Novanto Tersangka, Jokowi: Hormati Proses Hukum
2017.07.18
Jakarta

Presiden Joko "Jokowi" Widodo berharap semua pihak untuk menghargai proses hukum yang tengah melilit Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto setelah politisi Partai Golkar itu ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
"Presiden selalu menyampaikan agar semua menghormati proses hukum," ungkap juru bicara Kepresidenan, Johan Budi, ketika dikonfirmasi BeritaBenar, Selasa, 18 Juli 2017, "proses hukum di semua lembaga, tak cuma di KPK."
Sehari sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Novanto (61) sebagai tersangka korupsi dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), yang merugikan negara Rp2,3 triliun.
Ketua Umum Partai Golkar itu dijerat Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Pasal itu dijeratkan KPK setelah menilai Novanto mendapatkan keuntungan pribadi dan menguntungkan pihak lain dari perannya yang mengatur pengadaan proyek e-KTP pada 2011-2012.
Johan menambahkan bahwa Presiden Jokowi telah mengetahui jika Novanto ditetapkan sebagai tersangka korupsi melalui pemberitaan media.
“Apa yang dilakukan KPK, kita semua, termasuk Presiden, harus menghormati proses hukum,” ujar mantan juru bicara KPK tersebut.
Saat proyek bernilai total Rp5,9 triliun itu dibahas DPR, Novanto menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Selain Novanto, tersangka lain yang sudah ditetapkan adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan anak buahnya Sugiharto; pengusaha Andi Narogong alias Andi Agustinus; politikus Partai Hanura Miryam Haryani, dan Markus Nari, dari Partai Golkar.
Irman dan Sugiharto telah menjalani persidangan dan diagendakan akan divonis hakim pada 20 Juli mendatang.
Ditanya kemungkinan tersangka baru setelah Novanto, juru bicara KPK, Febri Diansyah, hanya menjawab diplomatis. KPK, terangnya, masih terus mengembangkan kasus ini.
"Kan ada banyak nama yang disebut di dakwaan (Irman dan Sugiharto)," kata Febri.
Beberapa nama yang sempat disebut dalam dakwaan, antara lain, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, dan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Membantah
Novanto membantah dirinya menerima uang dari proyek e-KTP.
“Saya dikatakan terima Rp574 miliar bersama saudara Andi Narogong. Saya tidak pernah terima. Uang Rp574 besarnya bukan main. Bagaimana transfernya, bagaimana terimanya, bagaimana wujudnya,” kata Novanto saat menggelar jumpa pers di Gedung DPR, Selasa siang.
Didampingi empat wakilnya yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto, dan Taufik Kurniawan, Novanto menyatakan bahwa dia menghargai dan taat pada proses hukum.
Menurutnya, fakta dia tak menerima pesangon proyek e-KTP telah disampaikan mantan bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazarudin dan Andi Narogong di persidangan.
"Saya mohon betul-betul agar tidak terus ada penzaliman terhadap saya," katanya yang menambahkan dia tak berniat mundur dari Ketua DPR karena merasa tidak bersalah.
Pro-kontra
Perihal niatan Novanto tetap menduduki jabatan Ketua DPR didukung Fadli Zon, yang menyatakan, aturan memang tak mensyaratkan Novanto untuk mundur meski telah berstatus tersangka.
"Sesuai UU MD3 (aturan tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD), hak setiap anggota yang di dalam proses hukum untuk tetap menjadi anggota DPR hingga proses hukum punya kekuatan hukum tetap," katanya.
Hal yang sama disampaikan politikus senior Golkar yang juga mantan Ketua DPR, Agung Laksono. Ia berharap semua pihak mengikuti aturan yang ada dan tak mengambil kesempatan politik dari status tersangka Novanto.
"Yang minta mundur berarti tidak memahami betul proses hukum," kata Agung.
Merujuk Pasal 87 ayat 2 huruf c UU MD3, pimpinan DPR memang bisa diberhentikan jika dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tidak pidana yang diancam pidana lima tahun penjara atau lebih.
Atau, seseorang bisa diberhentikan dari jabatannya apabila diusulkan partai politik pengusungnya.
Soal usulan penarikan tersebut, Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham mengatakan bahwa partai belum merencanakannya.
"Belum ada," kata Idrus di Gedung DPR.
Berbeda dengan Golkar yang membela Novanto, beberapa partai punya pandangan lain. Sekretaris Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) Syarif Alkadrie berharap Novanto segera meletakkan jabatan Ketua DPR.
"Agar DPR tak tersandera," kata Syarif kepada BeritaBenar.
Hal sama diutarakan Sekretaris Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani. Meski tak salah secara regulasi, namun Arsul berharap Golkar memikirkan perihal etika.
"Penilaian etika dan moralnya bagaimana?" ujar Arsul mempertanyakan.
Sebelumnya, peneliti ICW, Donald Fariz, juga mendesak Novanto segera mundur dari Ketua DPR karena dia tak layak lagi menempati posisi itu dengan status tersangka.
”Novanto harus mundur dari Ketua DPR agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang sebagai pimpinan lembaga negara untuk melawan proses hukum, sehingga tak terjadi konflik kepentingan,” ujar Donald.