Pemerintah Longgarkan Pembatasan COVID-19, Pengamat: ‘Bukan Solusi Tepat’
2021.07.26
Jakarta

Keputusan pemerintah melonggarkan sejumlah pembatasan kegiatan masyarakat per Senin (26/7) dinilai pengamat sebagai kebijakan prematur, mengingat kasus harian dan angka kematian karena COVID-19 yang masih tinggi hinggas Senin ini (26/7), dengan jumlah orang meninggal hampir mencapai 1.500.
Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada Minggu malam mengumumkan bahwa pemerintah memutuskan untuk melanjutkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 terhitung sejak 26 Juli hingga 2 Agustus 2021, dengan memberikan sejumlah kelonggaran bagi sektor ekonomi kecil, di mana usaha mereka bisa tetap buka dengan pembatasan tertentu.
"Kebijakan itu kurang tepat karena secara epidemiologi situasi sejatinya belum terkendali. Sampai sekarang positivity rate masih tinggi, di atas 20 persen," kata anggota Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra kepada BenarNews.
"Angka korban jiwa pun sampai saat ini terus naik," ujarnya.
Rekor kematian harian tertinggi di Indonesia sejauh ini adalah 1.566, yang tercatat pada 23 Juli.
Sejumlah pelonggaran yang dilakukan pemerintah adalah kembali mengizinkan warung makan, lapak jajanan, serta pelaku usaha di ruang terbuka untuk melayani makan di tempat hingga pukul 20.00 dengan maksimal waktu makan setiap pengunjung 20 menit.
Pasar rakyat yang menjual selain kebutuhan harian diperbolehkan berdagang hingga pukul 15.00 dengan kapasitas 50 persen. Sementara usaha seperti pangkas rambut, laundry, dan usaha kecil lain diperkenankan buka hingga 21.00 dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.
Saat PPKM pertama diberlakukan pada 3 Juli lalu, Jokowi menargetkan penurunan kasus positif harian ke kisaran 10 ribu per hari, namun angka itu belum terealisasi sampai sekarang.
Pada Senin ini, kasus positif harian bertambah 28.228 orang sehingga total yang terinfeksi menjadi 3,1 juta. Adapun dengan penambahan 1.487 jiwa, total korban meninggal akibat COVID-19 tercatat 84.766 orang.
"Pelonggaran sektor ekonomi rakyat itu bukan solusi tepat karena berpotensi memicu kembali lonjakan kasus. Apalagi jumlah tes beberapa hari terakhir terus menurun," kata Hermawan.
‘Pengelolaan amarah publik’
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah, menilai keputusan pemerintah melonggarkan sektor ekonomi rakyat sebagai bentuk pengelolaan amarah publik.
Selama ini, ujar Trubus, pemerintah kerap menggonta-ganti istilah pembatasan kegiatan masyarakat, mulai dari PSBB, PPKM Darurat, hingga sekarang PPKM Level 1-4, namun hasil nyata belum terlihat.
Penegakan hukum di fase pembatasan kegiatan pun kerap menimbulkan gesekan antara aparat keamanan dan masyarakat sehingga memupuk ketidakpercayaan.
Di Gowa, Sulawesi Selatan, aparat Satuan Polisi Pamong Praja memukul suami-istri pemilik warung makan saat melakukan penertiban. Adapula cekcok antara pedagang di Pasar Klitikan, Solo antara Satpol PP dengan para pedagang yang menolak instruksi penutupan lapak.
"Pemerintah sadar bahwa mulai ada kegerahan di tengah masyarakat sehingga memilih melonggarkan pembatasan," ujar Trubus kepada BenarNews.
Ia pun melihat pelonggaran kebijakan sebagai antisipasi pengelolaan keuangan negara yang mulai menipis akibat pandemi yang telah berlangsung sejak Maret tahun lalu.
"Saya melihat pemerintah sudah kedodoran tekait dana jaring pengaman sosial sehingga melonggarkan aktivitas ekonomi masyarakat," lanjut Trubus.
Di sela-sela pemberian bantuan kemarin, Menteri Sosial Tri Rismaharini sempat mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa terus-menerus menyalurkan bantuan karena dana yang dimiliki negara terbatas.
BOR Rumah Sakit Turun
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mencatat tingkat keterisian tempat tidur (BOR) rumah sakit rujukan dan ruang unit gawat darurat nasional mengalami penurunan dibanding pekan sebelumnya.
Per 24 Juli 2021, rasio keterisian berada di kisaran 69 persen, dari sebelumnya 81-90 persen. Sementara keterisian ruang unit gawat darurat tercatat 74,3 persen, dari sebelumnya 78-96 persen.
Meski begitu, Sekretaris Jenderap Persi, Lia Gardenia Partakusuma, meminta pemerintah dan masyarakat tetap berhati-hati.
"Kita jangan hanya merujuk data, tapi juga melihat kondisi riil di lapangan. Pasien kritis dan ancaman kematian masih tinggi," ujar Lia saat dihubungi.
"Masih ada pula pasien yang terpaksa melakukan isolasi mandiri di rumah," ujarnya
Koordinator lapangan kelompok relawan Tim Kubur Cepat di Klaten, Jawa Tengah, Herry Prabowo, mengatakan dia dan timnya mengantar delapan jenazah COVID-19 pada hari Senin, satu di antaranya merupakan pasien yang meninggal kala menjalani isolasi di rumah.
Herry menambahkan hingga hari ini masih terdapat pasien yang belum beroleh tempat tidur atau ruang perawatan di rumah sakit rujukan COVID-19 di Klaten.
"RS Soeradji Tirtonegoro, misalnya, masih ada pasien yang dirawat di luar ruangan unit gawat darurat pada hari ini," ujar Herry saat dihubungi.
"Akibatnya, kalau ada yang minta diantar ke rumah sakit menggunakan ambulance saat ini, kami memastikan dulu apakah rumah sakit sudah tersedia."
Vaksinasi lamban
Dalam keterangan tertulis pada Sabtu pekan lalu, Resident Coordinator Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Indonesia Valerie Julliand menilai lambannya vaksinasi menjadi salah satu pemicu lonjakan kasus positif dan kematian akibat COVID-19 di tanah air.
Hingga 17 Juli, terang Valerie, rasio vaksinasi orang yang telah menerima dua dosis vaksin adalah enam untuk sekitar 100 orang Indonesia serta tergolong rendah untuk lansia dan kelompok rentan lainnya.
Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah daerah juga telah mengeluhkan ketersediaan vaksin kepada pemerintah pusat, seperti Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, Depok di Jawa Barat.
Terkait situasi tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan pers virtual memberi alasan, "Kalau ditanya kenapa tidak bisa lebih cepat lagi, ya, karena jumlah vaksin baru segitu."
"Kami kedatangan 30 juta dosis vaksin pada Juli dan Agustus akan kedatangan 45 juta vaksin produksi Sinovac, AstraZeneca, Moderna, dan Pfizer."
Secara total Indonesia telah menerima 130 juta dosis vaksin dari total kebutuhan 426 juta, namun per hari ini cakupan vaksinasi dosis kedua baru sebanyak 18,3 juta atau sekitar 8,71 persen dari keseluruhan target 208.265.720 jiwa. Target ini diperbesar dari target vaksinasi sebelumnya yang hanya 181,5 juta jiwa dari keseluruhan 270 juta penduduk Indonesia.
Sementara vaksinasi dosis pertama sebanyak 44,9 juta atau sekitar 21,48 persen.
Mengenai keluhan sejumlah daerah, Budi mengatakan pemerintah pusat mendistribusikan vaksin merujuk risiko sebuah wilayah.
"Artinya, provinsi yang kasus aktif tinggi akan diberikan lebih banyak, seperti Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali," terang Budi.
Sementara Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, dikutip dari CNN Indonesia mengatakan, dari 130 juta dosis vaksin yang tersedia, 68 juta di antaranya telah didistribusikan --sebanyak 50 persen untuk Jawa dan Bali.
Sisanya, masih berada di Bio Farma karena 30 juta di antaranya masih berbentuk bahan baku dan sedang diproduksi untuk empat pekan ke depan.
"Otomatis pembagiannya akan berbeda-beda. Apalagi vaksin datang secara bertahap," pungkas Nadia.