Petani Dibunuh di Poso, Pelaku Diduga Mujahidin Indonesia Timur
2020.04.20
Palu

Seorang petani ditemukan tewas dengan leher tergorok di Poso, Sulawesi Tengah, sementara tersebar sebuah video pemenggalan kepala seorang warga lainnya yang terjadi awal bulan ini, demikian polisi pada Senin (20/4) menambahkan bahwa kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) diduga bertanggung jawab atas kejadian itu.
Ambo Ajeng alias Papa Angga itu disergap orang tidak dikenal dari kebunnya di Desa Kawende, Kecamatan Poso Pesisir Utara, kata Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Didik Supranoto.
“Sebelum dibunuh, korban diculik oleh sekelompok orang yang membawa senjata tajam dan senjata api. Kami duga kelompok MIT yang saat itu diketahui berjumlah lebih dari lima orang,” kata Didik kepada BenarNews, mengacu pada kelompok militan yang masih bersembunyi di hutan-hutan Poso dan telah berbaiat kepada kelompok teroris Negara Islam (ISIS).
Kelompok tersebut sempat membuang tembakan sebanyak tiga kali ke arah petani lainnya di sekitarnya, tanpa melukai siapapun, kata Didik.
“Warga yang selamat berusaha menyampaikan kejadian itu kepada keluarga korban, dan sekitar pukul 16.00 WITA keluarga korban naik ke kebun dan mendapati korban sudah dalam keadaan meninggal dunia dengan luka benda tajam di bagian leher dan bagian tubuh lainnya,” ujar Didik.
Polisi mengatakan masih menyelidiki motif pembunuhan Papa Angga. “Yang pasti dari kasus sebelum-sebelumnya, MIT membunuh warga khususnya petani karena dituduh sebagai membantu polisi,” ujar Didik.
Kapolda Sulteng Irjen Syafril Nursal membantah bahwa korban memberi informasi kepada polisi.
“Petani itu tidak salah dan petani itu bukan pembantu aparat di Poso apa lagi pembantu polisi. Ini tidak bisa dibiarkan dan harus ditindak tegas,” demikian Syafril dalam pernyataan tertulis.
Kapolda mengaku, sudah memerintahkan Satgas Operasi Tinombala, satuan tugas yang terdiri dari gabungan tentara dan polisi yang dibentuk pada awal 2016 untuk menangkap MIT, untuk melakukan pengejaran terhadap pelaku.
“Kami tidak mau MIT sampai meresahkan masyarakat, saya juga mengimbau masyarakat tidak resah dan bersatu untuk bersama-sama kita lawan terorisme di bumi Kabupaten Poso,” kata Syafril.
Selidiki video
Sementara, telah beredar video berdurasi 1 menit 39 detik sejak akhir minggu lalu di mana orang yang diduga pimpinan MIT, Ali Kalora, berdiri di depan sebuah bendera hitam bertuliskan huruf Arab yang biasa dibawa kelompok ekstrim ISIS, mengimbau seluruh jaringan MIT untuk memerangi aparat.
“Thogut akan jatuh tersungkur dengan korona dan peperangan ini dalam waktu dekat,” kata orang yang diduga sebagai Ali dalam video itu. Dalam Islam, thogut adalah sebutan kepada mereka yang tidak menyembah Allah. Oleh kelompok militan, thogut ini juga mengacu pada pemerintah, terutama aparat keamanan.
Dalam video tersebut, Ali mengancam seluruh warga yang membantu polisi atau berpartisipasi dalam Bantuan Polisi (Banpol) yang ada di Sulteng khususnya di Poso.
“Akan kami potong batang leher kalian, bismillah jika dalam waktu dekat kalian tidak mau bertobat, insya Allah,”
“Lihat saja ini, kami telah memotong leher Banpol yang ada di daerah ini karena dia sudah bekerjasama dengan thogut sehingga memerangi mujahidin serta menyusahkan mujahidin di Poso,” tegas Ali.
Di bagian pertengahan video itu terlihat penggorokan seorang laki-laki yang diduga warga bernama Daeng Tapo, yang ditemukan tewas awal bulan ini di perkebunan Maitangi, Kecamatan Poso Pesisir Utara.
Terkait viralnya video itu, Kapolres Poso AKBP Darno mengatakan polisi masih melakukan investigasi.
“Kami masih selidiki bagaimana bisa video itu tersebar. Karena tidak mungkin mereka upload dari gunung, ini pasti ada yang upload di perkampungan,” sebut Darno.
Darno menambahkan, bahwa video yang diupload tersebut merupakan video baru. Dan korban yang digorok dalam video itu adalah Daeng Tapo.
Menurutnya, sebelum ditemukan tewas, Tapo dilaporkan hilang karena diduga diculik kelompok MIT pada 4 April.
“Kelompok itu sengaja menyebar ketakutan dengan video tersebut. Makanya kami minta warga untuk tetap tenang dan tidak perlu menanggapi video tersebut,” ungkapnya.
Warga sipil menjadi sasaran
Direktur Lembaga Pengembangan Studi Hak Asasi Manusia (LPS- HAM) Sulteng, Mohammad Affandi Zarkasi mengatakan alasan kelompok MIT membunuh petani karena dituduh sebagai pembantu polisi perlu diselidiki.
“Bagaimana kelompok itu bisa tahu kalau warga yang dibunuh adalah Banpol. Nah, ini kan jadi aneh. Atau memang kelompok MIT punya intelejen juga sehingga bisa mengetahui jika mereka diburu Satgas,” sebutnya kepada BenarNews.
Affandi mengatakan, Satgas di Poso jangan hanya fokus memburu kelompok MIT di hutan dan pegunungan, namun juga harus mencari simpatisan yang kapan saja bisa berhubungan dengan kelompok MIT.
“Saya menduga banyak simpatisan MIT yang tidak tercium Satgas di pemukiman sejumlah desa, nah ini bisa menjadi pintu untuk Satgas melakukan investigasi,” ungkapnya.
Affandi menambahkan, bahwa apa yang dilakukan MIT kepada warga sipil di Poso sudah masuk kepada pelanggaran HAM berat, oleh karena itu MIT harus ditindak dengan tegas.
“Kita dukung Satgas untuk memberantas kelompok itu, namun strateginya harus benar-benar tepat sehingga operasi ini tidak berlarut,” tutupnya.
Beberapa hari yang lalu, Rabu (15/4) polisi menewaskan dua militan MIT setelah baku tembak di Poso. Kedua militan yang telah ada dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) polisi tersebut sebelumnya menembak seorang polisi, demikian kata aparat.
Pemakaman kedua militan tersebut dua hari kemudian dihadiri sekitar tiga ratusan warga. Sambutan warga terhadap jenazah keduanya, menurut anggota keluarga dari salah satu militan yang meninggal itu merupakan bukti warga mendukung mereka.
Pasca kematian dua pengikuti MIT itu, jumlah anggota DPO kelompok militan itu tersisa 14 orang, kata polisi.