Setahun Jelang Pemilu 2019, Koalisi Politik Disebut Masih Dinamis
2018.04.17
Jakarta

Tepat setahun menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih anggota legislatif dan presiden, peta koalisi partai politik di Indonesia disebut belum dapat dipastikan.
Sejumlah pengamat politik dan politisi yang diwawancara BeritaBenar secara terpisah, Selasa, 17 April 2018, menyebutkan bahwa perkubuan masih akan bergerak dinamis.
Sejauh ini, baru satu poros yang terhitung pasti yakni koalisi pimpinan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang mengusung calon petahana Joko "Jokowi" Widodo.
"Tapi ini (koalisi PDI-P) pun bahkan belum dapat disebut solid karena belum ada kontrak politik," kata pengamat politik Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago.
PDI-P kembali mengusung Jokowi sebagai calon presiden bersama Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Nasdem, Partai Hanura, serta dua partai baru yang belum memiliki kursi di parlemen: Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Perindo.
Menurut Pangi, perubahan bisa terjadi menjelang pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Agustus mendatang.
"Bisa jadi ada yang keluar jika menilai koalisi tidak menguntungkan, semisal dalam penentuan calon wakil presiden," tambahnya.
Hal sama disampaikan Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median), Rico Marbun.
"Sekarang masih akan dinamis karena masing-masing masih mengevaluasi, apakah koalisi memberi keuntungan elektoral untuk mereka," kata Rico.
Pertimbangan itu juga, tambah Riko, yang kemudian membuat koalisi bentukan Partai Gerindra masih belum pasti sampai sekarang, meskipun dalam rapat koordinasi nasional partai, Rabu pekan lalu, Prabowo sudah dideklarasikan sebagai calon presiden.
Gerindra memang membutuhkan sokongan partai lain setelah terganjal aturan ambang batas pencalonan presiden seperti termaktub dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu, yakni 112 kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Partai besutan Prabowo itu wajib berkongsi dengan partai lain, lantaran hanya memiliki 73 kursi DPR. Salah satu yang gencar dikatakan berkoalisi ialah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memiliki 40 kursi parlemen.
"Tapi PKS pun menurut saya masih mungkin cabut (dari koalisi) jika merasa tidak menguntungkan," kata Rico.
Partai yang belum menentukan koalisi sejauh ini adalah PAN (49 kursi parlemen), Demokrat (61), PKB (47), serta empat partai yang tak memiliki kursi yakni PBB, PKPI, Partai Berkarya, dan Partai Garuda. Dua nama terakhir adalah partai baru.
Menjelang Pemilu suasana polarisasi yang berisiko memecah-belah masyarakat dengan menggunakan agama seperti yang terjadi pada masa Pilkada Jakarta 2017 juga menjadi kekhawatiran tersendiri.
Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 15 April 2017 oleh kelompok Cyber Indonesia, dengan tuduhan menyebarkan ujaran kebencian dan penodaan agama, sehubungan dengan pernyatan kontroversialnya dalam acara salat subuh di sebuah masjid di Jakarta dua hari sebelumnya.
"Sekarang ini kita harus menggerakkan seluruh kekuatan bangsa untuk bergabung dan kekuatan dengan sebuah partai. Bukan hanya PAN, PKS, Gerindra, tapi kelompok yang membela agama Allah, yaitu hizbullah [Partai Allah]. Untuk melawan siapa? Untuk melawan hizbusyaithan [Partai Setan],” kata Amien Rais saat itu seperti dilansir laman CNN Indonesia.
Tarik ulur Cawapres
Baik kubu Jokowi maupun Prabowo sampai saat ini belum menentukan calon wakil presiden mereka.
PKS menginginkan kadernya dipilih sebagai wakil presiden pendamping Prabowo.
"Wajar kami meminta ada kader yang dipilih. Setiap partai kan ada haknya," kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, kepada BeritaBenar.
Lantas, apakah PKS bakal menarik dukungan terhadap Prabowo andaikata Gerindra tak memilih kadernya sebagai pendamping?
"Ya, bisa ditafsirkan begitu," tambah Mardani.
Sekretaris Jenderal Gerindra, Ahmad Muzani, tak mempermasalahkan jika PKS akhirnya menarik dukungan, seperti disiratkan Mardani.
Gerindra, kata Muzani, tak akan keberatan dan siap mencari rekan koalisi lain.
"Wajar hal seperti itu," katanya.
"Fokus kami sekarang adalah menangkap aspirasi masyarakat. Siapa yang diinginkan sebagai cawapres," ujarnya.
Serupa dengan kubu Prabowo, koalisi PDI-P sampai kini juga belum memutuskan calon pendamping Jokowi.
Pencocokan data pemilih
Sebelumnya, Kemendagri menyatakan jumlah pemilih pada Pemilu 2019 sebanyak 196,5 juta orang, naik dari Pemilu 2014 yang sebesar 185,8 juta.
Namun, Komisioner KPU Viryan belum dapat memastikan jumlah itu karena lembaganya sedang melaksanakan pencocokan dan penelitian data pemilu hingga 17 Mei nanti.
"Baru mulai hari ini (pencocokan)," katanya.
Viryan optimis pencocokan data akan berjalan lancar sehingga tahapan Pemilu bisa dilanjutkan dengan pendaftaran dan penetapan pasangan calon presiden-wakil presiden pada Agustus dan September.
"Sejauh ini tidak ada kendala," tambahnya.
Masa kampanye berlangsung selama enam bulan, sejak 13 Oktober 2018 hingga 13 April 2019 dan pemungutan suara pada 17 April 2019.
Pemungutan suara memilih presiden-wakil presiden yang berlangsung serentak dengan pemilihan anggota DPR RI, DPRD provinsi dan kabupaten/kota serta DPD (Dewan Perwakilan Daerah) adalah pertama kali digelar di Indonesia.
Sejumlah hasil lembaga survei masih mengunggulkan Jokowi sebagai calon presiden populer, dengan kisaran tingkat elektabilitas 35-57 persen.
Sedangkan, Prabowo berada di posisi kedua, dengan tingkat keterpilihan mulai dari 20 persen hingga tertinggi di angka 42,2 persen.