Kelompok separatis rilis video pilot yang disandera di Papua

Mahfud MD: “Penyanderaan warga sipil dengan alasan apa pun tidak diterima”; sebut akan tekankan pendekatan persuasif walaupun tidak tutup opsi lain.
Arie Firdaus dan Tria Dianti
2023.02.14
Jakarta
Kelompok separatis rilis video pilot yang disandera di Papua Pilot Susi Air, Philip Mehrtens (ketiga dari kiri), warga negara Selandia Baru yang disandera minggu lalu oleh pemberontak separatis di Papua, terlihat dalam foto tak bertanggal yang dirilis oleh kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) pada 14 Februari 2023. BenarNews memburamkan wajah Philip Mehrtens karena ia kemungkinan besar dipaksa untuk tampil dalam foto tersebut.
[Foto: TPNPB]

Diperbarui pada Rabu, 15 Februari 2023, 08:30 WIB

Kelompok separatis Papua pada Selasa (14/2) mengatakan pilot warga negara Selandia Baru yang mereka sandera pekan lalu masih hidup dan sehat, seraya merilis sejumlah foto dan video tanpa tanggal yang menunjukkan seorang laki-laki warga asing yang berada di tengah penjagaan mereka di tempat yang terlihat seperti hutan.

Aparat keamanan mengatakan mereka sedang mencari pilot Philip Mehrtens di Kabupaten Nduga di provinsi baru Papua Pegunungan di mana para pemberontak membakar pesawat Susi Air yang dia terbangkan pekan lalu.

Sementara itu, Komando Daerah Militer Papua mengatakan 167 warga distrik Paro di kabupaten tersebut telah melarikan diri dari intimidasi kelompok pemberontak dan berlindung di gedung pemerintah di distrik Kenyam setelah berjalan kaki selama lima hari.

Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa mengkonfirmasi bahwa orang dalam foto dan video tersebut adalah benar Philip Mark Mehrtens, pilot Susi Air yang berada dalam penyanderaan  kelompok separatis.

"Bahwa dari ciri yang ada, benar foto dan video yang beredar di Medsos merupakan Pilot Susi Air yaitu Capt Philip Mark Mehrtens bersama gerombolan KST (Kelompok Separatis dan Teroris) Pok Egianus Kogoya. Pada rekaman video yang beredar tersebut KST mengakui telah melakukan aksi teror membakar pesawat Susi Air dan melakukan penyanderaan Pilot Susi Air," kata Saleh dalam pernyataa nyang diterima BenarNews, Rabu (15/2).

"Papua dan OPM telah menangkap saya untuk Papua merdeka," ujar Mehrtens yang mengenakan kaus hitam berlogo Papua merdeka dan jaket jin berwarna biru, dalam video yang dilansir Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) --sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM)-- yang diterima BenarNews.

"Tentara Indonesia harus pulang. Kalau mereka enggak pulang, saya enggak bisa lepas. Mereka bilang tembak saya," ujar Mehrtens.

Pada video berdurasi sekitar tiga menit tersebut, Mehrtens berdiri di samping Panglima Komando Daerah Perang III Ndugama TPNPB Egianus Kogoya, sementara di kanan-kirinya berjejer 13 orang anggota kelompok separatis yang menenteng senjata api laras panjang, parang, dan panah.

Dalam video sama, Egianus mengatakan kelompoknya tidak akan ragu untuk menembak Mehrtens jika tim gabungan TNI-Polri terus mengejar mereka. Ia pun menyebut Mehrtens hanya akan dilepaskan jika Papua merdeka.

"TNI-Polri tidak boleh mengejar kami. Kalau masuk ke mana-mana, kami akan tembak pilot," ujar Egianus.

"Kami tangkap (pilot) agar semua negara membuka mata untuk Papua merdeka."

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD dalam keterangan pers di Jakarta mengatakan pemerintah akan mengutamakan pendekatan persuasif demi menyelamatkan nyawa Mehrtens.

"Penyanderaan warga sipil dengan alasan apa pun tidak dapat diterima. Oleh sebab itu upaya persuasif menjadi pedoman utama dengan keselamatan sandera, tetapi pemerintah tidak menutup upaya lain," kata Mahfud, tanpa merinci bentuk upaya lain tersebut.

Ditambahkan Mahfud, pemerintah juga terus berkomunikasi dengan pemerintah Selandia Baru guna membahas upaya percepatan penyelamatan Mehrtens.

Adapun mengenai tuntutan merdeka sebagai syarat pembebasan sandera, Mahfud hanya menjawab, "Papua adalah bagian sah dari NKRI baik menurut konstitusi Republik Indonesia maupun menurut hukum internasional maupun menurut fakta yang sekarang sedang berlangsung."

Susi Air dalam keterangan kepada BenarNews menyatakan tidak akan berhenti beroperasi di wilayah Papua meski sangat terpukul atas pembakaran pesawat dan penyanderaan pilot.

"Kami tidak akan berhenti terbang di wilayah Papua dan kami tetap terbang di tempat lain, namun tolong kami diberi perlindungan," kata Chief of Operation Susi Air, Melinasary.

Terkait penyanderaan Mehrtens, Susi Air berharap sang pilot dapat segera dibebaskan dalam keadaan selamat sehingga bisa berkumpul kembali dengan keluarganya.

Maskapai yang berdiri sejak 2004 tersebut menyatakan juga siap mendukung pemerintah dan aparat keamanan dalam proses pencarian.

"Kami sudah mendukung penerbangan untuk proses pencarian dan memberi bantuan logistik berupa makanan dalam pencarian pilot kami," ujar Melinasary.

Kuasa hukum Susi Air Donal Fariz menambahkan, berselang sepekan sejak penyanderaan, kelompok separatis belum menghubungi maskapai guna menyampaikan tuntutan mereka.

"Mereka tidak pernah menghubungi kami langsung untuk menyampaikan apa maunya. Kami serahkan ke otoritas, POLRI-TNI di Papua, semoga bisa membantu untuk membebaskan pilot," ujar Donal kepada BenarNews.

Warga mengungsi

Beberapa hari usai insiden pembakaran dan penyanderaan pilot, situasi di Paro terus memanas dan memicu pengungsian besar-besaran dari warga distrik tersebut.

Juru bicara Kodam Cenderawasih Kolonel Herman Taryaman mengatakan tim gabungan TNI dan Polri telah menolong setidaknya 167 warga Distrik Paro yang lari dari rumah mereka karena ketakutan dalam beberapa hari terakhir dan membawa mereka ke kediaman staf ahli Bupati Kabupaten Nduga.

Sebagian dari mereka berjalan kaki selama lima hari menuju Kenyam, ibu kota Kabupaten Nduga, kata Herman.

“Mereka mengungsi karena takut adanya intimidasi dari kelompok KKB/KST,” ujar Herman kepada BenarNews, merujuk pada kelompok separatis.

Aktivis Lembaga Bantuan Hukum Papua Emanuel Gobay kepada BenarNews menyesalkan rangkaian insiden di Nduga dan mengatakan pengungsi dari konflik bersenjata di Nduga sebelumnya yang terlantar di Wamena dan belum bisa kembali ke kampung halaman masing-masing.

"Pengungsi 2018-2019 saja belum kembali. Kami khawatir ini akan menambah kantong-kantong pengungsian yang sudah banyak," kata Emanuel.

Merujuk penelitian Marthinus Academy pada Juli 2019, setidaknya 5.000 warga Nduga kala itu mengungsi ke sejumlah wilayah --termasuk Wamena-- karena terjepit dalam konflik bersenjata antara TNI-Polri dan kelompok separatis.

Namun alih-alih beroleh penghidupan yang lebih baik, lembaga tersebut justru mencatat 139 orang meninggal dunia setelah menderita beragam penyakit di lokasi pengungsian, kata Marthinus Academy.

Emanuel pun mendesak Jakarta untuk mencari solusi politik yang bermartabat agar tidak ada lagi warga Papua yang harus mengungsi untuk menyelamatkan diri dari konflik bersenjata.

"Sudah ada contoh kasus seperti di Aceh dan Timor Timur. Pemerintah bisa memakai dua kasus itu untuk menyelesaikan masalah Papua," ujarnya.

“Bukan hal baru”

Tokoh hak asasi manusia (HAM) Papua Yones Douw mengatakan penyanderaan ini bukan perihal baru dilakukan kelompok separatis.

Pada Januari 1996, kelompok separatis di Papua juga pernah menyandera sejumlah peneliti asing dan warga Indonesia yang tergabung dalam Tim Ekspedisi Lorentz 95, dengan tuntutan Papua merdeka. Setelah disandera sekitar empat bulan, TNI berhasil membebaskan para tawanan namun dua orang anggota ekspedisi tewas dibunuh OPM.

“Pasti terjadi operasi militer untuk pembebasan pilot itu dan dalam operasi itu pasti masyarakat tidak berdosa menjadi korban,” kata Yones kepada BenarNews.

Oleh karena itu, ia pun meminta Pemerintah Selandia Baru untuk menjadi mediator pembicaraan antara pemerintah Indonesia dengan TPNPB agar pilot itu dibebaskan tanpa kontak senjata.

Peneliti Jaringan Damai Papua, Adriana Elisabeth, meminta pemerintah Indonesia berhati-hati dalam memutuskan operasi militer untuk menyelamatkan Mehrtens karena dapat memperburuk citra Indonesia di mata internasional.

“Reputasi Indonesia jadi taruhannya karena dipantau,” kata Adriana kepada BenarNews, seraya menyarankan Jakarta untuk berkoordinasi dengan tokoh lintas sektor yang dipercaya kelompok separatis agar sang pilot dapat bebas tanpa operasi militer.

“Perlu pelibatan tokoh yang bisa berkomunikasi dengan KKB untuk mengurangi tension. Siapa saja yang bisa dipercaya, yang bisa berkomunikasi dengan baik dengan mereka, tapi juga tidak merugikan pemerintah Indonesia. Bisa dengan tokoh adat, tokoh agama, kepala adat, yang dipercaya,” ujarnya.

Pizaro Gozali Idrus di Jakarta turut berkontribusi dalam laporan ini.

Versi yang diperbarui ini menggunakan foto dengan wajah Philip Mehrtens yang diburamkan dan menyertakan konfirmasi Pangdam XVII/Cenderawasih bahwa orang dalam foto dan video yang dirilis oleh kelompok separatis adalah benar Philip Mark Mehrtens, pilot Susi Air.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.

Komentar

Bambang Wahyudi
2023-02-14 16:56

menurut saya TNI bisa menyelesaikan ini,
Semoga TNI segera dapat membebaskan sandaran dengan korban yg minimal
kita punya pasukan khusus yg punya kemampuan istimewa.

Bravo TNI.....