Apresiasi Jokowi, SBY Disebut Bermanuver Jelang Pemilu 2019
2018.01.05
Jakarta

Merupakan suatu hal yang jarang terjadi, presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengapresiasi pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam pidato politiknya pada Jumat, 5 Januari 2018.
"Presiden Jokowi beserta pemerintahan yang dipimpinnya dengan serius telah, sedang dan akan terus melakukan tugas serta kewajibannya," kata SBY selaku Ketua Umum Partai Demokrat dalam pidatonya di kantor Dewan Perwakilan Cabang Partai Demokrat Kabupaten Bogor di Cibinong, Jawa Barat.
“Dengan tulus, kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya," ujarnya.
SBY juga berharap pemerintahan Jokowi konsisten dengan pencapaian tersebut, bahkan meningkatkan pada masa mendatang.
Pasalnya, kata dia, terdapat sejumlah tantangan besar dalam dua tahun sisa masa jabatan Jokowi.
Salah satunya ialah pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak 2018 dan Pemilihan Umum serta Pemilihan Presiden 2019.
"Partai Demokrat tidak bermaksud menggurui atau mendikte pemerintah. Tapi kami berharap pemerintah bisa bekerja lebih gigih lagi agar persoalan rakyat dapat dijawab dengan solusi tepat," lanjut SBY.
Pidato politik SBY itu dihadiri para kader partai, termasuk Sekretaris Jenderal Hinca Panjaitan; Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR yang juga putra bungsunya, Edhie Baskoro Yudhoyono; dan calon Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar.
Sering mengkritik
Pujian SBY kepada Jokowi merupakan ihwal baru. Musababnya selama ini, dia dikenal lebih sering mengkritik pemerintahan penerusnya itu.
Pada Agustus 2016, misalnya, SBY menyindir rencana poros maritim Jokowi yang dinilainya retorika belaka. Menurutnya, alih-alih mewujudkan poros maritim, mantan Gubernur DKI Jakarta itu justru lebih berfokus menggenjot pembangunan infrastruktur di darat.
"Kalau ini terjadi, sepuluh tahun yang akan datang ada krisis sumber daya di daratan. Konservasi minum, eksploitasi berlebihan," tutur SBY pada waktu itu.
Lima bulan berselang, kritikan kembali dilancarkan, dan kali ini melalui akun twitter pribadinya: @SBYudhoyono.
Dalam kicauannya, SBY mengutarakan keprihatinannya atas sikap pemerintahan Jokowi yang dianggap sering mengkambinghitamkan pemerintahan dirinya, seperti dalam kasus dokumen asli Tim Pencari Fakta (TPF) Munir yang dikatakan hilang pada masa rezim SBY.
Saat itu, ia pun mengatakan siap untuk bertemu dan mengungkapkan kronologis peristiwa kepada Jokowi dan publik.
"Saya ingin publik tahu duduk persoalan yang benar. Saya memilih menahan diri & tak reaktif dalam tanggapi berbagai tudingan. Ini masalah yang penting dan sensitif. Juga soal kebenaran dan keadilan," tulisnya.
Setelah serangkaian kritik yang dilancarkan SBY, mereka bersepakat bertemu di Istana Merdeka Jakarta, 3 Maret 2017. Keduanya kembali bertemu pada 27 Oktober 2017.
Dalam pidatonya, SBY juga menyoroti tentang moral dan etika politik menjelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
Meski persaingan keras dan ketat, SBY berharap peserta pemilu agar tak menghalalkan secara cara dalam meraih kemenangan dan mewujudkan pemilu yang jujur dan adil.
“Tidak menghalalkan segala cara, apalagi yang bertentangan dengan undang-undang dan aturan pemilu," ujarnya seraya meminta aparat keamanan dan negara untuk tetap netral.
Siasat politik?
Terkait pidato SBY berisi sanjungan tersebut, pengamat politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar memaknainya sebagai salah satu manuver Partai Demokrat menjelang Pemilihan Umum 2019.
SBY, kata Idil, mulai menyadari bahwa popularitas Partai Demokrat mulai meredup sehingga membutuhkan koalisi dengan kubu politik lain yang lebih populer dalam pemilihan mendatang, salah satunya dengan Jokowi.
Hanya saja sesuai kebiasaan Demokrat, terang Idil, SBY tak mau lekas-lekas menentukan sikap dan berkubu sedari sekarang.
"Demokrat selama ini kan sering memosisikan non-blok," kata Idil kepada BeritaBenar.
"Makanya sekarang mereka berusaha membuat hubungan yang terjaga. Kalau ternyata bagus di 2019 nanti, bisa masuk (koalisi) lebih mudah. Tergantung mereka mengolahnya nanti."
Hal sama disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti, yang menyebut pujian itu sebagai salah satu siasat jelang tahun politik. Sebagai langkah kubu Demokrat yang berupaya memosisikan Jokowi berada dalam jangkauan politik mereka.
"Ini semacam tarik-ulur. Mereka masih melihat-lihat apakah menguntungkan atau tidak berkoalisi dengan kubu Jokowi," kata Ray saat dihubungi.
"Itu yang saya baca. Demokrat dan SBY mencoba menarik Jokowi dalam lingkaran strategi mereka. Jokowi menjadi target."
Tetapi, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan menyangkal materi pidato politik SBY kali ini sebagai "jurus" menjelang Pemilu 2019.
“Enggak ada,” kata Hinca.
Segala yang disampaikan Yudhyono dalam pidato politiknya, menurut Hinca, merupakan fakta di lapangan tanpa tendensi politik apapun.
Belum ada komentar dari juru bicara Istana Kepresidenan Johan Budi terkait pidato SBY tersebut. Telepon dan pesan singkat BeritaBenar tak beroleh balasan.