Lagi, 76 Rohingya Terdampar di Aceh
2018.04.20
Banda Aceh

Sebanyak 76 warga etnis Rohingya yang menumpang sebuah boat kayu bermesin 5 GT terdampar di Pantai Kuala Raja, Kabupaten Bireuen, Aceh, Jumat siang, 20 April 2018, setelah terkatung-katung selama sembilan hari di laut.
Ini merupakan kali kedua Muslim Rohingya, yang mendapat persekusi dari pemerintah Mynmar, terdampar di Aceh dalam bulan ini.
Sebelumnya, lima orang diselamatkan nelayan Aceh ketika sedang terombang-ambing dalam sebuah perahu di Selat Malaka pada 6 April lalu. Lima orang lainnya yang berangkat dalam perahu yang sama dilaporkan telah tewas karena kekurangan makanan dan dibuang ke laut .
Muhammad Nasir, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bireuen menyatakan, “manusia perahu” itu terdiri dari 43 pria dewasa, 25 perempuan dan delapan anak-anak.
“Dehidrasi berat lima orang dan dehidrasi berat plus sesak dua orang saat ini masih ditangani tim kesehatan,” katanya dalam pernyataan tertulis yang diterima BeritaBenar.
Ditambahkan setelah mendapat penanganan darurat di Kuala Raja, pada Jumat petang, mereka dibawa ke Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Cot Gapu, dekat Kota Bireuen, sambil menunggu pejabat Kantor Imigrasi Lhokseumawe.
Panglima Laot Bireuen, Pawang Badruddin, yang dihubungi dari Banda Aceh menyatakan boat kayu itu pertama terlihat warga setempat yang kebetulan sedang berada di pantai.
Kemudian, boat yang membawa penuh warga Muslim Rohingya merapat ke Kuala Raya.
Panglima laot merupakan lembaga adat tempat bernaungnya para nelayan di Aceh.
“Jadi bukan ditarik oleh nelayan seperti kejadian di Aceh Timur awal bulan lalu,” katanya merujuk pada penyelamatan lima warga Rohingya pada 6 April lalu.
“Kami hari Jumat tidak melaut. Jadi tidak ada nelayan yang melihat mereka saat berada di laut,” tambah Badruddin.
Dia menambahkan bahwa begitu turun dari boat, sebagian pengungsi Rohingya terlihat cukup lemas dan ditampung di balai-balai yang ada dekat pantai.
“Mungkin mereka sudah beberapa hari tidak makan dan minum saat di laut,” katanya.
Setelah warga Rohingya berada di dataran, warga sekitar segera memberikan bantuan makanan dan minuman. Beberapa saat kemudian, datang pejabat Bireuen dan petugas kesehatan.
Kapolres Bireuen, AKBP Riza Yulianto, mengatakan berdasarkan informasi awal diketahui bahwa warga Rohingya yang terdampar itu berangkat dari Myanmar, bukan Bangladesh.
Saat ini, terdapat lebih dari 700.000 warga Muslim Rohingya yang kabur ke Bangladesh tahun lalu setelah pemerintah Myanmar dan milisi Buddha melancarkan operasi yang disebut PBB sebagai pembersihan etnis.
“Mereka dalam kondisi sehat meski ada beberapa anak-anak. Kami sudah memberikan makanan dan tim dokter sedang mengecek kesehatan satu persatu,” kata Riza kepada BeritaBenar.
Dia menambahkan, pemerintah Kabupaten Bireuen sudah berkoordinasi dengan Kantor Imigrasi Lhokseumawe untuk melakukan pendataan dan penanganan terhadap ‘manusia perahu’ tersebut.
Petugas Imigrasi Lhokseumawe dilaporkan tiba sekitar pukul 18:00 WIB di SBK Cot Gapu dan mulai melakukan pendataan awal menyangkut identitas mereka.
Wakil Bupati Bireuen, Muzakkar A Gani yang turun ke lokasi mengatakan boat kayu yang ditumpangi 76 warga Rohingya telah terombang ambing di lautan selama sembilan hari sejak mereka meninggalkan kawasan Rakhine di Myanmar.
“Ketika mau merapat di Thailand, dihalau tidak merapat. Akhirnya mereka berada di laut dan terombang ambing dengan persedian makanan seadanya,” kata Muzakkar kepada wartawan.
Dalam beberapa tahun terakhir, etnis Muslim Rohingya sering terdampar di perairan Aceh. Sebagian dari mereka masih ditampung di sejumlah lokasi di Medan, ibukota Sumatera Utara.
Pada 2015 lalu, sekitar 1.000 warga Rohingya sempat terdampar dan diselamatkan para nelayan Aceh.
Meski mendapat perlakuan baik dari warga Aceh, sebagian besar memilih melarikan diri ke Malaysia untuk mencari pekerjaan. Sisanya ada yang telah mendapatkan suaka politik di negara ketiga.