Rusia dan Ukraina jadikan Indonesia medan perang diplomatik
2022.06.15
Jakarta

Duta besar Rusia dan Ukraina telah menjadikan Indonesia sebagai medan perang diplomatik melalui konferensi pers secara berkala, mengunjungi ruang redaksi dan memberikan wawancara kepada media tentang apa yang terjadi sebenarnya di di Ukraina dalam versi mereka.
Sebagai contoh dalam konferensi pers yang dilakukan secara langsung oleh Duta Besar Rusia Lyudmila Vorebieva baru-baru ini, ia mengatakan negaranya tidak menargetkan warga sipil di Ukraina dan media Barat telah mempublikasikan berita bohong.
Menanggapi hal tersebut, Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin, dalam wawancara melalui telepon dengan BenarNews menyebut Vorebieva pembohong dan penjahat perang yang telah “mendapatkan tempat di neraka.”
Alasan perang diplomatik kedua pihak ini adalah karena posisi strategis Indonesia sebagai pemegang kepresidenan G20 tahun ini, kata Radityo Dharmaputra, dosen hubungan internasional Universitas Airlangga di Surabaya.
Radityo mengatakan bagi Rusia Indonesia penting agar tidak semua negara pro-Ukraina, Sebaliknya bagi Ukraina, Indonesia juga penting karena negara itu perlu dukungan selain Eropa dan Amerika.
“Karena itu Indonesia penting sekali bagi kedua pihak,” ujar Radityo, menambahkan namun sepertinya Indonesia tidak akan pernah memberikan dukungan terbuka bagi salah satu pihak di sana.
Tradisi kebijakan luar negeri Indonesia dalam situasi demikian adalah “main aman”, apalagi konflik tersebut melibatkan negara besar dan bukan Timur Tengah yang mempunyai kedekatan secara agama dengan Indonesia, kata dia.
Tidak signifikan
Peneliti Senior Lembaga Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Rizal Sukma mengatakan dukungan Indonesia tidak punya signifikasi apa pun dalam pertikaian dua negara.
“Bagi Rusia dan Ukraina dukungan dari negara-negara yang tidak terkait langsung seperti Indonesia, hanya diperlukan sebatas pembentukan opini internasional saja. Di luar itu tidak ada signifikansinya,” kata Rizal kepada BenarNews, Rabu (15/6).
Rizal mengakui dukungan terhadap Rusia di Indonesia memang terlihat menguat karena adanya sikap sentimen anti-Barat yang kuat di kalangan masyarakat dalam negeri.
“Jadi tanpa memahami hakikat persoalannya, banyak yang memihak Rusia karena Putin dilihat berani melawan Barat,” ujarnya.
Dalam Resolusi Majelis Umum PBB Maret lalu, Indonesia mengutuk serangan militer Moskow itu. Namun, pada saat yang sama, Jakarta tidak pernah secara langsung mengkritik Rusia atau menggunakan kata “invasi” dalam pernyataan resminya.
Propaganda
Tidak berapa lama setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari, pada Maret lalu, Vorobieva dan Hamianin mengunjungi Nahdlatul Ulama (NU), ormas Islam terbesar di Indonesia, hanya berselang sehari.
Keduanya juga telah memberikan wawancara “eksklusif” ke berbagai media di Indonesia.
Pada konferensi pers minggu lalu, Vorobieva mengulangi pernyataan Moskow bahwa apa yang terjadi di Ukraina adalah hasil dari “proyek anti-Rusia” oleh negara-negara Barat.
“Mereka sebenarnya menyebarkan teror, orang-orang takut dan masih takut. Anda tidak akan melihatnya di media Barat, tetapi kami melihatnya setiap hari,” kata Dubes Rusia itu.
Dubes Ukraina Hamianin menertawakan tuduhan Vorobieva dan balik mengatakan sebagai penuh kebohongan.
“Penindasan yang dilakukan Rusia atas Ukraina selama 30 tahun terakhir, pemerasan dan penghinaan tanpa henti, penyerangan territorial, terutama delapan tahun terakhir … itulah yang menyebabkan Ukraina menjadi anti-Rusia,” katanya.
“Karena kami tidak menerima agresor. Kami tidak menerima pembohong, pembunuh, dan pemerkosa.”
Dalam press briefing minggu lalu Vorobieva menuduh pihak Barat menyebarkan “fake news” seputar apa yang terjadi di Ukraina.
“Mereka menunjukkan bagaimana sebenarnya pasukan Ukraina menembaki pusat kota Donetsk yang sangat damai, yang tidak memiliki arti militer dan kemudian mereka mengatakan bahwa angkatan bersenjata Rusia melakukannya,” kata Vorebieva kepada para jurnalis di Jakarta.
Klaim Vorebieva dibantah Dubes Ukraina Vasyl Hamianin yang mengatakan bahwa tuduhan diplomat Rusia itu tidak berdasar.
“Kami memiliki puluhan koresponden dari banyak negara bekerja di Ukraina. Bukan hanya koresponden Eropa, ada Al-Jazeera, juga koresponden dari Amerika Latin. Juga agensi besar yang diakui di seluruh dunia yang tidak akan pernah berbohong karena reputasinya,” kata Hamianin kepada BenarNews.
“Jika terbukti mereka berbohong, itu akan menjadi akhir dari reputasi mereka, kan? Ada juga wartawan dari Indonesia di sana. Lalu media mana yang mau kita percaya?” kata Hamianin, menambahkan sejumlah wartawan dari media Indonesia seperti Kompas dan Majalah Tempo khusus meliput ke Ukraina.
Pengajar Hubungan Internasional Universitas Airlangga Radityo Dharmaputra mengatakan saling bantah informasi perang Rusia versus Ukraina di media adalah strategi Rusia untuk membuat semua informasi tentang perang tersebut terlihat tidak benar.
“Target Rusia tidak menciptakan opini publik yang mendukung atau membela aksinya, cukup masyarakat diam dan tidak mendukung pihak lawan,” ujar Radityo kepada BenarNews.
Jika publik diam, kata Radityo, atau apatis terhadap informasi tentang agresi mereka di Ukraina, maka mereka bisa melanjutkan aksinya tanpa gangguan.
Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai propaganda Rusia dan Ukraina di Indonesia ditujukan ke publik dalam negeri, elite politik dan pemerintah.
“Publik (Indonesia) perlu dipropaganda agar pemerintah mengambil posisi yang sesuai aspirasi masyarakat,” kata Hikmahanto kepada BenarNews.
Namun, tambah Hikmahanto, bagi pemerintah Indonesia, perang propaganda itu tidak akan mengubah posisi dengan memberikan dukungan pada salah satu pihak.
“Tidak akan memihak, karena politik luar negeri Indonesia bebas aktif. Indonesia memperjuangkan perdamaian dan segera mengakhiri tragedi kemanusiaan,” ujar dia.
Alvin Presetyo turut berkontribusi dalam liputan ini.