Kematian Harian Tembus 2000, Pemerintah Klaim Penurunan Kasus
2021.07.27
Jakarta

Angka kematian harian akibat COVID-19 mencatat kenaikan tertinggi tembus di atas 2000 dengan 2.069 kasus pada Selasa (27/7), sehari setelah pemerintah melonggarkan sejumlah pembatasan pandemi pasca klaim adanya penurunan kasus virus corona.
Pada Selasa, jumlah kasus COVID-19 kembali bertambah 45.203 yang membuat angka total nasional menjadi 3.239.936.
Sementara total keseluruhan korban meninggal dunia akibat COVID-19 mencapai 86.835 kasus sejak kasus pertama dilaporkan Maret tahun lalu.
Juru Bicara Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito, mengatakan kasus mingguan di Jawa - Bali mengalami penurunan sejak diterapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat pada 3 Juli.
Namun demikian di pulau luar Jawa kasus masih sedikit mengalami peningkatan, ujarnya.
“Dilihatnya itu per minggu untuk bisa melihat trend. Jika dilihat pada Pulau Jawa-Bali yang menerapkan PPKM level 3 dan 4, minggu ini terlihat penurunan kasus mingguan sebesar 24 persen setelah terjadi peningkatan kasus dalam dua minggu selama masa PPKM darurat,” katanya.
Namun, jelas Wiku, jika dilihat pada propinsi di luar Jawa dan Bali ternyata selama PPKM darurat masih terjadi sedikit kenaikan kasus sebesar 3,6 persen, walaupun tidak setinggi pada minggu sebelumnya sebesar 53 persen.
“Kenaikan ini dikontribusikan oleh Kalimantan Timur dengan jumlah kasus sebesar 10.297 kasus, Sumatra Utara dengan 7.528 kasus, Riau dengan 5.999 kasus dan Sulawesi Selatan 5.010 kasus,” ujarnya.
Angka konfirmasi COVID-19 di Indonesia berkisar rata-rata 50.000 pekan lalu, namun turun ke angka 40,000an minggu ini.
Penurunan kasus ini juga dibarengi dengan menurunnya jumlah testing harian dari yang berkisar di atas 200 ribu spesimen perhari menjadi 160 ribu spesimen pada awal pekan kemarin.
Per hari ini, jumlah tes kembali meningkat menjadi 260 ribu spesimen.
Berdasarkan data dari tim LaporCovid19, hingga 23 Juli, angka kematian positif COVID-19 diperkirakan telah mencapai 100.436 jiwa atau terdapat selisih angka kematian sebesar 19.838 atau 24,6 persen dari data pemerintah.
“Kondisi ini menunjukkan, ada masalah serius dalam pendataan kematian akibat pandemi di Indonesia karena ada lebih dari 19.000 pasien positif COVID-19 meninggal yang datanya belum tercatat di pemerintah pusat,” ujar inisiator LaporCovid19, Irma Hidayana kepada BenarNews.
Berdasarkan data LaporCovid19, hingga 27 Juli, sebanyak 2.705 orang meninggal saat isolasi mandiri dan tidak mendapatkan perawatan di rumah sakit, sebagian besar terjadi di Jakarta.
Semu
Menurut pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, klaim penurunan kasus itu bersifat semu karena yang justru terjadi saat ini adalah peningkatan kasus yang tidak terdeteksi.
“Klaim penurunan kasus terjadi di tengah minimnya testing, sehingga semakin banyak orang tidak terdeteksi,” katanya kepada BenarNews.
Selain itu strategi pasif dari pemerintah karena minimnya pelacak membuat tingkat positivitas, yaitu jumlah yang positif berbanding dengan orang yang dites, di Indonesia tetap tinggi.
“Ini menandakan lebih banyak kasus yang tidak terdeteksi dibandingkan yang terdeteksi,” ujarnya.
Dicky memperkirakan akhir Juli - awal Agustus Indonesia sedang mengalami puncak kasus dengan angka kematian 2000an kasus per hari.
“Kematian tinggi ini akibat produk dari kasus 3 minggu sebelumnya, sudah kronis karena keterlambatan. Terlambat ditemukan, terlambat dirujuk dan terlambat ditangani,” kata dia.
“Pelonggaran ini tidak tepat namun juga harus berkompromi dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat kecil di Indonesia jadi mau bagaimana lagi?” ujarnya merujuk pada PPKM Level 4 yang ditetapkan pemerintah dengan sejumlah pelonggaran sejak sehari sebelumnya.
Vaksin tiba
Pada Selasa, pemerintah menerima 21,2 juta dosis tambahan bahan baku vaksin Sinovac untuk diolah menjadi vaksin jadi guna memenuhi stok yang minim.
Ini merupakan kedatangan vaksin yang ke-30 dari keseluruhan vaksin yang didatangkan oleh pemerintah.
“Pemerintah masih akan terus berupaya mendatangkan vaksin melalui seluruh jalur yang ada guna memastikan ketersediaan stok vaksin untuk mencapai target sasaran vaksinasi,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers virtual.
Menurut data, hingga saat ini sekitar 18,6 juta masyarakat Indonesia telah divaksinasi penuh atau sekitar 6,7 persen dari total 270 juta penduduknya. Pemerintah menargetkan setidaknya akan memvaksinasi sekitar 208 juta penduduk Indonesia untuk mencapai kekebalan komunitas (herd immunity).
Saat ini, sebanyak 718 ribu anak telah mendapatkan vaksinasi dosis pertama, ujar Airlangga.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan meminta pemerintah daerah mengatur distribusi vaksinasi untuk mengatasi stok vaksin yang kurang.
“Kita tahu stok vaksin untuk memenuhi kebutuhan vaksinasi usia 18 tahun tidak bisa mencukupi dalam waktu yang bersamaan,” kata juru bicara kementerian Siti Nadia Tarmizi kepada BenarNews.
Berdasarkan data, untuk memenuhi sasaran vaksinasi Indonesia membutuhkan setidaknya 426,5 juta dosis vaksin, sementara dosis yang sudah diterima sebanyak 150 juta dosis.
Dari jumlah tersebut, 45 juta dosis sedang diproses menjadi vaksin jadi di Bio Farma, sementara 63 juta vaksin sudah didistribusikan dan disuntikkan ke masyarakat.
“Dengan jumlah vaksin yang ada saat ini, kalau belum waktunya jadwal untuk menerima vaksinasi dosis kedua, maka sebaiknya stok vaksin yang ada diberikan untuk dosis pertama, jangan disimpan,” ujarnya.
“Kita berharap masyarakat untuk bersabar karena vaksin akan tersedia sesuai dengan kedatangan vaksin,” tegasnya.