telegram bernama Media Dakwah yang kerap membahas perihal ISIS.

Setelah perkenalan tersebut, keduanya pun disebut kian intens mengikuti pengajian baik secara langsung maupun daring.

Dalam keterangan pers pada Oktober tahun lalu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo sempat mengatakan bahwa Nesti diproyeksikan menjadi "pengantin" oleh kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi pimpinan Abu Zee yang ditangkap beberapa hari sebelum Nesti dan Rini dicokok.

Pengantin merupakan istilah ekstremis untuk pelaku bom bunuh diri. Namun, ihwal ini tak disinggung jaksa dalam dakwaannya.

Sebelum akhirnya menjalani persidangan atas tuduhan pemufakatan jahat tindak pidana terorisme, Nesti sempat ditangkap oleh sejawatnya di kepolisian Jawa Timur pada Mei 2019, saat hendak menuju Surabaya untuk bertemu dengan Galang Jiwa Pradana.

Namun saat diperiksa Propam Polda Maluku Utara, ia berkelit dengan mengatakan bahwa kunjungannya ke luar wilayah tugas tanpa izin atasan di kepolisian sekadar untuk pelesir.

Setelah sempat ditahan selama 21 hari akibat perbuatan ini, Nesti kembali berdinas di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Maluku Utara, tapi kembali ditangkap bersama Rini pada 26 September 2019 di Bantul, Yogyakarta.

Nesti dan Rini merupakan dua anggota polwan pertama yang ditangkap atas tuduhan keterlibatan dalam terorisme.

Sebelumnya, Sofyan Tsauri yang merupakan mantan anggota kepolisian terlibat dalam paham ekstrem usai ditugaskan di Biureun, Aceh, pada 2002. Selama keterlibatan dengan kelompok tersebut, Sofyan berperan menyuplai senjata api dan divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Depok Jawa Barat pada 2010.

Usai bebas, ia kini aktif terlibat dalam program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.