Puluhan Orang Tewas Akibat Miras Oplosan
2018.04.09
Jakarta

Puluhan orang tewas di Jawa Barat dan Jakarta karena meminum minuman keras (miras) yang dicampur dengan cairan lain, atau kerap dikenal miras oplosan. Pengawasan penjualan miras dan jamu yang longgar, dinilai memungkinkan korban akan bertambah karena kasus seperti ini sudah pernah terjadi sebelumnya.
Di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cicalengka mencatat 45 orang dirawat gara-gara keracunan minuman beralkohol yang dicampur zat lain. 20 di antaranya meninggal dunia saat dirawat di rumah sakit itu sejak Sabtu pekan lalu.
“Total yang meninggal dunia, kami catat hingga sore ini sudah 20 orang. Dari jumlah itu, 19 orang meninggal di rumah sakit dan satu orang meninggal saat di perjalanan menuju rumah sakit,” kata Direktur Utama RSUD Cicalengka, Yani Sumpena, saat dihubungi BeritaBenar, Senin, 9 April 2018.
Dia menambahkan delapan orang dirawat inap, 11 orang di instalasi gawat darurat, dan dua lainnya harus dirujuk ke RSUP Hasan Sadikin Bandung.
Yani mengaku para pasien yang sempat ditangani mengalami mual, pusing, sesak napas, dan muntah-muntah setelah meminum miras oplosan.
“Para pasien meninggal telah dibawa keluarga untuk dimakamkan. Kami masih berusaha merawat pasien lain yang membutuhkan perawatan intensif,” katanya.
Kabid Humas Polda Jawa Barat, AKBP Trunoyudo Wisnu, mengatakan dari keterangan para korban, minuman yang mereka minum dikemas dalam botol dan plastik yang dibeli di kios berbeda di Desa Cicalengka Wetan, Kebon Suuk, dan Bojong Asih.
Polisi telah menangkap enam pemilik warung serta menyita 75 botol minuman keras berbagai merek dan tiga tong besar berisi tuak. Polisi juga menyita 3.000 botol dan 25 jerigen miras.
Wisnu mengemukakan, berdasarkan penyelidikan sementara, alkohol dioplos dengan ginseng, obat batuk, dan obat antinyamuk.
“Yang kita sita berwarna kuning dan beraroma ginseng. Tapi harus diteliti lebih lanjut di laboratorium untuk mengetahui apa saja isi campurannya,” katanya kepada BeritaBenar.
"Miras ini mengandung alkohol konsentrat tinggi sehingga sangat berbahaya jika dikonsumsi manusia."
31 orang
Miras oplosan juga menelan korban jiwa di Jakarta, Bekasi, dan Depok. Polda Metro Jaya mencatat ada 31 orang tewas karena miras oplosan dalam seminggu terakhir.
"Kita telah mengamankan enam tersangka, terkait miras oplosan itu. Sedangkan masih ada dua orang pelaku yang kita tetapkan daftar pencarian orang (DPO)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Raden Argo Yuwono kepada wartawan.
Argo merinci mereka yang tewas akibat miras oplosan terdapat di Bekasi tujuh orang, Depok enam orang, Jakarta Selatan delapan orang dan Jakarta Timur 10 orang.
Ia menambahkan, pihaknya akan terus meningkatkan operasi minuman keras di wilayah hukumnya, untuk mencegah bertambahnya korban jiwa akibat menegak minuman keras oplosan.
“Tetap kita jalankan terus. Tapi juga kita ingatkan masyarakat agar tidak lagi minum minuman keras oplosan semacam itu,” ujarnya.
Devie Rachmawati, pengamat sosial dari Universitas Indonesia menilai miras oplosan menjadi alternatif untuk melepas masalah bagi masyarakat menegah ke bawah.
Mereka terpaksa menenggak miras oplosan karena tidak mampu membeli minuman alkohol yang mahal.
“Berawal dari kesulitan ekonomi, sulitnya mendapat pekerjaan, mereka stres dan mencari hiburan yang murah meriah. Mereka memilih meminum miras oplosan,” katanya seperti dilansir laman Okezone.com.
“Akhirnya mereka mencari minuman alkohol yang harganya murah. Inilah yang ditanggapi pasar sehingga mereka mencampur bahan berbahaya tersebut.”
Lemahnya pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap warung yang diduga menjual miras oplosan makin banyaknya korban berjatuhan.
Permintaan minuman keras cukup tinggi, membuat pedagang miras oplosan juga menjamur.
“Permintaan yang tinggi otomatis menciptakan pasar, karena itu perlu diperketat pengawasan dan regulasinya,” ujarnya.
Sinergi semua pihak
Anggota Komisi Hukum DPR, Nasir Djamil menilai pengawasan yang longgar tidak hanya oleh polisi, tapi juga oleh Kementerian Kesehatan maupun Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Akibatnya peredaran minuman keras terus marak.
“Kebanyakan miras oplosan dijual di toko jamu di pinggir-pinggir kampung, dan memang harus kita akui selama ini sangat minim pengawasan,” ujarnya kepada BeritaBenar.
Nasir menyebut pengawasan peredaran minuman keras tak bisa dilakukan polisi saja karena itu perlu ada sinergi antara semua pihak untuk melakukan penertiban.
“Jadi harus terus dilakukan pengawasan dan penindakan, kalau tidak makin banyak korban jiwa karena miras oplosan,” katanya.
Bagi Nasir, miras dan narkoba adalah hal yang sama-sama merusak generasi. Karena itu semua pihak harus bersama melindungi keluarganya dari pengaruh minuman berbahaya itu.
”Semua harus diingatkan, orang tua, tokoh masyarakat, semua harus berperan untuk melindungi agar tidak terpengaruh dan menjadi korban,” tegasnya.
DPR kini sedang menuntaskan pembahasan undang-undang tentang larangan minuman beralkohol.
Ketua Panitia khusus rancangan UU di DPR, Arwani Tomafi, mengatakan pertengahan akhir April regulasi itu akan dibahas di Paripurna.
Aturan ini, ujarnya, telah lama hendak ditelurkan oleh DPR dan pemerintah, tapi tidak masuk dalam prioritas sebelumnya.