Rusia Bantah Turut Campur dalam Pemilihan Presiden Indonesia
2019.02.04
Jakarta

Pemerintah Rusia melalui Kedutaan Besarnya di Jakarta membantah pernyataan calon presiden petahana Joko “Jokowi” Widodo yang menyinggung soal adanya "propaganda Rusia" dalam kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
"Kami menggarisbawahi bahwa posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami," demikian bunyi keterangan Kedutaan Besar Rusia lewat akun resmi Twitter, Senin, 4 Februari 2019.
Keberatan Rusia itu berkaitan dengan beberapa publikasi media massa tentang seakan-akan penggunaan “propaganda Rusia” oleh kekuatan politik tertentu di Indonesia.
Rusia menjelaskan, istilah “propaganda Rusia” direkayasa pada tahun 2016 di Amerika Serikat dalam rangka kampanye pemilu presiden.
"Istilah ini sama sekali tidak berdasarkan pada realitas," tambah pernyataan itu.
Isu propaganda Rusia disampaikan Jokowi saat menghadiri deklarasi Forum Alumni Jawa Timur di Tugu Pahlawan, Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu pekan lalu.
Dalam pidatonya, Jokowi menyinggung bahwa ada tim sukses yang menggunakan gaya propaganda Rusia dalam masa kampanye Pilpres 2019.
“Masalahnya adalah, ada tim sukses yang menyiapkan sebuah propaganda, yang namanya propaganda Rusia, yang setiap saat selalu mengeluarkan semburan fitnah, semburan dusta, semburan hoaks,” kata Jokowi dalam pernyataannya di hadapan alumni.
Namun dia tidak menjelaskan siapa tim sukses yang dimaksud.
Dalam Pilpres pada 17 April mendatang, pasangan calon presiden hanya ada dua yaitu Jokowi yang berpasangan dengan Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto berpasangan dengan Sandiaga Uno.
Menurut Jokowi, teori propaganda Rusia dilakukan dengan menyebarkan kebohongan sebanyak-banyaknya sehingga membuat masyarakat jadi ragu dan akan memecah belah rakyat.
Prabowo membantah
Dalam video yang diunggah di Twitter, Prabowo membantah tuduhan dia memiliki hubungan dengan Rusia terkait pemilihan presiden.
"Tidak ada itu, bahwa saya punya teman di mana-mana, di Jepang, Korea, Rusia dan Jerman itu karena saya bisnis 20 tahun di luar negeri, jadi banyak kenalan, kalau konsultan tidak ada," kata Prabowo dalam video di akun Twitter koordinator jubir tim sukses Dahnil Anzar Simanjuntak.
Dahnil menyatakan bahwa pernyataan Jokowi terkait propaganda Rusia bisa merusak hubungan diplomatik kedua negara.
"Saya nggak tahu ya tuduhan Pak Jokowi itu sumbernya dari mana. Apalagi kan hari ini juga dibantah oleh pemerintah Rusia,” katanya seperti dikutip dari laman Detik.com.
“Itu berbahaya, seorang presiden dengan bahasa eksplisit menyebut nama suatu negara terlibat dalam pemenangan salah satu pasangan presiden, apalagi menyeret negara lain dalam peta politik Indonesia."
Namun, pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya mengatakan fenomena seperti ini bisa terjadi di negara manapun, termasuk Indonesia.
"Fenomena ini bukan hanya terjadi di US, tapi kemarin baru terjadi di Brazil di tengah merebaknya fenomena populisme dan era digital. Fenomena ini sangat mungkin terjadi," katanya.
Ia menjelaskan terminologi "propaganda Rusia" dikenalkan oleh pakar politik ketika pemilu Amerika Serikat beberapa waktu lalu.
Meskipun tak mau menyebut sebagai "propaganda Rusia", namun Yunarto mengakui ada propaganda yang disebut sebagai serangan berbasis hoaks dan ujaran kebohongan.
"Ini memang yang terjadi sekarang ini, tidak bisa dipungkiri," ujarnya.
Dia menilai istilah "propaganda Rusia" tidak akan merusak hubungan diplomatik kedua negara.
"Enggaklah, pasti akan ada upaya diplomatik untuk mengklarifikasi ini. Lagipula ini kan terminologi, bukan secara literal menunjuk Rusia as a nation state," katanya.
Hal senada disampaikan Direktur Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti yang menurutnya, tidak dipungkiri lagi ada banyak hoaks dan berita bohong dalam pemilu kali ini.
Namun penggunaan nama Rusia, menjadi dua hal yang berbeda.
"Ini tidak menyangkut nama Rusia sebagai sebuah negara tapi ketidakpercayaan suatu pihak terhadap konsultan (orang) Rusia karena diyakini menyebarkan hoaks," katanya.
Konsultan Rusia?
Direktur Progam Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Jokowi - Ma'ruf, Aria Bima menegaskan adanya propaganda konsultan asing dari Rusia yang berdasarkan analisis TKN menebarkan propaganda hoax dan menebar kebohongan.
"Kami tidak akan klarifikasi apapun, karena metode yang dipakai mereka atas dasar kebohongan. Ini memang bukan urusan negara tapi jelas ada warga negara Rusia terlibat di dalamnya, dan negara harus tahu itu, panggil saja Dubesnya, kami bisa buktikan memang itu ada," katanya.
"Paslon Nomor 02 (Prabowo - Sandi) menggunakan konsultan Rusia, mereka mendelegasikan berbagai hal yang bertentangan dengan hal dengan nilai bangsa," ujar Aria.
Ia mengatakan ada suatu cara yang digunakan konsultan Rusia tersebut untuk menebar produksi kampanye dengan konten antagonis, menampilkan sikap-sikap pesimisme negara, skeptis terhadap realita yang ada.
Ray Rangkuti menilai, Rusia sebagai negara tidak bisa dikaitkan dengan perilaku warga negaranya.
"Konsultan itu aktivitas orang per orang, tidak bisa disalahkan ke negaranya, Rusia tidak bisa mengawasi warga negaranya satu persatu," katanya.
Tapi, Dahnil membantah tudingan kalau pasangan Prabowo - Sandi memakai konsultan asing.
"Kampanye kami ala-ala Bojongkoneng, jadi konsultannya dari Bojongkoneng. Bahkan nggak punya konsultan. Konsultannya ya di Bojongkoneng sana, yaitu Pak Prabowo sendiri. Bojongkoneng itu di Hambalang, Kabupaten Bogor. Jadi bohong kalau menyebut kami menggunakan konsultan Rusia. Yang benar adalah kami kampanye ala-ala Bojongkoneng,” katanya.