MKD Segera Rapatkan Nasib Novanto Sebagai Ketua DPR
2017.11.20
Jakarta

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) direncanakan akan menggelar rapat Selasa, 21 November 2017, untuk membahas soal pergantian Setya Novanto, setelah Ketua DPR tersebut resmi menjadi tahanan KPK, sehubungan dengan kasus dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) yang menjeratnya sebagai tersangka.
“Kita akan segera lakukan rapat,” kata Sekretaris MKD, Sarifuddin Suding, pada Senin 20 November 2017.
Partai Golkar juga akan segera mengadakan rapat untuk menentukan sikap yang harus diambil terkait penahanan Novanto, termasuk akan mengkaji perlu tidaknya Musyawarah Nasional Luar Biasa untuk memilih ketua umum baru.
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan, kewenangan menggantikan Novanto dari Ketua DPR ada pada Fraksi Golkar.
Sekretaris Fraksi PAN, Yandri Susanto meminta Golkar mengambil sikap tegas.
“Partai Golkar harus mendorong itu,” ujarnya.
Seperti dilaporkan sebelumnya Novanto ditahan di rumah tahanan KPK sejak 19 November hingga 20 hari ke depan, untuk memudahkan pengusutan kasus e-KTP yang ditaksir merugikan negara Rp2,3 triliun – dari nilai proyek Rp5,9 triliun.
“SN telah bersedia menandatangani berita acara pencabutan pembantaran dan penahanan lanjutan,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah kepada wartawan, Senin, 20 November 2017.
Sebelumnya Ketua Umum Partai Golkar itu sempat lolos saat hendak ditangkap KPK di rumahnya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada 15 November lalu, setelah beberapa kali kali mangkir dari pemeriksaan KPK.
Dia sempat “menghilang” sebelum mobil yang ditumpanginya menabrak tiang listrik di Jalan Permata Hijau, Jakarta Selatan, keesokannya dan dilarikan ke Rumah Sakit Medika sebelum dirujuk ke RSCM Jakarta Pusat.
Publik mempertanyakan kecelakaan Novanto karena dianggap bagian “rekayasa” untuk menghindari penangkapan KPK.
Usai mendapatkan rekomendasi dari tim Ikatan Dokter Indonesia (IDI), KPK pada Minggu malam, menjemput Novanto di RSCM.
“Masih vertigo karena tabrakan. Saya pikir masih diberi kesempatan untuk recovery, tapi ya saya mematuhi hukum,” tukasnya di gedung KPK, Senin dini hari.
Direktur RSCM Heriawan Soejono menegaskan hasil tes medis yang dilakukan tim dokter memastikan bahwa Novanto sudah tidak perlu lagi rawat inap.
KPK tetap memperlakukan Novanto seperti tahanan lain.
Novanto diperiksa untuk pertama kalinya sebagai tersangka setelah dijemput dari RSCM.
“Pertanyaan yang diajukan direspons dengan wajar,” imbuh Febri.
Pada Senin, penyidik KPK juga memeriksa istri Novanto, Deisti Astriani, sebagai saksi. Usai diperiksa selama delapan jam, Deisti memilih bungkam saat ditanya wartawan.
Dalam pernyataannya kepada wartawan setelah investigasi di KPK, Novanto mengatakan ia telah mengajukan perlindungan ke Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Kapolri dan Kejaksaan Agung agar diberikan impunitas karena dia menjabat Ketua DPR.
"Saya, kan, sudah menyampaikan kepada Pak Setya Novanto untuk mengikuti proses hukum yang ada. Sudah," ujar Jokowi seperti dikutip dari laman Kompas.com, ditanya tanggapan soal permintaan perlindungan Novanto.
Disambut baik
Keberanian KPK menahan Novanto disambut baik masyarakat.
“Saya sangat mengapresiasi langkah KPK yang berani menjemput Setnov,” kata Risna, seorang warga Jakarta Pusat kepada BeritaBenar.
Fazry, seorang warga Bekasi yang bekerja di Jakarta juga mendukung KPK karena “berani menahan ketua parlemen. Selama ini orang besar jarang tersentuh hukum.”
Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus e-KTP sejak 17 Juli 2017, tetapi digugurkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah praperadilan dikabulkan hakim Cepi Iskandar.
KPK lantas kembali menjerat Novanto melalui surat perintah penyidikan (Sprindik) yang diterbitkan pada 31 Oktober 2017.
Meski telah ditahan, Novanto tetap mengajukan lagi praperadilan. Tapi, persidangannya masih belum ditentukan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Novanto merupakan tersangka teranyar ditetapkan KPK setelah menjerat Anang Sugiana Sudiharjo (Direktur Utama PT Quadra Solution), Markus Nari (Politikus Golkar), dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Sebelumnya, dua mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto sudah divonis tujuh dan lima tahun penjara.
Saat proyek e-KTP dilaksanakan pada 2011-2012, Novanto menjabat Ketua Fraksi Golkar DPR.
Novanto diduga berperan sebagai pelobi terhadap anggota DPR lain agar menyetujui proyek e-KTP dianggarkan dalam APBN.
Dari total kerugian negara Rp2,3 triliun, Rp250 miliar di antaranya sudah dikembalikan ke negara oleh 14 orang bersama lima koorporasi dan satu konsosium.
Kasus e-KTP diduga banyak melibatkan puluhan politisi, mantan pejabat, dan pejabat yang kini masih aktif. KPK dalam beberapa kesempatan menyatakan terus mengusut kasus tersebut.
Saat KPK menjerat anggota DPR, Miryam Haryani karena diduga memberi keterangan palsu di sidang Pengadilan Tipikor, DPR membentuk Pansus Angket untuk menyelidiki KPK.
Langkah parlemen dianggap banyak pihak sebagai “akal-akalan” untuk menggoyang KPK agar tak gencar membidik sejawat mereka.
Setelah penahanan Novanto oleh KPK, desakan mundur dirinya dari jabatan Ketua DPR semakin menggema.
Novanto pernah mundur dari Ketua DPR pada Desember 2015 karena tersandung kasus “Papa Minta Saham” ketika Kepala PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, berkesaksian kepada MKD melalui bukti rekaman yang ada padanya, mengenai Novanto meminta 20 persen saham dari perusahaan tersebut sebagai prasyarat perusahaan tambang asal Amerika itu memperpanjang kontraknya di Indonesia.
Tetapi, Novanto kembali berhasil menduduki jabatannya tersebut pada November 2016.