Sidang Ahok, Antara Tangis dan Pembelaan
2016.12.13
Jakarta

Keharuan meluap di tengah persidangan. Suara Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama yang awalnya tegas saat membacakan nota keberatan, mendadak bergetar.
"Kecintaan kedua orang tua angkat saya kepada saya," kata Ahok sejenak terdiam, "Sangat berbekas sampai dengan hari ini."
Ia membisu. Tangannya mengeruk saku celana kiri, mencari sapu tangan. Keheningan merambat di ruangan sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Sirra Prayuna, seorang kuasa hukum Ahok berdiri dari kursi, berjalan ke arah Gubernur non-aktif DKI Jakarta itu yang duduk di kursi berwarna hijau tua di tengah ruangan, dan menyodorkan beberapa lembar tisu.
Tak lama, Ahok melanjutkan kalimatnya.
"Saya seperti orang yang tidak tahu berterima kasih," katanya, lalu kembali memberi jeda. Suaranya masih bergetar.
"Apabila saya tidak menghargai agama dan kitab suci orang tua dan kakak angkat saya, yang Islamnya sangat taat," ujar Ahok, sembari melirik ke barisan jaksa penuntut umum di sisi kiri. Nadanya meninggi di ujung kalimat.
Hari Selasa, 13 Desember 2016, Ahok memang terlihat emosional saat menjalani sidang pertamanya atas kasus dugaan penistaan agama yang terjadi pada 27 September lalu di Kepulauan Seribu.
Musababnya, jelas Ahok, dengan interaksi panjang antara dia dan Islam melalui keluarga angkatnya, tak mungkin baginya menistakan Islam dan ulama. Ia pun menangis terharu.
Tak lama usai sidang dibuka hakim ketua Dwiarso Budi Santiarto pada pukul 09.00 WIB, tim jaksa langsung membacakan dakwaannya.
Seperti dibacakan salah seorang jaksa, Ali Mukartono, mereka menjerat Ahok dengan dakwaan alternatif, yaitu Pasal 156 atau Pasal 156 huruf a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Tak ada jeratan tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) seperti pernah disangkakan kepolisian saat pemeriksaan.
Ancaman maksimal kedua dakwaan ini lima tahun penjara. Respon emosional Ahok pun beralasan.
Hawa itu masih terasa hingga usai persidangan, sekitar pukul 12.00 WIB. Duduk tepekur di salah satu ruang pengadilan, Ahok dipeluk seorang perempuan berjilbab, kakak angkatnya, Nana Riwayatie. Mata mereka sedikit sembap usai bertukar kesedihan.
Seratusan massa melakukan unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 13 Desember 2016. (Arie Firdaus/BeritaBenar)
Unjuk rasa
Perihal respons emosional calon gubernur DKI Jakarta itu, pendemo anti-Ahok justru menjadikannya bahan olok-olok. Hal ini tergambar saat orasi Sekretaris Forum Islam (FUI) Muhammad Al-Khotot usai persidangan.
"Saya jelaskan sedikit persidangan di dalam," katanya memulai orasi di depan seratusan orang yang berkumpul di depan pagar pengadilan. Nada bicaranya mengayun pelan, alih-alih berapi-api.
"Ia (Ahok) mengaku, mulutnya tidak pernah melukai umat Islam. Itu kata Ahok sambil nangis-nangis di dalam," ujar Al Khotot, yang disambut teriakan massa.
Tak cukup sampai di sana.
"Padahal, saudara-saudara, saya nonton video yang diunggah Dinas Kominfo DKI Jakarta yang lengkap. Di sana, Ahok merasa gagah. Ia bahkan sempat bilang, 'saya ini terlatih, lho, Bapak-Bapak, Ibu-Ibu'."
"Eh, ternyata nangis," tambah Al Khotot, disambut massa yang kian ger-geran.
Unjuk rasa anti-Ahok berlangsung sejak pukul 09.00 WIB. Mereka menyemut di pagar pengadilan. Bergantian mereka berorasi, bernyanyi, atau meneriakkan takbir.
Ahok datang lebih awal, sekitar pukul 08.00 WIB menggunakan mobil berwarna hitam. Begitu Ahok datang, pagar gedung pengadilan ditutup dan dijaga rapat aparat. Hanya segelintir yang diperbolehkan masuk ke ruang sidang.
Juru bicara Polres Jakarta Pusat Komisaris Suyatno mengatakan pihaknya mengerahkan sekitar 2.000 personel untuk mengamankan persidangan. Ditambah delapan kendaraan taktis (rantis), dengan rincian empat water cannon dan empat barracuda.
Tak cuma massa anti-Ahok yang hadir di persidangan. Massa pro-Ahok yang tergabung dalam kelompok Taruna Merah Putih juga hadir dalam jumlah puluhan orang.
Kedua kelompok dipisahkan rantis kepolisian. Tak berbeda dengan massa anti-Ahok, mereka juga berorasi dan bernyanyi.
"Kedatangan kami untuk mendukung Ahok, agar bisa menyampaikan yang sebenarnya," kata koordinator aksi Dadang Danubrata kepada BeritaBenar.
"Agar pengadilan bisa berjalan adil dan lancar."
‘Prematur’
Tak ada komentar dari Ahok usai persidangan. Sekitar 15 menit setelah sidang berakhir, ia meninggalkan gedung pengadilan dengan menggunakan rantis.
Sidang lanjutan akan digelar, Selasa depan, 20 Desember 2016, dengan agenda tanggapan jaksa atas eksepsi kuasa hukum Ahok.
Dalam eksepsi yang dibacakan usai dakwaan, kuasa hukum Ahok mengatakan dakwaan yang dipakai untuk menjerat kliennya tak beralasan hukum kuat.
"Jadi, hakim harus menyatakan dakwaan jaksa tak bisa diterima atau batal demi hukum," kata salah seorang pengacara I Wayan Sudirta.
Sudirta berpijak pada asumsi bahwa kasus penistaan agama adalah masalah hukum khusus alias lex specialis deroget legei generali. Walhasil, dakwaan Pasal 156 dan 156 huruf a untuk Ahok tak tepat sasaran.
"Tidak bisa dijerat Pasal 156 sebelum didahului teguran," kata Sudirta, merujuk Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
"Aturan itu belum dicabut sehingga seharusnya menjadi landasan hukum kasus ini. Persidangan ini prematur,” tambahnya.
Ditemui wartawan seusai sidang, jaksa Ali Mukartono tak ambil pusing soal pernyataan kuasa hukum. "Itu persepsi penasehat hukum," katanya.
Bagaimana kira-kira pembelaan jaksa, pekan depan, Ali memungkasi dengan diplomatis, "Nanti akan kami jelaskan."