Pro Kontra Rencana Pemekaran Papua

Sebagian elit Papua dan tokoh intelektual muda menolak pemekaran karena dinilai menimbulkan permasalahan baru.
Victor Mambor
2019.11.06
Jayapura
191106_ID_Papua_1000.jpg Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) didampingi Gubernur Papua Lukas Emenbe (tengah) saat melakukan kunjungan kerja di Jayapura, Papua, 26 Oktober 2019.
Victor Mambor/BeritaBenar

Wacana pemekaran Papua yang muncul saat pertemuan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dengan sejumlah tokoh dari wilayah paling timur Indonesia itu September lalu, kembali menghangat, sehubungan dengan banyaknya respons baik yang setuju maupun tidak atas rencana tersebut, termasuk adanya perbedaan tentang wilayah mana yang perlu dimekarkan.

Sejumlah tokoh dari wilayah Tabi di Papua utara, misalnya, menyesalkan pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian saat dalam kunjungan kerja pertamanya ke Papua mengatakan kemungkinan bagian selatan Papua akan dimekarkan.

“Tidak ada dalam mekanisme proses pembentukan DOB (Daerah Otonom Baru) berdasarkan kajian intelijen, mesti menggunakan kajian akademik dan harus ada aspirasi dari bawah (masyarakat),” katanya Mathius Awoitauw, Ketua Forum Kepala Daerah se-Tanah Tabi, Selasa, 5 November 2019.

Ia merujuk para pernyataan Mendagri yang menyebutkan pemekaran Papua selatan berdasarkan analisis intelijen.

Tito dalam pernyataan kepada wartawan di Jakarta, pada 30 Oktober lalu menyebut pemekaran Papua dilakukan karena alasan situasional.

“Ini kan situasional. Kita kan dasarnya data intelijen. Kemudian, data-data lapangan kita ada. Situasi nasional,” katanya.

Meski rencana pemekaran Papua Tabi seakan menguap sejak kedatangan Mendagri, Awoitauw dan Kepala Daerah se-Tanah Tabi tetap memperjuangkan pembentukan provinsi baru itu karena sudah dirintis sejak 2013.

Jika rencana pemekaran Provinsi Papua Tabi terus didorong para kepala daerahnya, tak demikian dengan Provinsi Teluk Cenderawasih (kabupaten-kabupaten Biak Numfor, Supiori, Kepulauan Yapen dan Waropen).

Para kepala daerah di wilayah itu tampaknya sulit mendapatkan dukungan dari Kabupaten Nabire yang secara kawasan berada sekitar Teluk Cenderawasih karena Nabire lebih memilih bergabung dengan rencana pemekaran Provinsi Papua Tengah.

Dalam lawatan Jokowi ke Papua akhir Oktober lalu, walaupun mengatakan pemekaran bukanlah hal yang mudah, namun ia mengatakan akan menindaklanjuti rencana untuk Provinsi Papua Tengah yang akan ditempatkan di pegunungan tengah Papua.

“Tetapi khusus untuk Pegunungan Tengah, akan saya tindaklanjuti," kata Jokowi, di Wamena, ibu kota kabupaten Jayawijaya, saat itu.

Asosiasi Bupati wilayah adat Meepago mendeklarasikan keinginan DOB Papua Tengah yang diumumkan para Kepala Daerah Kabupaten Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya, Puncak, dan Mimika pada 2 November lalu.

Sementara Papua Selatan, yang disebutkan Mendagri Tito sebagai daerah yang akan dimekarkan, tampaknya tidak mendapatkan sambutan antusias dari Bupati Merauke, Fredy Gebze.

“Soal pemekaran, saya akan membicarakan bersama tiga bupati di wilayah selatan yakni Bupati Boven Digoel Beny Tambonop, Bupati Mappi Kristosimus Agawemu, serta Bupati Asmat Elysa Kambu,” kata Gebze, sambil menolak menjelaskan lebih jauh.

Pasca kerusuhan di sejumlah wilayah di Papua beberapa bulan lalu, 61 tokoh adat Papua bertemu dengan Jokowi di Istana Negara Jakarta, pada 10 September lalu.

Salah satu dari hasil pertemuan itu adalah rencana pemekaran wilayah Papua. Mereka beralasan dua provinsi yang ada, Papua dan Papua Barat, belum mampu mewadahi aspirasi ratusan suku yang ada di wilayah itu dan menyejahterakan rakyatnya yang sebagian besar hidup dalam kemiskinan walaupun Papua kaya akan sumber daya alam.

Penolakan masyarakat

Jika para kepala daerah lewat semangat membentuk DOB baru, sebagian elit Papua dan masyarakat kencang menyuarakan penolakan.

Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan Majelis Rakyat Papua (MRP) mengaku khawatir pembentukan provinsi baru semakin memarjinalkan orang asli Papua (OAP).

“Papua selatan misalnya dimekarkan, siapa yang akan menerima manfaatnya? Saat ini saja orang asli Papua, orang Marind di Merauke, sudah menjadi minoritas. Kita bisa lihat anggota DPRD Merauke, berapa yang orang asli” tanya Yunus Wonda, Ketua DPRP demisioner.

Proses pemekaran, tambah anggota MPR Robert Wanggai, harus melalui persetujuan DPR baik provinsi maupun kabupaten atas rekomendasi gubernur, para bupati dan MRP.

“Mekanisme itu kan harus dijalankan,” tegas Robert.

Harry Ndiken, seorang tokoh intelektual dari suku Malind di Merauke, meminta pemerintah tak memaksakan pemekaran Papua Selatan karena akan menimbulkan permasalahan baru dan kesenjangan di berbagai aspek.

“Saya ambil contoh nyata, jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Merauke mencapai 5000-an orang. Dari jumlah itu, OAP baik Malind, Boven Digoel, Mappi, serta Papua lain, hanya sekitar 800 orang,” katanya.

Hal sama disampaikan Simon Balagaize, tokoh pemuda Malind lain, yang mengatakan saat ini DPRD Merauke didominasi non-Papua dengan jumlahnya 27 orang dari 30 kursi DPRD.

“Hak politik orang Malind sebagai penduduk asli sudah dirampas. Jika Papua Selatan tetap dimekarkan, fenomena yang sama akan terjadi dengan skala lebih luas,” ujarnya.

Simon menambahkan jumlah penduduk wilayah Papua Selatan terdiri dari Kabupaten-kabupaten Merauke, Asmat, Boven Digoel dan Mappi saat ini hanya sekitar 500.000 orang.

Sementara itu data yang dibuat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil belum bisa mengklasifikasikan penduduk asli Papua dan non-Papua.

Pandangan berbeda disampaikan anggota DPRP, Nioluen Kotouki yang menilai usul pemekaran dari para bupati adalah upaya pengalihan pertanggungjawaban pengunaan dana Otonomi Khusus (Otsus).

“Itu dipolitisasi dalam agenda pemekaran Provinsi Papua Tabi, Papua Selatan, dan Papua Tengah,” katanya.

Kotouki menyarankan pemerintah lebih baik fokus pada rencana mengevaluasi penggunaan dana Otsus daripada menggulirkan wacana pemekaran.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.