KPK Periksa Setya Novanto untuk Ketiga Kalinya

Pengamat mendesak KPK untuk bersikap tegas dan berani untuk segera menetapkan tersangka baru dalam kasus skandal e-KTP.
Arie Firdaus
2017.07.14
Jakarta
170714_ID_SN_1000.jpg Sejumlah mahasiswa berjaket kuning melakukan unjuk rasa damai di depan gedung KPK di Jakarta, 14 Juli 2017.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat, 14 Juli 2017, memeriksa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto untuk ketiga kalinya, terkait kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), kasus yang menurut jaksa komisi anti rasuah itu telah merugikan negara Rp2,3 triliun.

Politikus Partai Golkar itu diperiksa sebagai saksi atas tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang berafiliasi dengan konsorsium pemenang tender e-KTP oleh Kementerian Dalam Negeri.

Dalam kesaksian sidang sebelumnya, Novanto diduga berperan sebagai pelobi anggota DPR agar menyetujui anggaran proyek e-KTP dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2011-2012.

Kepada wartawan usai diperiksa sekitar lima jam sejak pukul 10.00 WIB di Gedung KPK, Novanto tak banyak berkomentar.

"Pemeriksaan masih seperti sebelumnya," katanya saat ditanya materi pemeriksaan.

Mengenai materi pemeriksaan Novanto, juru bicara KPK Febri Diansyah, mengatakan seputar aliran dana dan pembahasan anggaran proyek e-KTP.

Saat proyek bernilai total Rp5,9 triliun ini dibahas, Novanto memang menduduki posisi Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR.

"Masih didalami soal aliran dana dan pertemun-pertemuan yang terjadi," kata Febri kepada BeritaBenar.

Selain memeriksa Novanto, penyidik KPK juga memeriksa tiga saksi lain yakni keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, dan dua orang dari pihak swasta yang terlibat dalam proyek e-KTP yaitu Oka Masagung dan Muda Iksan Harahap.

Terkait Andi Narogong

Pemeriksaan Novanto terkait tersangka Andi Narogong ini sejatinya berlangsung pada 7 Juli lalu. Hanya saja, Ketua Umum Partai Golkar itu tak hadir dengan alasan sakit.

Dengan pemeriksaan kali ini, maka Novanto telah diperiksa tiga kali terkait kasus korupsi e-KTP. Dua pemeriksaan sebelumnya dilakukan pada 13 Desember 2016 dan 10 Januari 2017, sebagai saksi atas tersangka Irman dan Sugiharto.

Irman ialah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Sedangkan, Sugiharto merupakan bawahan Irman di direktorat tersebut.

Keduanya akan mendengarkan putusan hakim dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 20 Juli mendatang.

Sebelumnya, jaksa menuntut Irman dan Sugiharto dengan hukuman masing-masing tujuh dan lima tahun penjara. Dalam persidangan keduanya, peran Novanto diketahui.

Seperti disampaikan Jaksa KPK Irene Putri dalam persidangan itu, Andi Narogong diketahui pernah menyampaikan kepada Irman bahwa Novanto kunci untuk meloloskan anggaran proyek e-KTP, bukan anggota Komisi II DPR.

Berdasarkan kesaksian di persidangan, Andi menyusun pertemuan antara Irman dan Novanto di Hotel Gran Melia, Jakarta. Selain ketiganya, turut hadir dalam pertemuan itu, Sugiharto dan mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini.

Beberapa hari kemudian, pertemuan kembali digelar antara Novanto, Andi Narogong, dan Irman. Mereka bertemua di ruang kerja Novanto di lantai 12 Gedung DPR.

"Berdasarkan uraian tersebut, maka telah terjadi kerja sama erat dan sadar antara para terdakwa (Irman dan Sugiharto) dengan Setya Novanto," kata Irene, seperti dikutip dari laman Tempo.co.

Lima tersangka

Selain Novanto, beberapa politikus DPR lain dan pejabat serta mantan pejabat negara turut terseret dalam pusaran skandal korupsi e-KTP.

Mereka antara lain Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dan politikus Golkar yang pernah menduduki jabatan Ketua DPR Ade Komarudin.

Sejauh ini, KPK baru menetapkan lima tersangka yakni Irman, Sugiharto, Andi Narogong, politikus Partai Hanura Miryam Haryani, dan politikus Partai Golkar Markus Nari.

Berbeda dengan tiga nama awal, Miryam dan Markus ditetapkan sebagai tersangka pemberi keterangan palsu saat menjadi saksi dalam pesidangan Irman dan Sugiharto serta menghalangi penyidikan dan penuntutan kasus e-KTP.

Ketua KPK Agus Raharjo, Selasa, 11 Juli 2017, sempat mengatakan lembaga anti-rasuah itu akan segera menetapkan tersangka baru dalam kasus tersebut. Tapi Agus ketika itu tak menyebutkan latar belakang calon tersangka.

"Tunggu saja bulan ini," katanya, dikutip dari laman Kompas.

Soal status Novanto yang belum berstatus tersangka meski telah bolak-balik diperiksa sebagai saksi, pengamat hukum Universitas Islam Indonesia, Muzakir meminta KPK agar bersikap berani dan tegas.

"Harusnya segera diproses. Kan sudah disebut dalam dakwaan dan tuntutan, bahwa ia (Novanto) turut serta," kata Muzakir kepada BeritaBenar.

Hal yang sama disampaikan pengamat dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno. Bahkan, terang Adi, sikap tegas KPK harus ditunjukkan tak hanya kepada Novanto, namun terhadap semua nama yang ada dalam dakwaan.

"Kan banyak nama-nama besar. KPK harus berani," ujar Adi saat dihubungi.

Terkait desakan itu, Febri Diansyah hanya membalas diplomatis, dengan mengatakan, penyidik masih mengumpulkan barang bukti dan menganalisa, sebelum menetapkan tersangka baru.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.