Cabut Moratorium Reklamasi Teluk Jakarta, Luhut Dikecam

Menteri Koordinator Kemaritiman menyatakan proyek reklamasi dapat dilanjutkan karena persyaratan telah dipenuhi pengembang.
Arie Firdaus
2017.10.09
Jakarta
171009_ID_reclamation_1000.jpg Aktivis dan nelayan melakukan unjuk rasa menolak reklamasi Teluk Jakarta di depan Istana Negara, 19 September 2016.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Aktivis lingkungan hidup mengecam keputusan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang mencabut seluruh moratorium proyek reklamasi Teluk Jakarta dan menilai pemerintah telah bersikap sewenang-wenang karena mengabaikan nelayan.

"Sepanjang moratorium, pemerintah tak pernah melibatkan pihak-pihak yang menolak reklamasi dalam diskusi," kata aktivis dari Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ), Tigor Gemdita Hutapea, kepada BeritaBenar, Senin, 9 Oktober 2017.

"Tapi sekarang tiba-tiba dicabut. Tanpa pernah mendengarkan pendapat kami."

Kecaman serupa disampaikan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dengan menyatakan pemerintah lebih berpihak kepada kepentingan pemilik modal.

"Kalau berpihak ke nelayan, pemerintah akan paham dampak reklamasi Teluk Jakarta," kata Manajer Kampanye Pesisir, Laut, dan Pulau Kecil Walhi, Ony Mahardika.

Menurutnya, reklamasi hanya merugikan para nelayan kecil lantaran mengurangi hasil tangkapan mereka.

Hal ini, tambah Ony, telah terbukti sepanjang moratorium reklamasi, tangkapan nelayan meningkat dari sebelumnya --saat reklamasi berlangsung.

"Jika dilanjutkan, akan kembali muncul kerusakan lingkungan dan iklim yang mengurangi tangkapan nelayan, sehingga mengganggu pendapatan mereka,” ujarnya.

Amdal selesai

Pencabutan keseluruhan moratorium reklamasi diumumkan Luhut, Kamis pekan lalu, dengan menyatakan, pembangunan dapat dilanjutkan karena segala permasalahan administrasi telah dituntaskan pengembang, salah satunya terkait analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

"Dengan begitu, penghentian sementara atau moratorium pembangunan reklamasi sebagaimana diatur surat Menteri Koordinator Kemaritiman sebelumnya dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi," kata Luhut dalam keterangan tertulis, Sabtu lalu.

Moratorium reklamasi tiga pulau di Teluk Jakarta: C, D, dan G diterbitkan April 2016, setelah Menteri Koordinator bidang Kemaritiman ketika itu, Rizal Ramli, menggelar rapat bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Salah satu pertimbangan Rizal adalah reklamasi berimbas terhadap ekosistem bakau, menghalangi jalur dan wilayah tangkap nelayan, serta mengganggu operasi PLTGU Muara Karang, Jakarta Utara.

Rizal Ramli dicopot dari jabatan Menteri Koordinator Kemaritiman dan digantikan Luhut, yang kemudian mencabut kebijakan moratorium itu secara bertahap.

Moratorium reklamasi Pulau C dan D dicabut pada September lalu setelah pemerintah menilai PT Kapuk Naga Indah selaku pengembang telah memenuhi syarat yang diminta pemerintah.

"Kami minta detail urukan pasir dari mana, mereka berikan. Kami minta kajian lingkungannya dibereskan, mereka kerjakan. Kami minta itu sisi pulau dikasih beton, mereka beton. Semuanya dikerjakan. Jadi tidak masalah," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, dikutip dari CNN Indonesia.

Pencabutan moratorium Pulau G diumumkan Luhut, Kamis  lalu.

"Seluruh syarat administratif telah dipenuh pengembang pulau tersebut," kata Luhut.

"Permintaan PLN kepada pengembang untuk menyelesaikan permasalahan yang mengganggu aliran listrik PLTU Muara Karang telah diselesaikan dengan membangun terowongan bawah tanah dan kolam berisi air pendingin yang disalurkan ke PLTU. Selain itu juga akan dilakukan perpanjangan kanal."

Dari delapan pulau yang sudah dibangun -rencana total 17 pulau, tiga pulau: C, D, dan G tersandung bermasalah.

Pulau G yang dikelola PT Muara Wisesa Samudera mendapat masalah paling pelik lantaran sempat melalui proses gugat menggugat di ranah hukum antara koalisi lembaga swadaya masyarakat dan Pemerintah DKI Jakarta.

Gugatan tuntas setelah Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi pemohon koalisi lembaga swadaya masyarakat dengan alasan cacat dokumen pada Maret 2017.

Sejak Suharto

Ketujuh belas pulau reklamasi di pesisir Jakarta yang dinamakan sesuai alfabet A-Q menurut rencana akan dimanfaatkan untuk beberapa hal: mulai dari perumahan elit, kawasan wisata, hingga pelabuhan.

Keberadaan ke-17 pulau itu bakal membuat Jakarta memiliki tambahan tanah seluas 5.100 hektare, dengan total bea pengembangan mencapai Rp500 triliun.

Sejatinya proyek tersebut digagas sejak zaman Presiden Soeharto, melalui Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 tentang reklamasi, namun terhalang pelaksanaannya karena krisis finansial di akhir 1990 an.

Pada tahun 2010, Gubernur Jakarta saat itu, Fauzi Bowo, memastikan pelaksanaan proyek tersebut dengan mengeluarkan ijin pembangunan pulau C, D, dan E, seperti dikutip di The Jakarta Post.

Pada Desember 2014, mantan Gubernur Jakarta, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, mengeluarkan ijin pembangunan untuk pulau G, dan juga F, I, K, dan H.

Ketika pengembang mulai melakukan pembangunan, proyek tersebut dihentikan dengan keluarnya kebijakan moratorium dari Menteri Koordinator bidang Kemaritiman saat itu, Rizal Ramli.

Tunggu janji gubernur baru

Reklamasi Teluk Jakarta juga menjadi topik perdebatan Pilkada Jakarta tahun ini. Pasangan terpilih Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dalam kampanyenya menolak reklamasi tersebut.

“Kami menunggu janji gubernur terpilih," kata Suhali, seorang nelayan tradisional di Muara Angke yang berseberangan dengan Pulau G.

"Reklamasi itu merugikan," ujarnya seraya menyebutkan pembangunan di Pulau G telah kembali berlangsung usai sempat terhenti.

Anggota tim sinkronisasi Anies–Sandi, Edriana Noerdin, memastikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang akan dilantik pada 16 Oktober nanti akan menepati janji.

"Insya Allah tetap menolak (reklamasi). Tunggu saja setelah pelantikan," kata Edriana kepada BeritaBenar.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.