Sejumlah Daerah Kembali Larang Perayaan Valentine

Pelarangan selalu berulang menjelang tanggal 14 Februari setiap tahun, tak jarang diperkuat dengan argumen majelis ulama daerah.
Arie Firdaus
2019.02.14
Jakarta
180214_ID_Valentine_1000.jpg Sejumlah pelajar Muslim berdemonstrasi mengecam Hari Valentine di Banda Aceh, Aceh, 14 Februari 2019.
AFP

Sejumlah pemerintah daerah kembali melarang perayaan Valentine yang jatuh pada 14 Februari karena dinilai tidak sesuai dengan budaya-budaya lokal di Indonesia dan ajaran Islam.

Pelarangan, antara lain, terbit di Padang di Sumatera Barat; Banda Aceh dan Aceh Barat di Aceh; Makassar, Sulawesi Selatan; hingga Depok, Bandung, dan Bogor di Jawa Barat.

"Kami sudah terbitkan surat edaran kepada sekolah-sekolah, agar siswa tidak merayakannya," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok Muhammad Thamrin kepada BeritaBenar, Kamis, 14 Februari 2019.

"Guru-guru harus menyampaikan kepada anak-anak, karena Valentine itu kan bukan budaya kita. Itu dari luar negeri."

Thamrin berharap imbauan ini dapat menangkal timbulnya tindakan di luar norma agama di kalangan anak muda saat merayakan Valentine.

"Sebagai antisipasi aktivitas menyimpang yang kemungkinan terjadi," tambahnya.

Alasan tak berbeda diutarakan Wali Kota Padang, Mahyeldi Asharullah terkait larangan merayakan Valentine di wilayahnya. Ia menilai Valentine bukanlah budaya Minangkabau dan ajaran Islam.

"Kalau mau berkasih sayang kepada pasangan, ya, harus pasangan yang mahram. Jika belum, tidak usah merayakan. Bukannya mendapatkan kebaikan, malah bisa menjerumuskan ke perbuatan tidak benar," ujarnya.

Mahyeldi bahkan mengancam akan menindak mereka yang bersikukuh tetap merayakan Valentine.

"Satpol PP akan menertibkan," kata Mahyeldi.

Pun, Pemerintah Kota Makassar lewat Wali Kota Danny Pomanto yang berjanji akan bersikap tegas terhadap mereka yang merayakan Valentine.

"Survei membuktikan pada saat Valentine itu penjualan minuman keras, narkoba, dan kondom meningkat," katanya seperti dilansir laman Detik.com.

Maka, pungkas Danny, "Siapa pun yang menjual kondom bebas kita akan razia."

Di Aceh Barat, petugas Wilayatul Hisbah atau polisi syariah mengimbau warga setempat untuk tidak merayakan Valentine melalui pengeras suara mobil patroli.

“Mengimbau seluruh lapisan masyarakat, terutama kawula muda dan pengusaha kafé  serta tempat rekreasi ataupun hiburan lainnya, untuk tidak melakukan kegiatan apa pun yang berkaitan dengan perayaan hari Valentine karena tidak sesuai dengan budaya Aceh dan syariat Islam,” ujar seorang polisi syariah melalui mobil patroli.

Kepada pengusaha kafé atau pengelola tempat hiburan yang tidak menaati imbauan itu, tambahnya, maka izin usahanya akan dicabut.

Menurut sejumlah warga setempat, tidak ada perayaan Valentine di daerah itu dan juga beberapa wilayah di Aceh – satu-satunya provinsi di Indonesia yang memberlakukan syariat Islam secara parsial.

Larangan kambuhan

Larangan merayakan Valentine memang hampir saban tahun diterbitkan pemerintah-pemerintah daerah di Tanah Air.

Mereka tak jarang memperkuat dalih pelarangan dengan berpijak pada fatwa majelis ulama setempat.

Tahun lalu, misalnya, Pemerintah Kota Depok juga mengedarkan larangan serupa. Begitu juga Pemerintah Kota Bandung, Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh, Kota Mataram dan Bima di Nusa Tenggara Barat.

Otoritas daerah Bima bahkan sampai melakukan razia rumah kos, hotel, penginapan, hingga tempat hiburan menjelang Valentine 2018.

Menanggapi berulangnya pelarangan perayaan Valentine oleh sejumlah pemerintah daerah, seorang warga Jakarta bernama Sonya Pratiwi menyebutnya sebagai tindakan berlebihan.

"Lebay lah," ujarnya.

Menurutnya, Valentine yang dirayakan saban 14 Februari sejatinya tak jauh berbeda dengan peringatan hari lain semisal Hari Ibu atau hari perayaan lain.

"Kalau kekhawatiran maksiat, itu kan bisa terjadi kapan saja," katanya.

Adapun warga lain bernama Irawan sependapat dengan larangan yang diterbitkan beragam pemerintah daerah dan majelis ulama daerah.

“Tidak ada di ajaran agama seperti itu (merayakan Valentine),” ujarnya.

“Lagipula, berkasih sayang itu kan bisa setiap hari, tak perlu menunggu Valentine."

Sikap MUI Pusat

Polemik perayaan Valentine sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia.

Otoritas beberapa negara lain juga pernah menerbitkan larangan perayaan Valentine. Jawatan Kuasa Fatwa Negeri Johor di Malaysia pernah menerbitkan fatwa menolak Valentine karena dianggap berseberangan dengan akidah Islam pada 2005.

Mereka pun menilai perayaan tersebut dapat membuat generasi muda tergelincir pada perbuatan zina dan maksiat.

Begitu pula pendapat Lembaga Riset Fatwa dan Riset Ilmiah Kerajaan Arab Saudi pada 2016 yang menyeruakan umat Islam tidak mengadakan, mendukung, turut bergembira, atau memberikan bantuan perayaan Valentine.

Sedangkan di Indonesia, meskipun MUI daerah kerap menerbitkan fatwa melarang perayaan Valentine, MUI Pusat sejauh ini belum pernah menerbitkan fatwa serupa sejauh.

Lantas, apakah MUI Pusat bakal menerbitkan fatwa melarang Valentine?

Sekretaris Jenderal MUI Pusat Anwar Abbas tak menutup kemungkinan.

"Yang minta tertulis belum ada. Tapi kalau ada yang menyampaikan, ya, kita pelajari,' ujarnya saat dihubungi BeritaBenar.

"Namun bagi saya, berkasihan itu sebenarnya tidak hanya sehari ini saja, tapi 365 hari."

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.