Remisi Terdakwa Teroris Masih Diperdebatkan

Oleh Yenny Herawati
2015.04.15
150415_ID_YENNY_ABU_BAKAR_TNI_620.jpg Abu Bakar Bashir terlihat di balik jeruji besi menunggu putusan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 16 Juni 2011.
AFP

Diperbaharui pada 18.30 ET, 2015-08-17

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengusulkan remisi terdakwa teroris yang menunjukkan sikap baik. Pakar terorisme dan Hak Asasi Manusia (HAM) menyatakan hal ini susah diterapkan karena tidak ada tolak ukur yang menjamin mereka kembali ke masyarakat dan tidak mengulang aksi teror.

“Dengan memberikan remisi bagi mereka yang sudah melunak, kooperatif, dan bisa kerjasama dengan pemerintah, kita bisa mengajak mereka untuk proses deradikalisasi lanjutan. Kita juga bisa mendapatkan informasi dari mereka untuk membongkar jaringan-jaringan teroris lainnya,” kata ahli BNPT Wawan Purwanto tanggal 14 April.

Pengurangan hukuman ini menurut Wawan bisa dilakukan dengan rekomendasi dari BNPT dan Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham). BNPT selama ini melakukan pemantauan dan penilaian terhadap narapidana kasus terorisme.

“Kalau mereka menyebarkan ideologi yang baik dan telah menyadari kesalahannya mereka bisa membantu kita memberantas terorisme dan mencegah radikalisme di Indonesia,” katanya lanjut.

Indonesia mempunyai 242 narapidana terorisme yang tersebar di beberapa Lembaga Pemasyarakatan (lapas). Sejumlah 22 orang masih mempertahankan ideologi radikalnya, kata Wawan.

Untuk mencegah penyebaran ideologi radikal kedua narapidana (napi) Abu Bakar Basyir dan Aman Abdurrahman, mereka akan dipindahkan ke sel khusus dan akan dipantau.

Wawan menambahkan bahwa saat ini 340 orang teroris yang telah keluar dari penjara.

Dari jumlah tersebut, 30 diantaranya diketahui telah kembali ke kelompok radikal, 4 orang diantaranya tertembak ketika ditangkap polisi karena terlibat kembali dalam kasus teror yang baru.

“Dari jumlah tersebut, berarti 90 persen kan sudah baik dan berhasil kembali ke masyarakat. Angka 10 persen ini masih dalam kondisi belum sepenuhnya bisa kembali normal. Untuk itu BNPT terus melakukan pelatihan untuk berbagi informasi,” katanya lanjut.

Kebijakan beresiko tinggi

Pakar Hukum Universitas Indonesia, Topo Santoso, mengatakan, standar untuk memberikan remisi akan susah diterapkan karena tolak ukurnya tidak jelas.

"Perilaku baik juga tidak bisa dipukul rata bagi terpidana teroris. Syarat tersebut tidak ada tolak ukur dan jaminan jelas. Mereka bisa berpura-pura baik dan keluar kembali merugikan orang banyak dengan aksi teror," kata Topo kepada BenarNews lewat jaringan telefon.

Topo menilai, jika BNPT memberikan remisi bagi para napi teroris, lembaga tersebut perlu mendudukkan persoalan terorisme dengan cara pemulihan yang berbeda dengan napi lainnya.

Menurut Topo, terorisme lahir bukan hanya karena faktor psikologis. Namun, bisa juga disebabkan oleh factor ekonomi, kedekatan personal, kepercayaan diri, lingkungan dan keluarga. Aspek-aspek tersebut kemudian menjadi titik masuk paham radikalisme.

Pakar hukum pidana Univeristas Islam Indonesia, Muzakir, menilai remisi memang hak napi.

"Apakah itu koruptor atau teroris, semua harus adil karena dimata hukum mereka mempunyai hak yang sama," ujar Muzakir kepada BenarNews, tanggal 14 April.

Ia juga mengatakan negara harus punya standar yang jelas terkait remisi ini.

“Remisi harus mempunyai dasar hukum,” lanjut Muzakir.

Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan para napi yang divonis dalam kasus terorisme bisa diberdayakan untuk menjadi penguat wilayah perbatasan dan pulau terluar Indonesia.

"Mereka bisa diberi peran untuk menjaga perbatasan atau pulau terluar. Karena sesungguhnya mereka juga memiliki potensi dan kemampuan untuk bisa berperan dalam pertahanan negara," ujar Al Chaidar saat dihubungi BenarNews, 14 April.

Cara ini menurut Al Chaidar lebih manusiawi ketimbang menghukum mati mereka, atau mengucilkan mereka. Memberi peran kepada mereka berarti memberikan mereka peran untuk bisa mencintai bangsanya.

Selain itu, negara juga perlu menjamin secara aspek ekonomi.

"Kendala ekonomi sering menjadi alasan yang logis bagi militan," ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.