Pemerintah Optimis Kikis Doktrin Radikal Anak-anak Pelaku Teror
2018.06.13
Jakarta

Kementerian Sosial (Kemensos) akan melindungi dan merehabilitasi tujuh anak pelaku bom di Surabaya dan Sidoarjo dalam upaya mengikis paham radikal dan doktrin terorisme yang melekat pada mereka, demikian kata Menteri Sosial Idrus Marham.
“Dengan cara ini kita dapat proyeksikan, bila dilakukan dengan serius maka pelan-pelan tapi pasti kita dapat netralkan doktrin terorisme dan kita isi mereka dengan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin [rahmat bagi seluruh alam],” kata Menteri Idrus, merujuk pada penanganan terpadu kementerian tersebut dengan lembaga lain, usai menerima ketujuh anak tersebut dari Polda Jawa Timur di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Selasa, 12 Juni 2018.
Idrus tak menjelaskan secara rinci bagaimana program itu akan dilaksanakan. Dia hanya menyebut program itu dijalankan atas kerjasama dengan kementerian dan lembaga pemerintah antara lain Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Saat ini memang diserahkan ke Kemensos, tapi langkah selanjutnya kita tetap koordinasi dan evaluasi untuk tentukan langkah lebih lanjut,” ujarnya kepada wartawan.
Ketujuh anak terdiri dari tiga lak-laki dan empat perempuan berusia antara 4-15 tahun itu sebelumnya ada yang telah menjalani perawatan medis di Surabaya dan mendapat pendampingan dari fasilitator setempat.
Tiga anak diantaranya adalah kakak beradik berusia 10, 11, dan 15 tahun merupakan anak Anton Febrianto.
Anton tewas bersama istrinya dan anak pertama mereka ketika bom rakitan yang dipersiapkan Anton meledak tidak sengaja di rumah susunnya di Sidoarjo.
Tiga anak lainnya adalah anak terduga teroris Dedy Sulistianto yang tewas ditembak oleh polisi di kawasan Manukan Kulon, Surabaya, 15 Mei lalu. Dedy adalah adik Anton.
Anak ketujuh adalah putri Tri Murtiono, pelaku bom bunuh diri yang membawa seluruh anggota keluarga terdiri dari istri dan tiga anak dengan mengendarai dua sepeda motor untuk meledakkan bom di Mapolrestabes Surabaya, pada 14 Mei 2018.
Bocah berusia tujuh tahun itu yang satu-satunya selamat; kedua orang tua dan dua abang kandungnya tewas di tempat.
‘Baik dan layak’
Ketujuh anak tersebut ditempatkan di suatu tempat yang “baik dan layak”, namun Idrus menolak menyebutkan lokasinya dengan alasan keamanan dan privasi mereka.
“Saya yakin setelah dua atau tiga hari adaptasi dengan pendampingan yang sangat edukatif, mereka bisa tinggal di tempat yang sudah kami sediakan dengan penuh kegembiraan,” ujar politisi Partai Golkar itu.
Idrus menjelaskan bahwa pada tahap awal Kemensos akan memberikan pendampingan untuk mengembalikan kepercayaan diri mereka yang nantinya diharapkan dapat mengikis paham radikal yang diajarkan orang tuanya.
Namun, Idrus mengakui hal itu perlu waktu.
“Kita melihat perkembangan, dari sisi fisiknya bagaimana kesehatannya, psikologisnya, yang paling penting adalah paham tentang ajaran radikal itu bisa betul-betul bersih dari pikirannya,” katanya.
Menurut Idrus, ini bukan pertama kalinya Kemensos menangani anak-anak korban terorisme dan pelaku terorisme. Sejauh ini, sudah ada 81 anak yang ditangani Kemensos, termasuk membantu pemberdayaan ekonomi bagi keluarga mereka.
Idrus belum dapat memastikan bila mereka nantinya akan dikembalikan ke keluarga setelah selesai menjalani masa rehabilitasi.
“Kita akan evaluasi, kita tidak bisa dengan kaku menjalankan tahap demi tahap. Kita harus fleksibel menjalaninya karena ini masalah ideologi dan pemahaman keagamaan yang harus kita hadapi dengan serius. Ketika kita yakin paham radikalismenya sudah bersih, baru kita bisa ambil langkah lebih lanjut,” ujarnya.
Penyesuaian
Neneng Heriyani, pejabat Kemensos yang menangani ketujuh anak itu mengatakan bahwa mereka menjalani hari pertama di panti rehabilitasi dengan baik.
“Mereka sedang penyesuaian dengan lingkungan baru,” ujarnya kepada BeritaBenar, Rabu.
Neneng menambahkan mereka semua didampingi oleh nenek dan anggota keluarga lainnya di panti rehabilitasi.
Any Rufaidah, peneliti isu terorisme dari Pusat Riset dan Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, mengatakan rehabilitasi merupakan langkah yang bagus karena anak-anak membutuhkan perlindungan agar tidak kembali ke komunitas sebelumnya.
“Kehadiran negara sangat dibutuhkan dalam kondisi seperti ini. Namun harus dipastikan bahwa Kemensos memiliki platform yang jelas tentang bagaimana membantu anak-anak tersebut dan harus ada penilaian terhadap masing-masing individu agar perlakuan atas mereka tidak dipukul rata,” ujarnya kepada BeritaBenar.
Ditambahkan bahwa mereka juga perlu pengawasan dalam interaksi dengan anak-anak lain agar tak memberikan pengaruh kepada yang lain karena Kemensos juga menangani anak-anak lain.
“Interaksinya harus dikontrol dulu pada tahap awal. Setelah dipastikan mereka tidak akan memberi pengaruh buruk, biarkan mereka berinteraksi dengan yang lain karena ini menjadi bagian yang penting untuk memahami perbedaan dengan orang lain,” pungkas Any.
Pelarangan penyiaran langsung sidang terorisme
Sementara itu, akhir minggu lalu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merilis pernyataan pelarangan media televisi dan radio menyiarkan secara langsung persidangan terorisme.
Dalam surat edaran tersebut disebutkan salah satu tujuan pelarangan tersebut adalah untuk meminimalisir potensi penyebaran ideologi terorisme dan untuk mencegah bangkitnya simpati terhadap tersangka teroris.
Salah seorang terdakwa kasus terorisme yang saat ini sidangnya menjadi perhatian media adalah Aman Abdurrahman. Residivis yang disebut-sebut sebagai pimpinan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia ini didakwa mendalangi sejumlah aksi teror di tanah air beberapa tahun terakhir ini.
Nasibnya akan ditentukan dalam persidangan pada 22 Juni 2018.