Pengamanan Perairan Natuna Ditingkatkan

Tia Asmara
2016.06.22
Jakarta
160622-ID-fishing-boat-620.jpg Kapal penjaga pantai China sedang berusaha mengintervensi penangkapan kapal ikan asing oleh TNI Angkatan Laut di perairan Natuna, 17 Juni 2016.
Dok. Koarmabar

Indonesia meningkatkan intensitas pengamanan patroli laut di perairan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau menyusul maraknya penangkapan ikan ilegal yang dilakukan kapal-kapal nelayan asing.

”Kita mengirimkan lima KRI dan satu pesawat CN untuk mengintai. Tujuan kita adalah jangan sampai masuk lagi dan kita antisipasi dengan menangkapnya. Kalau kita tidak menangkap, berarti kita tidur,” tegas Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, 22 Juni 2016.

Gatot mengatakan, TNI akan melakukan tindakan tegas sesuai hukum berlaku terhadap kapal berbendera China karena menangkap ikan di perairan Natuna, yang berbatasan dengan Laut China Selatan.

“Tentunya akan diadakan penyidikan kemudian proses hukum, apakah kapalnya akan ditenggelamkan itu nanti, setelah keputusan hukuman,” ujarnya.

Penangkapan kapal ikan China oleh TNI AL akhir-akhir ini menunjukan bahwa perairan Natuna merupakan tempat terjadinya pelanggaran wilayah, terutama kegiatan illegal fishing.

“Kita tidak mengenal namanya traditional fishing ground. Itu hanya persepsi China,” tegas Gatot.

Tegakkan kedaulatan

Panglima Komando RI Kawasan Barat (Pangkoarmabar), Laksamada Muda Achmad Taufiqoerrochman menyebutkan kehadiran TNI Angkatan Laut (AL) di perairan Natuna selama ini tidak menggunakan persenjataan karena tujuannya hanya untuk menegakkan kedaulatan.

Apalagi, kata dia, hasil sidang arbitrase yang diajukan Filipina ke Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda, akan menegaskan efek penguasaan sepihak atas wilayah Laut China Selatan oleh Pemerintah Beijing.

“Sehingga logika berpikirnya harus lebih sering hadir di sana untuk menjaga kedaulatan dan stabilitas kawasan,” ujarnya.

Menurut media Filipina Times, hasil Permanent Court of Arbitration (PCA) akan keluar pada 7 Juli 2016. Gugatan Filipina diajukan pada Januari 2013 terkait klaim China yang menguasai area karang di Scarborough Shoal, yang juga disebut Pulau Huangyan atau Panatag Shoal.

Indonesia selama ini dikenal sebagai negara tidak bersengketa dan China juga mengakui kedaulatan Indonesia. Namun beberapa waktu belakangan, eksistensi China di kawasan Natuna membuat Indonesia geram, karena China selalu beralasan kalau ZEE Indonesia sebagai traditional fishing ground.

Kejadian berulang

Kemelut menghangat menyusul upaya China menggalang dukungan internasional terkait klaim atas apa yang disebut sebagai 9-dashed line (sembilan garis putus), yang meliputi hampir seluruh perairan Laut China Selatan. Akibatnya sudah tiga kali terjadi ketegangan dengan otoritas Indonesia di perairan Natuna.

Maret lalu, kapal penjaga pantai China mengintervensi petugas Kementerian Kelautan dan Perikatan (KKP) dengan cara menabrak kapal ikan China yang diduga mencuri ikan sehingga kapal itu terlepas. Indonesia sempat memprotes dengan memanggil duta besar China di Jakarta.

Kemudian kejadian terulang 27 Mei lalu, saat kapal Gui Bei Yu 27088 tidak memiliki izin sedang menangkap ikan di perairan itu. Kapal dan delapan awaknya ditangkap TNI AL. Pemerintah China sempat memprotes penangkapan tersebut.

Terakhir pada 17 Juni 2016, setelah dilakukan dengan komunikasi radio, isyarat bendera, pengeras suara, dan tembakan peringatan, KRI IBL menangkap satu dari 12 kapal asing yang melakukan pencurian ikan di kawasan ZEE Indonesia.

Kapal China Han Tou Chou 19038 dengan tujuh orang kru ditangkap TNI AL saat sedang mencuri ikan di perairan Natuna. Penangkapan itu sempat dibayangi oleh kapal Coast Guard China 3303 yang meminta berulang kali melalui radio untuk melepaskan kapal ikan asing itu.

“Vietnam sering kita tangkap, tapi tidak ada masalah karena tidak ada perlawanan. Kami mencurigai bahwa ini terstruktur dan dikawal, artinya direstui oleh pemerintah makanya China protes karena dia merasa ini wilayahnya dia,” ujar Taufiqoerrochman.

Dia juga membantah adanya penembakan ke arah kapal yang sampai melukai kru kapal China. Menurut Taufiqoerrochman, TNI AL hanya melakukan penembakan peringatan di sekitar kapal China.

“Ada berita satu orang tertembak, itu omong kosong. Kami hanya lakukan tembakan peringatan karena kapal tersebut tidak mau berhenti, itu sesuai prosedur,” jelasnya.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti (tengah) didampingi sejumlah pejabat menggelar jumpa pers tentang penangkapan kapal ikan asing di Jakarta, 21 Juni 2016. Tia Asmara/ BeritaBenar

Ditenggelamkan

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti menyatakan pihaknya akan memperkuat koordinasi pengamanan dan penegakan hukum di perairan Indonesia. Hal itu dilakukan dengan meningkatkan kinerja Satuan Tugas Pemberantasan Illegal Fishing atau sering disebut Satgas 11.

“Kami tingkatkan kinerja Satgas 115, koordinasi dan kerjasama untuk menempatkan kapal patroli ke wilayah kosong secara bergantian. Saling bahu membahu operasi rutin bersama,” jelasnya dalam jumpa pers, Selasa, 21 Juni 2016.

Berdasarkan data, sejak Januari hingga 21 Juni 2016, terdapat 57 kapal ikan asing yang ditangkap di laut Natuna oleh gabungan satgas yang terdiri dari TNI AL, KKP dan Polisi Air. Dari jumlah tersebut, tiga di antaranya berbendera China.

Pemerintah telah menenggelamkan 176 kapal ikan asing selama periode Oktober 2014 – April 2016. Banyak di antaranya ditangkap di perairan Natuna.

Susi menambahkan ada 30 kapal asing yang siap diledakkan pada 9-10 Juli mendatang. 16 di antaranya sudah ada keputusan hukum tetap dan 14 lainnya sedang menunggu putusan pengadilan.

“Penenggelaman kapal akan dilakukan di Natuna, Sulawesi, Maluku Utara, Tarakan dan Ranai. Kami tidak melihat apa negaranya. Siapapun yang lakukan pencurian ikan, akan kami tindak,” tegas Susi.

Cari solusi terbaik

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pihaknya sedang mencari opsi terbaik penyelesaian masalah Laut China Selatan karena Indonesia punya hubungan baik dengan China.

“Kami lanjutkan bicara dulu dengan para ahli hukum laut internasional bagaimana yang paling elok menyelesaikan karena sebenarnya tidak ada alasan Indonesia untuk memiliki persoalan dengan China karena Indonesia pada posisi yang sudah jelas semua aturan dari nilai ZEE,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.