300 Lebih Pengungsi Rohingya di Aceh Sudah Lari
2015.10.07
Banda Aceh

Sebanyak 300 orang lebih dari 1.010 pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh, Mei lalu, telah melarikan diri dari tempat penampungan karena status mereka tidak jelas di Indonesia.
Relawan kemanusiaan, pejabat pemerintah, dan petugas imigrasi yang diwawacara terpisah menyebutkan, pengungsi kabur secara berkelompok antara dua hingga belasan orang dengan bantuan agen ilegal. Tujuan mereka ke Malaysia untuk bertemu keluarga dan bekerja.
“Banyak kawan-kawan saya di sini sudah lari karena mereka perlu uang untuk dikirim kepada keluarganya di Myanmar,” tutur Ustadz Sahidullah, seorang pengungsi yang ditampung di barak Desa Blang Ado, Kabupaten Aceh Utara.
Pria berusia 22 tahun dari sembilan bersaudara itu mengaku tak mau kabur meski seorang abang kandungnya bekerja di Malaysia. Dia berharap Pemerintah Indonesia mau memberikan kesempatan kepada pengungsi Muslim Rohingya untuk bekerja.
“Di sini, kami hanya makan dan tidur. Tidak ada pekerjaan yang dapat menghasilkan uang, sementara banyak pengungsi Rohingya meninggalkan keluarganya di Myanmar yang sangat membutuhkan biaya hidup,” ujar Sahidullah kepada BeritaBenar, Rabu.
Ratusan sudah melarikan diri
Seorang pejabat Kantor Imigrasi Lhokseumawe Albert Djalius membenarkan puluhan dari 315 pengungsi di Blang Ado telah kabur, tapi dia tidak mau menyebutkan angka pasti. Saat dikatakan lebih dari 30 orang sudah melarikan diri, Albert menjawab, “Iya, sekitar itu.”
Selain di Blang Ado, ratusan pengungsi Rohingya juga ditampung di bekas pabrik kertas di Kecamatan Bayeun, Kabupaten Aceh Timur, serta Kuala Langsa dan gedung Panti Gepeng di Kota Langsa.
Dari empat lokasi itu, yang paling banyak kabur adalah pengungsi yang ditampung di Bayeun karena terletak di pinggir jalan raya. Hingga kini, mereka masih menempati tenda.
“Ketika diselamatkan jumlah Rohingya 342 orang. Tapi sekarang hanya tinggal 184 orang. Selebihnya sudah melarikan diri,” jelas Ibrahim, relawan Muhammadiyah yang ditunjuk sebagai Kepala Logistik Pengungsian Bayeun, kepada BeritaBenar, Selasa.
Sementara 107 pengungsi di Kota Langsa sudah melarikan diri. Saat ini, tersisa 178 orang. Mereka dipisahkan antara laki-laki dan perempuan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, tutur M. Daud, seorang pejabat Dinas Sosial Kota Langsa.
Bayar agen 3.000 Ringgit
Banyaknya pengungsi melarikan diri diduga kuat setelah dibujuk agen yang datang ke lokasi penampungan. Para agen menjanjikan bisa membawa mereka ke Malaysia untuk bertemu keluarganya dan mendapatkan pekerjaan di negeri jiran itu.
“Mereka tak dibolehkan bekerja di Indonesia,” ujar seorang pejabat Kantor Imigrasi Langsa, Afrizal kepada BeritaBenar, Selasa.
Menurut dia, para pengungsi jika keluar dari lokasi penampungan harus ada izin dari petugas. Mereka boleh saja pergi ke pasar terdekat untuk sekadar berbaur dengan warga sekitar tempat penampungan atau membeli sesuatu.
Afrizal dan Albert meyakini pengungsi Rohingya kabur ke Malaysia karena keluarga mereka berada di negara itu. Apalagi tujuan mereka ketika meninggalkan negaranya hendak bekerja di Malaysia, disamping kekerasan yang dilakukan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya
yang minoritas.
Para agen diyakini warga Rohingya. Mereka bekerjasama dengan warga Indonesia. Para penyeludup manusia datang ke lokasi penampungan dengan menyamar seolah-olah keluarga pengungsi.
“Kalau malam, pengungsi keluar melalui pagar samping ke jalan yang sudah ditunggu oleh agen dengan mobil. Selanjutnya mereka dibawa ke Medan,” tutur Ibrahim.
Ia menambahkan, aparat keamanan dan sekitar pernah beberapa kali menggagalkan upaya membawa lari pengungsi dari lokasi penampungan. Ibrahim menyatakan dari pengakuan Rohingya yang gagal kabur, agen minta bayaran senilai 3.000 Ringgit dari setiap pengungsi.
UNHCR ingatkan pengungsi
Jurubicara UNHCR di Jakarta, Mitra Salima Suryono ketika dikonfirmasi BeritaBenar, Selasa menyatakan, lembaga PBB yang mengurusi pengungsi itu ada menempatkan staf di setiap lokasi penampungan warga Rohingya di Aceh.
“Staf kami selalu mengingatkan pengungsi supaya tidak percaya dengan smugglers (penyeludup) karena sangat berbahaya bagi mereka sendiri,” jelasnya ketika ditanya upaya UNCHR untuk mengantisipasi agar pengungsi Rohingya tak melarikan diri lagi.
“Tapi kalau mereka tetap terpengaruh dengan smugglers tanpa sepengetahuan kami, kami
tidak bisa berbuat apa-apa.”
Mitra juga menyatakan bahwa sejauh ini belum ada kemajuan berarti untuk upaya melakukan reunifikasi pengungsi Rohingya di Aceh dengan keluarganya di Malaysia.
“Kami masih mencoba menjalankan advokasi dengan pemerintah kedua negara,” katanya.
Tidak terbukti diperkosa
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resort Lhokseumawe AKBP Anang Triarsono, akhir pekan lalu menyatakan, hasil visum dokter tak terbukti empat perempuan Rohingya di Blang Ado mengalami pemerkosaan atau pelecehan seksual.
“Berdasarkan hasil visum terhadap tiga pengungsi, tidak ada indikasi pemerkosaan atau pelecehan seksual,” katanya kepada BeritaBenar. “Sedangkan seorang lagi tidak divisum karena dari awal, dia mengaku tak mengalami pelecehan seksual.”
Seperti diberitakan sebelumnya, empat perempuan Rohingya berusia 14 – 28 tahun mengaku mengalami pelecehan seksual setelah ditangkap sejumlah warga ketika mereka bersama dua pria dan tiga anak-anak hendak kabur dari barak Blang Ado, Senin malam 27 September.
Sehari setelah isu pemerkosaan beredar, hampir seluruh pengungsi di Blang Ado meninggalkan lokasi penampungan. Tapi upaya itu berhasil digagalkan setelah polisi dan pejabat setempat membujuk para pengungsi untuk kembali ke barak.
“Mungkin mereka takut sehingga mengaku mengalami pelecehan karena ditangkap warga saat mau kabur. Tetapi apa motif sebenarnya tak dapat diprediksi. Kami tidak mendalaminya karena mempertimbangkan psikologis pengungsi,” ujar Anang.