Disambut Positif, Pusat Deradikalisasi Universitas Tadulako
2017.08.25
Palu

Pusat pengembangan deradikalisasi Universitas Tadulako (Untad) Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), mendapat sambutan positif dari para mahasiswa, ulama, dan polisi setempat.
"Itu seperti program deradikalisasi untuk mahasiswa. Tidak hanya orang atau kelompok radikal saja yang diberi program ini, pelajar tingkat universitas juga perlu,” tutur Rektor Untad Palu, Prof. Dr. Ir. Muh. Basir Cyio, S.E., M.S., kepada BeritaBenar, Kamis, 24 Agustus 2017.
Menurutnya, program ini merupakan instruksi pemerintah pusat untuk mengantisipasi mahasiswa terpapar paham radikal. Selain Untad, ada 62 perguruan tinggi lainnya di Indonesia yang juga membentuk pusat pengembangan deradikalisasi.
"Secara umum Untad bebas dari mahasiswa yang memiliki paham radikal. Meski begitu harus diantisipasi. Melalui pusat pengembangan deradikalisasi itulah wadahnya," jelas Basir.
Meski 63 universitas ikut membentuk pusat pengembangan deradikalisasi, namun baru tiga universitas yang bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri yaitu Untad, Universitas Hasanuddin di Makassar, dan Universitas Haluoleo di Kendari.
Penerapan program deradikalisasi dilakukan melalui seminar, yang menghadirkan para narasumber dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Polri, pemerintah provinsi, akademisi, dan pihak lain yang fokus terhadap deradikalisasi.
Kegiatannya telah berjalan dan diterapkan kepada mahasiswa pada jam tambahan mata kuliah.
"Mahasiswa secara bergantian ikut seminar dan diskusi program deradikalisasi," ungkap ketua pusat pengembangan deradikalisasi Untad, Rahmat Bakri.
Bermanfaat dan efektif
Sejumlah mahasiswa yang pernah ikut program itu menyambut baik karena bermanfaat. Mereka menyatakan seharusnya sejak lama program seperti itu diterapkan, agar paham radikal tidak masuk ke lingkungan kampus.
"Kalau diantisipasi lebih awal, kami yakin mahasiswa tidak ada yang terpengaruh,” kata Delia Sari, seorang mahasiswi Untad, kepada BeritaBenar, Jumat.
"Ini harus diintensifkan sehingga semua mahasiswa menerima program deradikalisasi."
Hal senada dikatakan seorang mahasiswa lain, Muh. Defrianto.
"Semua mahasiswa harus ikut program ini, tanpa terkecuali. Kami dengar silih berganti mahasiswa menerima seminar deradikalisasi," katanya.
"Pekan kemarin sudah berlangsung. Saya dan kawan-kawan sudah menerima program deradikalisasi. Jadi tahu betapa bahayanya pengaruh radikal."
Rahmat meyakini program ini dapat menangkal penyebaran negatif dari paham radikal di lingkungan kampus. Apalagi dalam penerapannya melibatkan banyak pihak.
“Program ini adalah kerja nyata yang ditetapkan pihak universitas untuk menangkal dan memerangi paham radikal di kalangan mahasiswa,” kata ketua pusat deradikalisasi Untad itu.
"Sebagai calon pemimpin, mahasiswa perlu dibekali ilmu dan pemahaman pentingnya toleransi antarumat beragama, cinta NKRI, UUD 1945, dan Pancasila.”
Disambut baik
Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng menyambut baik pusat deradikalisasi Untad, seperti dikatakan Kabid Humas AKBP Hari Suprapto bahwa pihaknya mendukung penuh.
"Kami juga mau diajak terlibat dalam penerapan program itu, supaya mahasiswa benar-benar tahu bahaya radikal sehingga tidak menerima paham itu," ujarnya ketika diminta komentarnya.
Langkah yang diambil Untad bersama sejumlah universitas lain di Indonesia, lanjut Hari, harus didukung sehingga mahasiswa Indonesia terbebas dari paham radikal yang merugikan negara.
"Melalui program deradikalisasi ini sangat ampuh mencegah bibit baru bermunculan," kata Hari.
Ia berharap, penerapan program deradikalisasi dilakukan di seluruh universitas yang ada di Sulteng.
"Jika semua kampus menerapkan ini, kami sangat yakin tidak akan ada bibit baru radikal, meski memang sejauh ini tidak ada universitas di Palu terkontaminasi paham tersebut," tukasnya.
Senada dengan Polda, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulteng, Zainal Abidin, berharap pemerintah memikirkan untuk mengembangkan program seperti itu di semua tingkatan sekolah mulai dari SD, SMP, hingga SMA.
"Sehingga kampanye untuk menangkal paham radikal benar-benar berasa sedari dini," katanya kepada BeritaBenar.
Menurut Zainal, yang juga Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, pihaknya di kampus juga telah menerapkan program itu, meski tak termasuk dalam perguruan tinggi yang membentuk pusat pengembangan deradikalisasi.
Menurutnya, sebelum ada program pemerintah, IAIN telah lebih dulu mengantisipasi paham radikal.
"Dalam setiap penerimaan mahasiswa baru antisipasi paham radikal selalu dilakukan. Alhamdulillah, sampai saat ini IAIN tidak ditemukan mahasiswa yang radikal," katanya.
Dia menambahkan pihaknya bersama mahasiswa juga sepakat untuk mendeklarikasikan menolak paham radikal, cinta NKRI dan menghormati Pancasila.
"Ini terus digemakan, sehingga benar-benar menciptakan mahasiswa terpelajar yang terbebas dari paham radikal sehingga mereka bersifat negarawan," ujar Zainal.
Rencana ke Poso
Basir menambahkan jika program ini sudah berjalan dengan baik dan semua mahasiswa Untad telah mendapatkan pelatihan, tak tertutup kemungkinan untuk menerapkan deradikalisasi kepada masyarakat di Poso.
Poso adalah satu kabupaten di Sulteng yang pernah menjadi basis Mujahidin Indonesia Timur (MIT) – kelompok militant bersenjata yang terafiliasi dengan Negara Islam Suriah dan Irak (ISIS).
Sejak pimpinan MIT, Santoso, tewas dalam baku tembak dengan TNI pada pertengahan 2016 serta sebagian besar pengikutnya tewas dan ditangkap, kekuatan kelompok itu hanya tersisa beberapa orang lagi. Namun operasi perburuan mereka masih terus dilakukan pasukan TNI/Polri.
Menurut Rektor Untad, jika program deradikalisasi dilaksanakan ke masyarakat di Poso, pihaknya akan melibatkan sejumlah pihak, terutama pemerintah setempat.
"Kami anggap itu sangat penting, namun untuk saat ini kami belum mengarah ke Poso. Sementara fokus untuk mahasiswa dulu," pungkasnya.