Dari Jakarta Hingga Delhi, Asia Kutuk Serangan Pada Hari Bastille di Perancis

Staf BenarNews
2016.07.15
160715-SA-nice-reacts-620.jpg Orang-orang menaruh karangan bunga di sebuah jalan di Nice, Perancis, sehari setelah terjadinya serangan truk yang menabrak kerumunan yang menewaskan setidaknya 84 orang, 15 Juli, 2016.
AFP

Para pemimpin Asia hari Jumat bergabung dengan dunia internasional mengecam insiden truk yang sengaja ditabrakkan ke tengah kerumunan massa di kota Nice, Perancis, yang mengakibatkan sedikitnya 84 orang tewas dan ratusan luka-luka.

Presiden Indonesia, Joko “Jokowi” Widodo dalam pesan twitternya tertanggal 15 Juli mengatakan, “Serangan di Perancis sangat kejam. Indonesia bersatu dalam solidaritas. Belasungkawa untuk korban dan rakyat Perancis –Jkw.”

Peristiwa tersebut terjadi ketika seorang pria bersenjata menabrakkan sebuah truk ke tengah kerumunan orang yang berkumpul untuk menonton kembang api memperingati Hari Bastille, hari nasional negara itu pada Kamis malam di wilayah Promenade des Anglais.

“Teroris membawa peradaban dunia ke dalam konflik. Itulah yang mereka inginkan,” kata Dahnil Anzar Simanjuntak, ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah kepada BeritaBenar.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Marseille menyatakan sejauh ini tidak ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban dalam serangan teror itu.

Data Kemlu menyatakan terdapat sekitar 725 WNI di wilayah Perancis Selatan, diantaranya sebanyak 10 keluarga WNI tinggal di Nice dan sekitarnya.

Perancis Berduka’

Serangan yang merupakan ketiga terbesar di Perancis dalam 18 bulan terakhir, terjadi saat warga Perancis memperingati hari yang menandai revolusi tumbangnya kekuasaan monarki dan terbentuknya pemerintahan republik yang didasarkan pada prinsip Kebebasan, Persamaan dan Persaudaraan.

“Perancis diserang pada Hari Nasional, 14 Juli, simbol kemerdekaan, karena hak asasi manusia dilarang oleh para fanatik, dan karena Perancis jelas adalah target mereka….,” kata Presiden Perancis Francois Hollande menyampaikan bahwa negara itu kembali berduka.

“Perancis menangis, dan sangat sedih, tetapi ia kuat dan akan terus semakin kuat dibandingkan dengan para fanatik yang melakukan serangan hari ini- saya jamin itu,” katanya, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan  pemerintah.

Dewan Keamanan PBB dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) turut mengutuk serangan itu.

Korban tewas termasuk sedikitnya 10 anak-anak dan 202 orang terluka, termasuk 52 dalam kondisi kritis, BBC News melaporkan.

Otoritas Perancis mengidentifikasi pelaku, seorang pria bersenjata yang kemudian ditembak mati oleh polisi, sebagai Mohamed Lahouaiej-Bouhlel (31) warga Perancis kelahiran Tunisia yang tinggal di Nice. Ia dilaporkan pernah berurusan dengan polisi tetapi sebelumnya tidak pernah terkait dengan kelompok ekstrimis manapun, menurut BBC.

Belum ada kelompok militan yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, demikian dilaporkan media. Namun, pendukung kelompok ekstrimis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) merayakan dan menyambut serangan itu di internet, menurut SITE Intelligence, sebuah situs berbasis di Amerika yang memantau komunikasi online para ekstremis.

Aksi terorisme berkali-kali

Serangan itu terjadi hanya empat hari setelah berakhirnya sebulan kejuaraan sepak bola Eropa, yang diselenggarakan di Perancis di bawah keamanan ekstra-ketat.

Fans Perancis bersukacita ketika tim nasional mereka berhasil sampai ke final. Tapi pada hari Minggu kesebelasan Les Bleus kalah dari Portugal dalam pertandingan yang dimainkan di Stade de France, di dekat Paris, tempat yang juga menjadi target serangan terkait ISIS pada 13 November 2015, ketika Perancis bermain melawan Jerman dalam sebuah pertandingan persahabatan.

Sebuah ledakan di luar stadion pada malam itu adalah bagian dari serangkaian serangan terkoordinasi yang menewaskan 130 orang di Paris hari itu. Sepuluh bulan sebelumnya, 12 orang tewas dalam serangan yang dilakukan oleh sejumlah simpatisan ISIS kelahiran Perancis yang menyasar kantor majalah satir Charlie Hebdo di Paris.

Bulan yang marak aksi teror

Tidak ada aksi terorisme terjadi di Perancis selama kejuaraan Eropa 2016. Namun di berbagai wilayah lainnya di dunia, pada masa yang bertepatan dengan bulan suci Ramadan itu, juga ditandai dengan berbagai serangan yang menelan ratusan korban yang diklaim dilakukan oleh ISIS atau mereka yang terinspirasi kelompok itu.

Berbagai serangan terpisah terjadi pada bulan Juni dan awal Juli menargetkan klub malam di Orlando- Amerika, Bandara Internasional Istanbul, distrik perbelanjaan di Baghdad, kafe di Dhaka, dan juga Masjid Nabawi Madinah di Arab Saudi.

Serangan berskala kecil terkait ISIS terjadi di luar sebuah klub malam dekat Kuala Lumpur dan di markas polisi di Solo, Jawa Tengah, sebelum hari Idul Fitri.

Aksi barbar

"Saya sangat mengutuk keras serangan barbar pada hari Kamis itu. Saya mengungkapkan kesedihan saya atas hilangnya begitu banyak nyawa tak berdosa, termasuk anak-anak," kata Abdul Hamid, Presiden Bangladesh. Negara itu baru saja menjadi korban serangan yang diklaim dilakukan oleh ISIS pada sebuah kafe pada 1 – 2 Juli yang menewaskan 20 sandera, termasuk 17 orang asing - aksi teroris terburuk yang pernah menimpa negara itu

"Situasi di Paris tenang dan di Nice keamanan diperketat karena tragedi itu. Bagi warga Malaysia di Paris atau mereka yang berencana untuk mengunjungi Paris, kami terus mengingatkan untuk waspada," kata Duta Besar Malaysia untuk Perancis, Ibrahim Abdullah, kepada BeritaBenar hari Jumat, dan menambahkan bahwa seorang mahasiswa Malaysia terluka dalam serangan tersebut.

Di Bangkok, Kementerian Luar Negeri Thailand mengeluarkan pernyataan, "… Berdasarkan informasi dari kedutaan di Paris yang terus memantau situasi, kami menyarankan kepada mereka yang ada di Perancis dan berencana berkunjung ke Perancis untuk menghindari tempat kerumunan."

Sementara itu Perdana Menteri India Narendra Modi mengekspresikan kemarahannya terhadap serangan tersebut dalam pesan twitternya, ”Terkejut dengan serangan mengerikan di Nice. Saya sangat mengutuk tindakan kekerasan yang biadab ini, doa saya untuk keluarga korban. India turut merasakan duka & berdiri bersama saudara kita di Perancis pada saat yang sangat menyedihkan ini."

Tia Asmara di Jakarta, Razlan Rashid di Kuala Lumpur, Nani Yusof di Washington, Kamran Reza Chowdhury di Dhaka, Rohit Wadhwaney di New Delhi, dan Pimuk Rakkanam di Bangkok, ikut berkontribusi dalam laporan ini.

 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.