Serius Ibu Kota Dipindahkan, Jokowi Sambangi Kalimantan
2019.05.07
Jakarta

Presiden Joko “Jokowi” Widodo menegaskan bahwa pemerintah memiliki tekad dan keseriusan untuk mewujudkan pemindahan ibu kota. Beberapa daerah di Kalimantan menjadi calon lokasi ibu kota baru.
"Kita serius dalam hal ini karena sejak 3 tahun yang lalu sebetulnya telah kita bahas internal. Kemudian 1,5 tahun yang lalu kami minta Bappenas untuk melakukan kajian-kajian lebih detail baik dari sisi ekonomi, sosial-politik, dan dari sisi lingkungan," katanya, Selasa, 7 Mei 2019.
Meski belum pasti, tapi tiga daerah telah disiapkan sebagai lokasi pemindahan ibu kota dengan luas lahan 80.000 hektar, 120.000 hektar dan 300.000 hektar. Ketiganya lebih luas dari ibu kota Jakarta yang luas wilayahnya sekitar 66.000 hektar.
"Apa yang sudah tersedia ini lebih dari cukup kalau hanya dipakai sebagai ibu kota pemerintahan. Artinya ini tinggal memutuskan," katanya.
Namun, Jokowi tidak menyebutkan nama ketiga daerah dimaksud.
Ia menambahkan anggaran yang akan digunakan sebisa mungkin tak membebani APBN, yang sebelumnya disebutkan Kepala Bappenas mencapai Rp466 triliun.
"Kemarin Menteri Keuangan sudah menyampaikan, kalau angkanya seperti itu tidak ada masalah," ujar Jokowi.
"Akan kita cari sebuah skema khusus sehingga nantinya ibu kotanya jadi, tetapi APBN tidak terbebani."
Sambangi Kalimantan
Jokowi juga mengunjungi Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai salah satu calon ibu kota baru.
"Kita ingin melihat visi ke depan kita seperti apa. Indonesia sebagai negara besar juga ingin memiliki pusat pemerintahan yang terpisah dengan pusat ekonomi, bisnis, perdagangan, dan jasa. Ini kita ingin menapak ke depan sebagai sebuah negara maju," katanya.
Jokowi juga menjelajah “Bukit Soeharto” di Taman Hutan Raya, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Selama peninjauan, dia mendapatkan paparan dari Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kaltim, Zairin Zain.
"Memang ada beberapa lokasi yang sudah kira-kira 1,5 tahun ini dikaji yang salah satunya adalah di Kalimantan Timur yang kita datangi hari ini," ujar Jokowi.
Ia menyebut Kaltim memiliki sejumlah keunggulan seperti kelengkapan infrastruktur pendukung yang telah tersedia di sekitar kawasan sehingga dapat menghemat biaya pembangunan apabila nanti ditetapkan sebagai ibu kota baru Republik Indonesia.
"Di sini saya melihat semuanya sangat mendukung. Kebetulan ini berada di tengah-tengah jalan tol Samarinda-Balikpapan. Kemudian kalau kita lihat di Balikpapan ada airportnya, Samarinda juga ada airportnya. Sudah enggak buat airport lagi, sudah ada dua. Pelabuhan juga sudah ada," katanya.
Namun, dia menegaskan pemindahan dan penyiapan ibu kota baru tidak hanya berkutat pada kesiapan infrastruktur, tapi banyak aspek lain masih harus dikaji oleh pemerintah dan dikonsultasikan dengan sejumlah pihak sebelum mengambil keputusan.
Jokowi juga akan meninjau kelayakan calon ibu kota lain yang salah satunya berada di Kalimantan Tengah.
Banyak pertimbangan
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna mengatakan lokasi ibu kota baru harus memenuhi kondisi mendukung dari segi geo politik, geo strategis, kebencanaan, dukungan pantai, daerah pelabuhan dan logistik.
"Kalimantan memang potensi sedikit bencana, jika dilihat sudah ada ketersediaan lahan sehingga tidak ada nantinya konflik lahan atau sengketa dengan masyarakat," ujarnya.
Ia melihat Kaltim berpotensi menjadi calon terkuat karena posisi dekat dengan pantai, sudah ada bandara dan pelabuhan sehingga logistik mudah masuk dari Sulawesi Barat dan sekitarnya.
"Akselerasi pertumbuhannya bagus, ada pelabuhan, akses air ada dan sebagai kota di tepi pantai," katanya.
Kandidat lain yang patut dipertimbangkan adalah Banjarmasin di Kalimantan Selatan yang unggul sebagai kota distribusi logistik dan Palangkaraya di Kalimantan Tengah.
"Tata kota Palangkaraya bagus tapi cukup jauh dari pelabuhan, dan ada kekhawatiran juga dari segi pertahanan dan keamanan," kata Yayat.
"Yang paling penting adalah kesiapan masyarakatnya, apakah terbuka, menerima pendatang, bagaimana kemungkinan ada masalah sosial di masyarakat. Gap antara pendatang dan penduduk lokal."
Pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan pemindahan ibu kota bisa berdampak negatif dan positif sehingga perlu pertimbangan yang matang.
"Dilihat bagaimana sosial budaya seperti apa, sosial politik seperti apa, dan perspektif hukum apa dampak bagi keuangan, modal yang diperlukan dan dampak kepada Kalimantan," katanya.
Dia berharap pemindahan ibu kota harus menjadi starting point untuk menata ulang daerah dengan mengoptimalkan otonomi daerah dan sentralisasi.
"Salah satunya membuka cluster-cluster ekonomi baru baik di daerah penyangga, maupun dampak terhadap pola kepelikan sumber di sana," ujarnya.
Setuju
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan pihaknya mendukung rencana pemerintah yang ingin memindahkan ibu kota ke luar Jawa.
"Ya prinsipnya kami di DPR mendukung sejauh itu sudah dikaji secara matang. Dan saya yakin apa yang disampaikan oleh Presiden bahwa ini sudah masuk pengkajian, kita menyambut baik," katanya seperti dikutip dari laman CNN Indonesia.
Menurutnya, rencana pemindahan ibu kota yang sudah dikaji secara mendalam oleh pemerintah harus dilakukan hati-hati karena bukan perkara mudah.
"Ya kita lihat sejauh mana konsep yang sudah dibuat Bappenas dan disinkronkan dengan Kementerian Keuangan, nanti kita bahas lagi di DPR," ujarnya.
Tetapi, peneliti Pusat Studi Perkotaan, Nirwono Joga menilai permasalahan di Jakarta masih dapat diperbaiki dengan biaya lebih kecil daripada ongkos memindahkan ibu kota.
"Jika memang tersedia dana pembangunan ibu kota baru yang besar, lebih bijak dana itu dialihkan untuk mendorong percepatan pengembangan kota di luar Jakarta," katanya saat dihubungi.
Untuk itu, lanjutnya, Pemprov DKI dan pemerintah pusat harus bekerja sama mengatasi arus urbanisasi dan mendukung pengembangan pusat-pusat kegiatan ekonomi baru di luar Jabodetabek, baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa.